A. Latar Belakang
Sepanjang
dasawarsa terakhir di abad ini jumlah kasus baru Tuberkulosis Paru meningkat di seluruh dunia dan 95% kasus
terjadi di negara berkembang.
Terdapat 9,2 juta kasus baru dan lebih kurang 1,7 juta kematian karena
Tuberkulosis Paru. India, Cina, dan
Indonesia memiliki kontribusi lebih dari 50% terhadap seluruh kasus Tuberkulosis Paru di dunia. Tuberkulosis juga membunuh sejuta
wanita dan 100.000 anak setiap tahunnya dan terdapat 450.000 anak usia di
bawah 15 tahun meninggal dunia karena Tuberkulosis Paru (Radhi,R, 2012).
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia
dalam hal jumlah penderita tuberkulosis paru. Baru pada tahun ini turun ke peringkat
ke empat dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun
Kementerian Kesehatan, Meskipun prevalensinya menurun secara signifikan dalam beberapa
tahun terakhir, jumlah penderita penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia
masih terbilang tinggi. (Admojo, 2013).
Data yang dipublikasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah
penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau setara dengan
peringkat ke-tiga di dunia setelah India dan Cina. Lima
negara dengan jumlah terbesar kasus insiden tuerkulosis paru yaitu India,
Cina, Indonesia, Afrika Selatan, dan Nigeria (Admojo, 2013).
Jumlah penderita Tubrkulosis Paru di provinsi Aceh tercatat
sebanyak 4.672 prnderita terdiri dari 125 orang kasus lama dan 4.547 kasus
baru dengan angka kematian yang diakibatkan oleh tubrekulosis paru sebanyak
74 orang dari 4.726.001 orang penduduk provinsi Aceh, sementara itu khususnya
Kabupaten Aceh Utara terdapat 478 orang penderita dengan kasus baru
Tuberkulosis Paru yang sebelumnya penderita kasus lama dengan tuberkulosis
paru telah sembuh total atau tidak terdapat adanya prevelensi kasus lama, dan
angka kematian akibat kasus Tuberkulosis paru di Aceh Utara yaitu 4 orang
dengan 3 kasus pada pria dan 1 kasus pada wanita. (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2015).
Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit yang disebabkan
infeksi kuman mycobacterium tuberkulosis pada paru-paru. Infeksi ini memiliki
kekhususan dimana akibat sifatnya, bakteri ini cukup sulit untuk dibunuh,
dengan antibiotik sekalipun dan hanya beberapa jenis antibiotik saja yang
memiliki aktivitas anti tuberkulosis. Sementara untuk
pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi penderita
penyakit tuberkulosis paru, tidak diperlukan pola diet / makanan khusus yang
harus dimakan , tetapi melihat pola penyakit dan cara pengobatannya maka beberapa
hal yang perlu dilakukan yaitu hentikan merokok dan konsumsi alkohol (Hastari 2015).
Dengan demikian berdasarkan data dan fakta
yang luar biasa tentang penyakit menular tuberkulosis paru seperti yang telah
penulis uraikan diatas maka penulis terarik untuk menulis sebuah Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul " Asuhan Keperawatan Tentang Kebutuhan Nutrisi Pada
Bpk. A dengan Kasus Tuberkulosis Paru di
Ruang Paru Rumah Sakit Umum Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016.
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Nutrisi
1.
Pengertian
Nutrisi
adalah adalah zat gizi yang berada dalam makanan. Gizi adalah substansi
organik dan nonorganik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh
agar dapat berfungsi dengan baik (Ernawati, 2012). Sedangkan menurut Aziz
(2009) Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan
oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan
energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh.
Berdasarkan
pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa kebutuhan nutrisi merupakan
zat yang terkandung di dalam makanan yang dibutuhkan makhluk hidup untuk
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan fungsinya.
2.
Tujuan pemenuhan nutrisi
Menurut
Potter dan Perry (2005) tujuan pemenuhan kebutuhan Nutrisi adalah klien
dengan kekurangan nutisi akan kembali dalam 10% dari rentang berat badan yang
baik (berdasarkan standar rujukan seperti tabel asuransi kehidupan, pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada umumnya juga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang
adekua pada pasien.
3.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan Nutrisi
Menurut
Asmadi (2012), Kebutuhan nutrisi tidak berada dalam kondisi yang menetap. Ada
kalanya kebutuhan nutrisi seseorang meningkat. Begitu pula kebalikannya, kebutuhan
nutrisi seseorang menurun. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kebutuhan
seseorang terhadap nutrisi. Pada bagian ini dikemukakan dua kategori faktor
yaitu faktor yang meningkatkan kebutuhan nutrisi dan faktor yang menurunkan
kebutuhan nutrisi.
Faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan nutrisi antara lain sebagai berikut :
a.
Pertumbuhan yang cepat, seperti bayi, anak–anak, remaja, dan ibu
hamil.
b.
Selama perbaikan jaringan dan pemulihan kesehatan karena proses
suatu penyakit.
c.
Peningkatan suhu tubuh, setiap kenaikan suhu 1o F,
maka kebutuhan kalori meningkat 7%.
d.
Aktivitas yang meningkat.
e.
Stress, sebagian orang akan makan sebagai kompensasi karena
mengalami stress.
f.
Terjadi infeksi.
Faktor yang dapat
menurunkan kebutuhan nutrisi pada penderita tuberkulosis paru antara lain yaitu
: Risiko komplikasi termasuk kematian pada penderita tuberkulosis paru dipengaruhi
oleh status gizi secara individual. Namun status gizi dan
utilisasi/penggunaan zat gizi itu sendiri menjadi terganggu akibat adanya
infeksi. Sesak nafas, batuk, sakit dada dan penurunan nafsu makan pada
penderita tuberkulosis paru juga menambah terjadinya asupan makan dan minum
pasien yang rendah dari kebutuhan.
Sementara
dengan adanya infeksi, kebutuhan zat gizi menjadi meningkat karena tubuh
memerlukan energi untuk kegiatan dasar tubuh dan melawan penyakit itu
sendiri. Adanya ketidak mampuan memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat
inilah yang mengakibatkan tubuh mengalami defisiensi/kekurangan zat gizi
terutama energi dan protein. Karena itu, tubuh menggunakan cadangan tubuhnya.
Itulah yang menyebabkan penurunan berat badan, lemah dan penderita tampak
kurus. Oleh karenanya, kebutuhan bahan makanan yang mengandung antioksidan
seperti vitamin C, vitamin E, karoten dan selenium meningkat. Antioksidan
sangat dibutuhkan untuk melindungi paru dari proses inflammasi akibat asap
rokok dan polutan lainnya yang juga menjadi penyebab dari penyakit tuberkulosis
paru itu sendiri.
4.
Status Nutrisi
Menurut
Tarwoto dan Wartonah (2015), karakteristik status nutrisi ditentukan melalui
adanya indeks massa tubuh (Body mass index-BMI atau Indeks Massa
Tubuh-IMT) dan berat tubuh ideal (ideal body weight-IBW).
a.
Body Mass Index (BMI).
Merupakan
ukuran dari gambaran berat badan sesorang dengan tinggi badan. BMI
dihubungkan dengan penimbunan total lemak dalam tubuh sehingga dapat dipakai
sebagai paduan untuk mengkaji kelebihan berat badan (overweigrht) da
obesitas.
Rumus BMI
diperhitungkan dengan pembagian berat badan (kilogram) per meter kuadrat
(Kg/m2) atau berat badan dalam pons dikalikan konstanta 704,5 di
bagi tinggi badan dalam inci kuadrat.
BB (Kg)
|
atau
|
BB (pon) x 704,5
|
TB (meter)2
|
TB (inci)2
|
b.
Ideal Body Weight (IBW).
Merupakan
perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh yang sehat. Berat badan
ideal adalah jumlah tinggi badan dalam sentimeter dikurangi 100 dan dikurangi
atau ditambah 10% dari jumlah tersebut.
Rumus
IBW diperhitungkan : (TB - 100) ±10%
|
|
5.
Masalah kebutuhan nutrisi
Secara umum,
gangguan kebutuhan nutrisi terdiri atas kekurangan dan kelebihan nutrisi,
obesitas (peningkatan berat badan melebihi berat badan ideal), malnutrisi
(kekurangan nutrisi), diabetes melitus (hiperglikemia), hipertensi
(peningkatan tekanan darah), jantung koroner, kanker, dan anoreksia nervosa
(Aziz 2009)
a. Kekurangan nutrisi
Kekurangan
nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan tidak berpuasa
(normal) atau resiko penurunan berat badan akibat ketidakcukupan asupan
nutrisi untuk kebutuhan metabolisme. Tanda klinis kekurangan nutrisi
diantaranya dalah sebagai berikut; berat badan 10-20% dibawah normal, tinggi
badan dibawah ideal, lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari ukuran
standar, adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot, adanya penurunan albumin
serum, adanya penurunan transferin (Aziz 2009).
b. Kelebihan nutrisi
Kelebihan
nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang yang mempunyai risiko
peningkatan berat badan akibat asupan kebutuhan metabolisme secara
berlebihan. Tanda klinis kelebihan nutrisi diantaranya dalah sebagai berikut;
berat badan lebih dari 10% berat ideal, obesitas (lebih dari 20% berat
ideal), lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita, adanya jumlah asupan yang berlebihan, aktivitas menurun atau menoton
(Aziz 2009).
6. Asuhan Keperawatan Tentang Gangguan Kebutuhan Nutrisi
a. Pengkajian
Pengkajian
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) pada klien dengan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh adalah sebagai berikut :
1) Riwayat keperawatan dan diet
a) Anggaran makan, makan kesukaan, waktu
makan.
b) Apakah ada diet yang dilakukan secara
khusus?
c) Adakah penurunan dan peningkatan berat
badan dan berapa lama periode waktunya?
d) Adakah status fisik pasien yang dapat
meningkatkan diet seperti luka bakar dan demam?
e) Adakah toleransi makan atau minum
tertentu?
2) Faktor yang memengaruhi diet
a) Status kesehatan.
b) Kultur dan kepercayaan.
c) Status social ekonomi.
d) Faktor psikologis.
e) Informasi yang salah tentang makanan
dan cara berdiet.
3) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan fisik : apatis, lesu.
b) Berat badan : obesitas, kurus (underweight).
c) Otot : flaksia atau lemah, tonus
kurang, tenderness, tidak mampu
bekerja.
d) Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, reflex menurun.
e) Fungsi gastrointestinal : anoreksia,
konstipasi, diare, flatulensi, pembesaran liver atau lien.
f)
Kardiovaskuler : denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama
abnormal, tekanan darah rendah atau tinggi.
g) Rambut : kusam, kering, pudar,
kemerahan, tipis, pecah atau patah-patah.
h) Kulit : kering, pucat, iritasi, ptekie,
lemak di subkutan tidak ada.
i)
Bibir : kering, pecah-pecah, bengkak, lesi, stomatitis, membrane
mukosa pucat.
j)
Gusi : pendarahan, peradangan.
k) Lidah : edema, hiperemis.
l)
Gigi : karies, nyeri, kotor.
m) Mata : konjungtiva pucat, kering,
eksoftalmus, tanda-tanda infeksi.
n) Kuku : mudah patah.
o) Pengukuran antropometri :
Berat
badan ideal : (TB-100) ± 10%. Lingkar pergelangan tangan. Lingkar lengan atas
(MAC)
Nilai
normal: Wanita : 28,5 cm, Pria : 28,3 cm
Lipatan
kulit pada otot trsep (TSF)
Nilai normal; Wanita : 16,5 – 18 cm, Pria : 12,5 – 16,5 cm
4) Laboratorium
Menurut
Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien
dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu :
a)
Sputum kulture: untuk memastikan apakah
keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.
b)
Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to
smear of body fluid) : positif untuk BTA.
c)
Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer
patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam
setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya
antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
d)
Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi
kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit kalsium pada lesi primer
yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
e)
Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk
kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M.
Tuberkulosis.
f)
Needle biopsi of lung tissue: positif untuk
granuloma tuberkulosis paru, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan
nekrosis.
g)
Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari
lokasi dan beratnya infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air,
dapat ditemukan pada tuberkulosis paru lanjut kronis.
h)
ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi,
berat, dan sisa kerusakan paru paru.
i)
Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus
untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena tuberkulosis paru.
j)
Darah: leukositosis, LED meningkat.
k)
Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space
meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.
b. Diagnosa keperawatan
Menurut Tarwoto
dan Wartonah (2015) diagnosa keperawatan pada klien dangan masalah kebutuhan
nutrisi adalah sebagai berikut :
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek pengobatan, mual atau muntah,
gangguan intake makanan, radiasi dan kemoterapi, penyakit kronis, diet dan
pembatasan makanan, dan ketidak
mampuan menelan.
2) Ketidakseimbangan nutrisi lebih
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelebihan intake, gaya hidup yang
tidak sehat, perubahan kultur, dan
psikologi untuk konsumsi tinggi kalori.
c. Intervensi dan rasional
Menurut
Tarwoto dan Wartonah (2015) rencana tindakan pada diagnosa kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh adalah sebagai berikut :
Tabel. 2.1. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek pengobatan, mual atau muntah,
gangguan intake makanan, radiasi dan kemoterapi, penyakit kronis, diet dan
pembatasan makanan, dan ketidak
mampuan menelan
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Terjadi
peningkatan berat badan sesuai batasan waktu
Kriteria Hasil :
1.
Penigkatan status nutrisi
2.
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
|
1.
Kaji faktor yang mungkin menjadi penyebab kekurangan nutrisi
2.
Tanyakan kebiasaan makan, pantangan makan, alergi dan jenis
makanan yang disukai
3.
Lakukan pemeriksaan fisik seperti sklera, konjungtiva, kulit
dan tonus otot.
4.
Timbang berat badan setiap hari jika memungkinkan
5.
Kaji intake makan pasien yang disediakan
6.
Kaji bising usus pasien, catat kekuatan dan frekuensi.
7.
Lakukan mobilisasi aktif atau pasif sesuai kemampuan pasien.
8.
Jaga kebersihan lingkungan klien.
9.
Tempatkan benda-benda yang dapat mengurangi selera makan pada
tempat yang sesuai seperti urinal, pispot, dan lain-lain.
10.
Jaga kebersihan badan dan mulut klien
11.
Anjurkan pasien makan dengan porsi yang kecil tetapi sering
sesuai diet yang diberikan
12.
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan kemasan yang menarik
13.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang seuai
14.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian atniemetik,
pemasangan NGT, dan parental nutrisi.
15.
Selingi makan denan minum.
16.
Bantu pasien makan jika pasien tidak makan sendiri
17.
Hindari makan dan minuman yang banyak mengandung gas seperti
kol, apel dan minuman cola.
18.
Berikan umpan balik yang positif terhadap peningkatan asupan
makanan dan peningkatan berat badan.
19.
Jika makanan diberikan melalui NGT, nutrisi diberikan dalam
sekali pemberian tidak lebih dari 400 cc
20.
Atur posisi semi fowler pada saat makan
21.
Jaga kepatenan NGT
22.
Monitor hasil laboratorium seperti gula darah, elektrolit,
albumin, dan hemoglobin.
23.
Berikan pendidikan kesehatan tentang status nutrisi.
|
1.
Banyak faktor
yang mempengaruhi kekurangan nutrisi sehingga identifikasi faktor penyebab menjadi penting.
2.
Data untuk
perencanaan makan pasien
3.
Menentukan
status nutrisi pasien.
4.
Berat badan
merupakan salah satu indikator status nutrisi.
5.
Ketidakseimbangan
nutrisi penyebab utama adalah kekurangan asupan makanan
6.
Bising usus
ditimbulkan karena adanya peristaltik usus.
7.
Latihan dan
mobilisasi dapat meningkatkan peristaltik usus dan mencegah terjadi
konstipasi.
8.
Lingkungan yang
bersih nyaman meningkatkan selera makan
9.
Penempatan
urinal, pispot dilingkungan tempat tidur menguragi nafsu makan.
10.
Menigkatkan
selera makan
11.
Mengurangi rasa
mual dan peningkatan nutrisi
12.
Meningkatkan
selera makan
13.
Merencanakan
jenis, jumlah kalori dan diet yang sesuai kebutuhan pasien.
14.
Mengurangi mual
dan muntah dan memenuhi kebutuhan nutrisi
15.
Bantuan
dibutuhkan jika pasien tidak mampu melakukannya sendiri
16.
Memudahkan
makanan masuk ke lambung
17.
Akumulasi gas
dalam lambung menimbulkan mual dan rasa tidak nyaman
18.
Meningkatkan
rasa kepercayaan optimisme terhadap keberhasilan pasien
19.
Kemampuan yang
ideal kapasitas lambung, mengurangi muntah dan aspirasi
20.
Menghindari
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen
21.
Masalah yang
sering terjadi pada pemberian makan dengan NGT adalah masih adanya sisa
makanan dalam NGT sehingga dapat menimbulkan sumbatan dan makanan menjadi
basi.
22.
Nutrisi yang
kurang dapat menyebabkan anemia, gula darah menurun, albumin menurun, dan
perubahan elektrolit
23.
Menigkatkan
pengetahuan dan motivasi, pasien lebih kooperatif dalam perawatan dirinya
|
2. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelebihan intake, gaya hidup yang tidak
sehat, perubahan kultur, dan
psikologi untuk konsumsi tinggi kalori.
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Teridentifikasinya
kebutuhan nutrisi dan berat badan yang terkontrol
Kriteria
Hasil :
1.
Perencanaan kontrol berat badan untuk yang akan datang.
2.
Tidak terjadinya penurunan berat badan yang berlebihan.
|
1.
Identifikasi
penyebab kelebihan nutrisi
2.
Diskusikan dengan
pasien tentang kelebihan makanan
3.
Lakukan pengukuran BMI
4.
lakukan pengukuran berat badan setiap tiga hari.
5.
Kolaborasi denga tim gizi dalam menentukan program diet yang
sesuai
6.
Ukur asupan makanan dalam 24 jam
7.
Buat program latihan dan olah raga
8.
Hindari makanan yang banyak mengandung lemak
9.
Berikan pendidikan kesehatan tentang program diet yang benar.
|
1.
Informasi awal
dan dasar dalam merencanakan intervensi
2.
Menfasilitasi
pasien menentukan faktor penyebab kelebihan nutrisi dan menyelesaikan
masalah
3.
Menentukan
derajat kelebihan nutrisi
4.
Berat badan
merupakan salah satu indikastor status nutrisi pasien
5.
Gizi yang sesuai
dengan kondisi pasien sangat menentukan status nutrisi pasien.
6.
Menentukan
keseimbangan intake dengan kebutuhan nutrisi pasien .
7.
Aktivitas dan
oleh raga meningkatkan kebutuhan energi
8.
Makanan berlemak
banyak menghasilkan energi
9.
Meningkatkan
pengetahuan, memberikan informasi dan mengurangi komplikasi
|
d. Implementasi
Menurut Carpenito (2009). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan
ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan.
Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan
pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau
status masalah yang telah ada Memberi
pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru
tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat
keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat
rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang
tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau
menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya
sendiri Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali
pilihan yang tersedia.
e.
Evaluasi
Menurut Asmadi (2008)
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari
siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk : Melihat
dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatab belum tercapai.
|
Maaf sebelumnya :
ReplyDelete1. Patofisiologi dan patoflow nya mana?
2. Konsep teori TBC koq g ada?
spy kita paham aja,,,
Trims
mohon maaf sebelumnya.
Deleteini adalah teori khusus yg di khususkan pada saat penyusunan Karya Tulis Ilmiah. sementara untuk teori TB Paru nya, pada saat pengajuan proposal.
sementara itu saya akan share tentang teori TB. Parunya di lain waktu dan tentunya juga dengan referensi terbaru.
Askep Tuberkulosis sudah saya perbaiki dan aaya lengkapi
Delete