-->

Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru (TBC) Referensi Terbaru 2016




Asuhan keperawatan pada klien dengan tuberkulosis paru merupakan suatu pendokumentasian seorang perawat terhadap tindakan yang akan dan yang telah dilakukan pada seorang klien dengan masalah kesehatan tuberkulosis paru.

Berikut ini adalah Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan tuberkulosis paru yang telah saya susun dengan referensi terbaru dan lebih fresh dibandingkan dengan asuhan keperawatan-asuhan keperawatan lainnya yang ada di blog-blog lain.



Dan jika artikel saya ini sangat bermanfaat bagi pembaca Akkesaskep semua, jangan lupa untuk coret-coret di bawah artikelnya ya.....


A.  Latar Belakang
Sepanjang dasawarsa terakhir di abad ini jumlah kasus baru Tuberkulosis Paru meningkat di seluruh dunia dan 95% kasus terjadi di negara berkembang.   Terdapat 9,2 juta kasus baru dan lebih kurang 1,7 juta kematian karena Tuberkulosis Paru. India, Cina, dan Indonesia memiliki kontribusi lebih dari 50% terhadap seluruh kasus Tuberkulosis Paru di dunia. Tuberkulosis juga membunuh sejuta wanita dan 100.000 anak setiap tahunnya dan terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena Tuberkulosis Paru (Radhi,R, 2012).
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis paru. Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke empat dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan, Meskipun prevalensinya menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah penderita penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia masih terbilang tinggi. (Admojo, 2013).
Data yang dipublikasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau setara dengan peringkat ke-tiga di dunia setelah India dan Cina. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden tuerkulosis paru yaitu India, Cina, Indonesia, Afrika Selatan, dan Nigeria (Admojo, 2013).
Jumlah penderita Tubrkulosis Paru di provinsi Aceh tercatat sebanyak 4.672 prnderita terdiri dari 125 orang kasus lama dan 4.547 kasus baru dengan angka kematian yang diakibatkan oleh tubrekulosis paru sebanyak 74 orang dari 4.726.001 orang penduduk provinsi Aceh, sementara itu khususnya Kabupaten Aceh Utara terdapat 478 orang penderita dengan kasus baru Tuberkulosis Paru yang sebelumnya penderita kasus lama dengan tuberkulosis paru telah sembuh total atau tidak terdapat adanya prevelensi kasus lama, dan angka kematian akibat kasus Tuberkulosis paru di Aceh Utara yaitu 4 orang dengan 3 kasus pada pria dan 1 kasus pada wanita.  (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2015).
Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit yang disebabkan infeksi kuman mycobacterium tuberkulosis pada paru-paru. Infeksi ini memiliki kekhususan dimana akibat sifatnya, bakteri ini cukup sulit untuk dibunuh, dengan antibiotik sekalipun dan hanya beberapa jenis antibiotik saja yang memiliki aktivitas anti tuberkulosis. Sementara untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi  penderita penyakit tuberkulosis paru, tidak diperlukan pola diet / makanan khusus yang harus dimakan , tetapi melihat pola penyakit dan cara pengobatannya maka beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu hentikan merokok dan konsumsi alkohol (Hastari 2015).
Dengan demikian berdasarkan data dan fakta yang luar biasa tentang penyakit menular tuberkulosis paru seperti yang telah penulis uraikan diatas maka penulis terarik untuk menulis sebuah Karya Tulis Ilmiah yang berjudul " Asuhan Keperawatan Tentang Kebutuhan Nutrisi Pada Bpk. A dengan Kasus Tuberkulosis Paru di Ruang Paru Rumah Sakit Umum Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016.

A.  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kebutuhan Nutrisi

1.   Pengertian
Nutrisi adalah adalah zat gizi yang berada dalam makanan. Gizi adalah substansi organik dan nonorganik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik (Ernawati, 2012). Sedangkan menurut Aziz (2009) Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh  tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh.
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa kebutuhan nutrisi merupakan zat yang terkandung di dalam makanan yang dibutuhkan makhluk hidup untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya.

2.   Tujuan pemenuhan nutrisi
Menurut Potter dan Perry (2005) tujuan pemenuhan kebutuhan Nutrisi adalah klien dengan kekurangan nutisi akan kembali dalam 10% dari rentang berat badan yang baik (berdasarkan standar rujukan seperti tabel asuransi kehidupan, pemenuhan kebutuhan nutrisi pada umumnya juga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekua pada pasien.

3.   Faktor yang mempengaruhi kebutuhan Nutrisi
Menurut Asmadi (2012), Kebutuhan nutrisi tidak berada dalam kondisi yang menetap. Ada kalanya kebutuhan nutrisi seseorang meningkat. Begitu pula kebalikannya, kebutuhan nutrisi seseorang menurun. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kebutuhan seseorang terhadap nutrisi. Pada bagian ini dikemukakan dua kategori faktor yaitu faktor yang meningkatkan kebutuhan nutrisi dan faktor yang menurunkan kebutuhan nutrisi.
Faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan nutrisi antara lain sebagai berikut :
a.   Pertumbuhan yang cepat, seperti bayi, anak–anak, remaja, dan ibu hamil.
b.   Selama perbaikan jaringan dan pemulihan kesehatan karena proses suatu penyakit.
c.   Peningkatan suhu tubuh, setiap kenaikan suhu 1o F, maka kebutuhan kalori meningkat 7%.
d.   Aktivitas yang meningkat.
e.   Stress, sebagian orang akan makan sebagai kompensasi karena mengalami stress.
f.    Terjadi infeksi.
Faktor yang dapat menurunkan kebutuhan nutrisi pada penderita tuberkulosis paru antara lain yaitu : Risiko komplikasi termasuk kematian pada penderita tuberkulosis paru dipengaruhi oleh status gizi secara individual. Namun status gizi dan utilisasi/penggunaan zat gizi itu sendiri menjadi terganggu akibat adanya infeksi. Sesak nafas, batuk, sakit dada dan penurunan nafsu makan pada penderita tuberkulosis paru juga menambah terjadinya asupan makan dan minum pasien yang rendah dari kebutuhan.
Sementara dengan adanya infeksi, kebutuhan zat gizi menjadi meningkat karena tubuh memerlukan energi untuk kegiatan dasar tubuh dan melawan penyakit itu sendiri. Adanya ketidak mampuan memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat inilah yang mengakibatkan tubuh mengalami defisiensi/kekurangan zat gizi terutama energi dan protein. Karena itu, tubuh menggunakan cadangan tubuhnya. Itulah yang menyebabkan penurunan berat badan, lemah dan penderita tampak kurus. Oleh karenanya, kebutuhan bahan makanan yang mengandung antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, karoten dan selenium meningkat. Antioksidan sangat dibutuhkan untuk melindungi paru dari proses inflammasi akibat asap rokok dan polutan lainnya yang juga menjadi penyebab dari penyakit tuberkulosis paru itu sendiri.
4.   Status Nutrisi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), karakteristik status nutrisi ditentukan melalui adanya indeks massa tubuh (Body mass index-BMI atau Indeks Massa Tubuh-IMT) dan berat tubuh ideal (ideal body weight-IBW).
a.    Body Mass Index (BMI).
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan sesorang dengan tinggi badan. BMI dihubungkan dengan penimbunan total lemak dalam tubuh sehingga dapat dipakai sebagai paduan untuk mengkaji kelebihan berat badan (overweigrht) da obesitas.
Rumus BMI diperhitungkan dengan pembagian berat badan (kilogram) per meter kuadrat (Kg/m2) atau berat badan dalam pons dikalikan konstanta 704,5 di bagi tinggi badan dalam inci kuadrat.
BB (Kg)
atau
BB (pon) x 704,5
TB (meter)2
TB (inci)2
b.    Ideal Body Weight (IBW).
Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh yang sehat. Berat badan ideal adalah jumlah tinggi badan dalam sentimeter dikurangi 100 dan dikurangi atau ditambah 10% dari jumlah tersebut.
Rumus IBW diperhitungkan : (TB - 100) ±10%

5.   Masalah kebutuhan nutrisi
Secara umum, gangguan kebutuhan nutrisi terdiri atas kekurangan dan kelebihan nutrisi, obesitas (peningkatan berat badan melebihi berat badan ideal), malnutrisi (kekurangan nutrisi), diabetes melitus (hiperglikemia), hipertensi (peningkatan tekanan darah), jantung koroner, kanker, dan anoreksia nervosa (Aziz 2009)
a.   Kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme. Tanda klinis kekurangan nutrisi diantaranya dalah sebagai berikut; berat badan 10-20% dibawah normal, tinggi badan dibawah ideal, lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari ukuran standar, adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot, adanya penurunan albumin serum, adanya penurunan transferin (Aziz 2009).
b.  Kelebihan nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang yang mempunyai risiko peningkatan berat badan akibat asupan kebutuhan metabolisme secara berlebihan. Tanda klinis kelebihan nutrisi diantaranya dalah sebagai berikut; berat badan lebih dari 10% berat ideal, obesitas (lebih dari 20% berat ideal), lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada wanita, adanya jumlah asupan yang berlebihan, aktivitas menurun atau menoton (Aziz 2009).

6.   Asuhan Keperawatan Tentang Gangguan Kebutuhan Nutrisi
a.    Pengkajian
Pengkajian Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) pada klien dengan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah sebagai berikut :
1)  Riwayat keperawatan dan diet
a)  Anggaran makan, makan kesukaan, waktu makan.
b)  Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus?
c)  Adakah penurunan dan peningkatan berat badan dan berapa lama periode waktunya?
d)  Adakah status fisik pasien yang dapat meningkatkan diet seperti luka bakar dan demam?
e)  Adakah toleransi makan atau minum tertentu?

2)  Faktor yang memengaruhi diet
a)  Status kesehatan.
b)  Kultur dan kepercayaan.
c)  Status social ekonomi.
d)  Faktor psikologis.
e)  Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet.
3)  Pemeriksaan fisik
a)  Keadaan fisik : apatis, lesu.
b)  Berat badan : obesitas, kurus (underweight).
c)  Otot : flaksia atau lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu bekerja.
d)  Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, reflex menurun.
e)  Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi, pembesaran liver atau lien.
f)   Kardiovaskuler : denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama abnormal, tekanan darah rendah atau tinggi.
g)  Rambut : kusam, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah atau patah-patah.
h)  Kulit : kering, pucat, iritasi, ptekie, lemak di subkutan tidak ada.
i)    Bibir : kering, pecah-pecah, bengkak, lesi, stomatitis, membrane mukosa pucat.
j)    Gusi : pendarahan, peradangan.
k)  Lidah : edema, hiperemis.
l)    Gigi : karies, nyeri, kotor.
m) Mata : konjungtiva pucat, kering, eksoftalmus, tanda-tanda infeksi.
n)  Kuku : mudah patah.
o)  Pengukuran antropometri :
Berat badan ideal : (TB-100) ± 10%. Lingkar pergelangan tangan. Lingkar lengan atas (MAC)
Nilai normal: Wanita  : 28,5 cm, Pria  : 28,3 cm
Lipatan kulit pada otot trsep (TSF)
Nilai normal; Wanita : 16,5 – 18 cm, Pria : 12,5 – 16,5 cm
4)  Laboratorium
Menurut  Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
a)  Sputum kulture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.
b)  Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA.
c)  Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
d)  Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
e)  Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
f)   Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma tuberkulosis paru, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
g)  Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada tuberkulosis paru lanjut kronis.
h)  ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
i)    Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena tuberkulosis paru.
j)    Darah: leukositosis, LED meningkat.
k)  Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
b.    Diagnosa keperawatan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) diagnosa keperawatan pada klien dangan masalah kebutuhan nutrisi adalah sebagai berikut :
1)  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek pengobatan, mual atau muntah, gangguan intake makanan, radiasi dan kemoterapi, penyakit kronis, diet dan pembatasan makanan, dan ketidak  mampuan menelan.
2)  Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelebihan intake, gaya hidup yang tidak sehat, perubahan kultur,  dan psikologi untuk konsumsi tinggi kalori.
c.    Intervensi dan rasional
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) rencana tindakan pada diagnosa kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah sebagai berikut :
Tabel. 2.1. Intervensi Keperawatan
1.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek pengobatan, mual atau muntah, gangguan intake makanan, radiasi dan kemoterapi, penyakit kronis, diet dan pembatasan makanan, dan ketidak  mampuan menelan
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
Terjadi peningkatan berat badan sesuai batasan waktu
Kriteria Hasil :
1.   Penigkatan status nutrisi
2.   Tidak ada tanda-tanda malnutrisi












1.   Kaji faktor yang mungkin menjadi penyebab kekurangan nutrisi



2.   Tanyakan kebiasaan makan, pantangan makan, alergi dan jenis makanan yang disukai
3.   Lakukan pemeriksaan fisik seperti sklera, konjungtiva, kulit dan tonus otot.
4.   Timbang berat badan setiap hari jika memungkinkan
5.   Kaji intake makan pasien yang disediakan


6.   Kaji bising usus pasien, catat kekuatan dan frekuensi.
7.   Lakukan mobilisasi aktif atau pasif sesuai kemampuan pasien.


8.   Jaga kebersihan lingkungan klien.

9.   Tempatkan benda-benda yang dapat mengurangi selera makan pada tempat yang sesuai seperti urinal, pispot, dan lain-lain.
10. Jaga kebersihan badan dan mulut klien
11. Anjurkan pasien makan dengan porsi yang kecil tetapi sering sesuai diet yang diberikan
12. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan kemasan yang menarik
13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang seuai

14. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian atniemetik, pemasangan NGT, dan parental nutrisi.
15. Selingi makan denan minum.

16. Bantu pasien makan jika pasien tidak makan sendiri
17. Hindari makan dan minuman yang banyak mengandung gas seperti kol, apel dan minuman cola.
18. Berikan umpan balik yang positif terhadap peningkatan asupan makanan dan peningkatan berat badan.
19. Jika makanan diberikan melalui NGT, nutrisi diberikan dalam sekali pemberian tidak lebih dari 400 cc
20. Atur posisi semi fowler pada saat makan

21. Jaga kepatenan NGT








22. Monitor hasil laboratorium seperti gula darah, elektrolit, albumin, dan hemoglobin.

23. Berikan pendidikan kesehatan tentang status nutrisi.

1.    Banyak faktor yang mempengaruhi kekurangan nutrisi sehingga identifikasi faktor  penyebab menjadi penting.
2.    Data untuk perencanaan makan pasien


3.    Menentukan status nutrisi pasien.


4.    Berat badan merupakan salah satu indikator status nutrisi.
5.    Ketidakseimbangan nutrisi penyebab utama adalah kekurangan asupan makanan
6.    Bising usus ditimbulkan karena adanya peristaltik usus.
7.    Latihan dan mobilisasi dapat meningkatkan peristaltik usus dan mencegah terjadi konstipasi.
8.    Lingkungan yang bersih nyaman meningkatkan selera makan
9.    Penempatan urinal, pispot dilingkungan tempat tidur menguragi nafsu makan.


10. Menigkatkan selera makan
11. Mengurangi rasa mual dan peningkatan nutrisi


12. Meningkatkan selera makan

13. Merencanakan jenis, jumlah kalori dan diet yang sesuai kebutuhan pasien.
14. Mengurangi mual dan muntah dan memenuhi kebutuhan nutrisi

15. Bantuan dibutuhkan jika pasien tidak mampu melakukannya sendiri
16. Memudahkan makanan masuk ke lambung
17. Akumulasi gas dalam lambung menimbulkan mual dan rasa tidak nyaman

18. Meningkatkan rasa kepercayaan optimisme terhadap keberhasilan pasien

19. Kemampuan yang ideal kapasitas lambung, mengurangi muntah dan aspirasi

20. Menghindari aspirasi dan mengurangi distensi abdomen
21. Masalah yang sering terjadi pada pemberian makan dengan NGT adalah masih adanya sisa makanan dalam NGT sehingga dapat menimbulkan sumbatan dan makanan menjadi basi.
22. Nutrisi yang kurang dapat menyebabkan anemia, gula darah menurun, albumin menurun, dan perubahan elektrolit
23. Menigkatkan pengetahuan dan motivasi, pasien lebih kooperatif dalam perawatan dirinya

2.    Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelebihan intake, gaya hidup yang tidak sehat, perubahan kultur,  dan psikologi untuk konsumsi tinggi kalori.
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL

Teridentifikasinya kebutuhan nutrisi dan berat badan yang terkontrol
Kriteria Hasil :
1.   Perencanaan kontrol berat badan untuk yang akan datang.
2.   Tidak terjadinya penurunan berat badan yang berlebihan.



1.   Identifikasi penyebab kelebihan nutrisi

2.   Diskusikan dengan pasien tentang kelebihan makanan


3.   Lakukan pengukuran BMI

4.   lakukan pengukuran berat badan setiap tiga hari.

5.   Kolaborasi denga tim gizi dalam menentukan program diet yang sesuai

6.   Ukur asupan makanan dalam 24 jam


7.   Buat program latihan dan olah raga

8.   Hindari makanan yang banyak mengandung lemak
9.   Berikan pendidikan kesehatan tentang program diet yang benar.
1.   Informasi awal dan dasar dalam merencanakan intervensi
2.   Menfasilitasi pasien menentukan faktor penyebab kelebihan nutrisi dan menyelesaikan masalah
3.   Menentukan derajat kelebihan nutrisi
4.   Berat badan merupakan salah satu indikastor status nutrisi pasien
5.   Gizi yang sesuai dengan kondisi pasien sangat menentukan status nutrisi pasien.
6.   Menentukan keseimbangan intake dengan kebutuhan nutrisi pasien .
7.   Aktivitas dan oleh raga meningkatkan kebutuhan energi
8.   Makanan berlemak banyak menghasilkan energi
9.   Meningkatkan pengetahuan, memberikan informasi dan mengurangi komplikasi

d.    Implementasi
Menurut Carpenito (2009). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada  Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia. 
e.    Evaluasi
Menurut Asmadi  (2008) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.  Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk : Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatab belum tercapai.



Berlangganan update artikel terbaru via email:

3 Responses to "Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru (TBC) Referensi Terbaru 2016"

  1. Maaf sebelumnya :
    1. Patofisiologi dan patoflow nya mana?
    2. Konsep teori TBC koq g ada?
    spy kita paham aja,,,

    Trims

    ReplyDelete
    Replies
    1. mohon maaf sebelumnya.
      ini adalah teori khusus yg di khususkan pada saat penyusunan Karya Tulis Ilmiah. sementara untuk teori TB Paru nya, pada saat pengajuan proposal.
      sementara itu saya akan share tentang teori TB. Parunya di lain waktu dan tentunya juga dengan referensi terbaru.

      Delete
    2. Askep Tuberkulosis sudah saya perbaiki dan aaya lengkapi

      Delete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel