Askep Anemia Lengkap
5:34:00 AM
Add Comment
Salah satu dari begitu banyak askep yang dilakukan dan ditulis secara lengkap dalam bentuk naskah laporan oleh perawat yaitu Asuhan Keperawatan Anemia, hal itu untuk menunjang kualitas profesi perawat itu sendiri, selain itu laporan kasus anemia di rumah sakit di seluruh indonesia sangatlah banyak dan sangat diperlukan upaya dari perawat agar meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang lebih spedifik dan mengarah demi tercapainya kesembuhan yang hakiki bagi setiap penderita anemia.
Oleh karena itu asuhan keperawatan dengan pasien anemia dilakukan dengan selalu memperhatikan kestabilan intake nutrisi, mengingat anemia ini dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak, maka sangat bermanfaat apabila asuhan keperawatan yang diberikan dengan sangat profesional dan memperhatikan psiko, sosio dan spiritual pasien.
Askep Anemia Lengkap dari pengertian hingga evaluasi keperawatan :
TINJAUAN
TEORISTIS
KONSEP DASAR
1. Pengertian anemia
Menurut Corwin (2009. Hal 410), Anemia
adalah penurunan kuantitas sel sel darah merah dalam sirkulasi, abnormalitas
kandungan hemoglobin sel darah merah, atau keduanya. Menurut Baughman, (2000. Hal 22) Anemia adalah
keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (HB) atau
hematokrit (HT) dibawah normal.
Menurut Mansjoer (2000. Hal 547) menyatakan
anemia defesiensi besi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan/atau
hitung ertrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila hemoglobin
< 14 g/dl dan hematokrit < 41% pada pria atau hemoglobin < 12 g/dl dan
hematokrit < 37% pada wanita.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas
maka penulis menyimpulkan bahwa anemia adalah Anemia atau kurang darah adalah kondisi di
mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel
darah merah berada di bawah normal.
2. Etiologi Anemia/penyebab anemia
Penyebab Anemia menurut Tarwoto (2008. Hal
36) ialah sebagai berikut:
a.
Genetik;
hemoglobinopati, thalasemia, abnormal enzim glikolitik, fanconi anemia.
b.
Nutrisi;
defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi cobal/vitamin B12,
alkoholis, kekurangan nutrisi/malnutrisi.
c.
Perdarahan.
d.
Immunologi.
e.
Infeksi;
hepatitis, cytomegalovirus, parvovirus, clostridia, sepsis gram negatif,
malaria, toksoplasmosis.
f.
Obat
obatan dan zat kimia; agen chemoterapi, anticonvulsant, antimetabolis, kontra
sepsi, zat kimia toksik.
g.
Trombotik
trombositopenia purpura dan syndrome uremik hemolitik.
h.
Efek
fisik; trauma, luka bakar, gigitan ular.
i.
Penyakit
kronis dan malgna; penyakit ginjal dan hati, infeksi kronis, neoplasma.
3.
Klasifikasi dari Anemia
Menurut Mansjoer (2000. Hal 547) Anemia
terbagi kedalam beberapa kategori yaitu :
a. Anemia mikrositik hipokrom dibagi atas
dua bagian yaitu;
1) Anemia defisiensi besi; Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena
cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang.
2) Anemia penyakit kronis; Penyakit kronis
sering menyebabkan anemia, terutama pada penderita usia lanjut. Keadaan-keadaan
seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan pembentukan sel darah merah di
sumsum tulang. Karena cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan
oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia
penggunaan ulang zat besi
b. Anemia makrositik dibagi kedalam dua
bagian yaitu;
1) Defisiensi vitamin B12; kekurangan
vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
kekurang B12 akibat faktor instrinsik terjadi karena gangguan karena gangguan
absorbsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun. Kekurangan vitamin
B12 karena faktor instrinsik ini tidak dijumpai diindonesia. Yang lebih sering
dijumpai di Indonesia adalah penyebab instrinsik karena kekurangan masukan
vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat.
2) Defisiensi asam folat; asam folat
terutama terdapat dalam daging, susu dan daun daun yang hijau umumnya
berhubungan dengan mal nutrisi.
c. Anemia karena perdarahan; anemia pendarahan
terbagi atas pendarahan akut dan pendarah kronis.
d. Anemia hemolitik; pada anemia hemolitik
terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari) baik sementara atau
terus menerus.
e. Anemia aplastik; terjadi karena ketidak
sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
4.
Patofisiologi Anemia
Menurut Tarwoto (2008. Hal 43),
Patofisiologi pada klien anemia ialah Zat besi masuk dalam tubuh melalui
makanan. Pada jaringan tubuh besi berupa : senyawa fungsional seperti hemoglobin, mioglobin dan enzim–enzim,
senyawa besi transportasi yaitu dalam
bentuk transportasi dan senyawa besi cadangan
seperti ferritin dan hemosiderin. Besi ferri dari makanan akan menjadi
ferro jika dalam keadaan asam dan bersifat mereduksi sehingga mudah untuk
diabsorpsi oleh mukosa usus. Dalam tubuh besi tidak terdapat bebas terapi
berikatan dengan molekul protein menbebtuk ferritin, komponen proteinnya
disebut apoferritin, sedangkan dalam bentuk transport zat besi dalam bentuk
ferro berikatan dengan protein membentuk transferin, komponen proteinnya
disebut apotransferin, dalam darah disebut serotransferin.
Zat besi yang berasal dari makanan
seperti daging, hati, telor, sayuran hiaju dan buah – buahan diabsorpsi di usus
halus. Rata – rata dari makanan yang masuk mengandung 10 – 15 mg zat besi,
tetapi hanya 5 – 10 % yang dapat diabsorpsi. Penyerapan zat besi ini
dipengaruhi oleh faktor adanya protein hewani dan vitamin C. sedangkan yang
menghambat serapan adalah kopi, the, garam kalsium dan magnesium, karena
bersifat mengikat zat besi. Menurut asupan zat besi yang merupakan unsur utama
pembentuk hemoglobin maka kadar/produksi hemoglobin juga akan menurun.
5.
Gambaran klinis Anemia
Tanda dan gejala umum anemia disebabkan
penurunan pengaturan oksigen ke jaringan tubuh dan kerusakan metabolisme serta
peningkatan kebutuhan oksigen pada sistem tubuh. Tanda dan gejala tersebut, di antaranya :
Lemah dan letih. Sesak nafas, terutama adanya usaha napas. Pusing. Takikardia
dan palpitasi. Angina pektoris dan gagal jantung kongestif, terutama pada
lansia. Kulit dan membrane mukosa pucat, terutama membran konjungtiva. Kulit
pucat sangat terlihat pada orang berkulit putih, sedangkan pada individu
berkulit gelap, pucat hanya dapat di identifikasi pada membran mukosa.
Pengaruh, tanda, dan gejala umum lainnya ditentukan oleh jenis anemia tertentu.
Sebagai contoh, kuku ‘’ berbentuk sendok ‘’ pada seseorang yang mengalami
anemia defisiensi zat besi berat (Broker 2009. Hal 122).
6.
Penatalaksanaan Anemia
Menurut Tarwoto (2008 Hal 45), penatalaksanaan
pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini
:
a. Pemberian diet tinggi zat besi.
b. Atasi penyebab seperti cacingan,
pendarahan.
c. Pemberian preparat zat besi seperti
sulfas ferosus ( dosis : 3 x 200 mg ), ferro glukonat 3 x 200 mg / hari.
d. Iron dextran mengadung fe 50 mg / ml
dengan IM, kemudian 100 – 250 mg tiap 1 – 2 hari sampai dosis total sesuai
perhitungan.
e. Pemberian vitamin C ( dosis : 3 x 100 mg
/ hr ).
f. Transfusi darah jika diperlukan.
7.
Pemeriksaan diagnostik Anemia
Menurut Tarwoto (2008. Hal 40), pemeriksaan
laboratorium pada klien dengan anemia adalah sebagai berikut.
a. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya
dari unsur darah ( sel darah merah, sel darah putih dan tronbosit ) dalam
volume darah tertentu, dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter kubik ( mm3
).
b. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan
karakteristik morfologi darah maupun jumlah sel darah.
c. Pengukuran hematokrit ( Hct ) atau
volume sel padat, menunjukkan volume darah lengkap ( sel darah merah ).
Pengukuran ini menunjukkan presentasi sel darah merah dalam darah, dinyatakan
dalam mm3 / 100ml.
d. Mean
Corpuscular Hemoglobin ( MCH ) atau
konsentrasi hemoglobin rata – rata adalah mengukur banyaknya hemoglobin yang
terdapat dalam satu sel darah merah. MCH ditentukan dengan membagi jumlah
hemoglobin dalam 100 ml darah dengan jumlah sel darah per millimeter kubik
darah. Nilai normalnya kira – kira 27 – 31 pikogram / sel darah merah.
e. Mean
Corpuscular volume ( MCV ) atau volume
eritrosit rata – rata merupakan pengukuran besarnya sel yang dinyatakan dalam
micrometer kubik, dengan batas normal 81 – 96 um 3, apabila ukurannya kurang dari
81 mm maka menunjukkan sel – sel mikrositik, apabila lebih besar dari 96
menunjukkan sel – sel makrositik.
f. Mean
Corpuscular Hemoglobin Concentration
( MCHC ) atau konsentrasi hemoglobin eritrosit rata – rata, mengukur banyaknya
hemoglobin dalam 100 ml sel darah merah padat. Normalnya 30-36 g / ml darah.
g. Hitung leukosit adalah jumlah leukosit
dalam 1 mm3 darah.
h. Hitung trombosit adalah jumlah trombosit
dalam 1 mm3 darah.
i. Pemeriksaan pada sumsum tulang yaitu
dengan melakukan aspirasi dan biopsy pada sumsum tulang, biasanya pada sternum,
prosesus spinosus vertebra, Krista iliaka anterior atau posterior. Pemeriksaan
sumsum dilakukan jika tidak cukup data – data yang diperoleh untuk mendiagnosa
penyakit pada sistem hemotologik.
j. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan
untuk mengukur kadar unsur – unsur yang perlu bagi perkembangan sel – sel darah
merah seperti kadar besi ( Fe ) serum, vitamin B12 dan asam folat.
A.
Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Doengoes (2000. Hal 569) asuhan
keperawatan pada klien dengan anemia meliputi pengkajian, diagnosa dan perencanan
adalah sebagai berikut :
1.
Pengkajian Anemia
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise
umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi
terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea
pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang
tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh
tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda
lain yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah
kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat
kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan
diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia;
Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;
takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat
pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar
kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan);
kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA).
Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah
patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah
putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya
mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal
ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah
segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet
protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau
lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
Adanya penurunan berat badan.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut,
pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan
penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah
; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda :
peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP).
Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis
(AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen: sakit kepala
(DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas
pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i.
Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi,
misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita).
Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Pada Penderita Anemia
Perencanaan
dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan, adapun perencanaan
menurut Doengoes (2000. Hal 573) adalah sebagai berikut :
a. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel kemungkinan dibuktikan oleh palpitasi,
angina. Kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan ramput rapuh. Ektremitas
dingin, penurunan haluaran
urine, mual/muntah dan distensi abdomen.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat,
misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Awasi tanda vital kaji pengisian
kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku. Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Intervensi Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi. Rasional : meningkatkan
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan :
kontraindikasi bila ada hipotensi.
Intervensi Awasi upaya pernapasan ; auskultasi
bunyi napas perhatikan bunyi adventisius. Rasional
: dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Intervensi Selidiki keluhan nyeri
dada/palpitasi. Rasional : iskemia
seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Intervensi Hindari penggunaan botol penghangat
atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional : termoreseptor jaringan
dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Intervensi Kolaborasi pengawasan hasil
pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi. Rasional :
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Intervensi Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi. Rasional : memaksimalkan
transport oksigen ke jaringan.
b. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan kemungkinan dibuktikan oleh kelemahan dan kelelahan,
mengeluh penurunan toleransi aktivitas, lebih banyak memerlukan
istirahat/tidur, palpitasi takikardia, peningkatan TD/respon pernapasan dengan
kerja ringan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan
ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : – melaporkan peningkatan toleransi
aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda
intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam
rentang normal.
Intervensi Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan.
Intervensi Kaji kehilangan atau gangguan
keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot. Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi
vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi Observasi tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah aktivitas. Rasional :
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
Intervensi Berikan lingkungan tenang, batasi
pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di
indikasikan. Rasional : meningkatkan
istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan
jantung dan paru.
Intervensi Gunakan teknik menghemat energi,
anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri). Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa
terkontrol.
c. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat badan/berat
badan dibawah normal untuk usia tinggi dan bangun badan, penurunan lipatan
trisep, perubahan pada gusi dan membran mukosa mulut.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan
peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. -
tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan perilaku, perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makan yang disukai. Rasional :
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Intervensi Observasi dan catat masukkan
makanan pasien. Rasional : mengawasi
masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Intervensi Timbang berat badan setiap hari. Rasional : mengawasi penurunan berat
badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Intervensi Berikan makan sedikit dengan
frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan. Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan
mencegah distensi gaster.
Intervensi Observasi dan catat kejadian
mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan. Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada
organ.
Intervensi Berikan dan Bantu hygiene mulut
yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk
penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral
luka. Rasional : meningkatkan nafsu
makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan
kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Intervensi Kolaborasi pada ahli gizi untuk
rencana diet. Rasional : membantu
dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Intervensi Kolaborasi ; pantau hasil
pemeriksaan laboraturium. Rasional : meningkatakan
efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi Kolaborasi ; berikan obat sesuai
indikasi. Rasional : kebutuhan
penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang
buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
d. Risiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas
kulit.
Kriteria hasil : mengidentifikasi factor
risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.
Intervensi Kaji integritas kulit, catat
perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. Rasional : kondisi kulit dipengaruhi
oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan
cenderung untuk infeksi dan rusak.
Intervensi Reposisi secara periodic dan pijat
permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. Rasional : meningkatkan sirkulasi
kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Intervensi Anjurkan pemukaan kulit kering dan
bersih. Batasi penggunaan sabun. Rasional
: area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Intervensi Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional : meningkatkan sirkulasi
jaringan, mencegah stasis.
Intervensi Gunakan alat pelindung, misalnya
kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan
bantal sesuai indikasi. (kolaborasi) Rasional
: menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.
e. Konstipasi
atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat kemungkinan dibuktikan oleh perubahan
pada frekuensi karaktristik dan jumlah feses, mual/ muntah dan penurunan napsu makan, gangguan bunyi
usus.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari
fungsi usus.
Kriteria hasil : menunjukkan perubahan perilaku/pola
hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.
Intervensi Observasi warna feses, konsistensi,
frekuensi dan jumlah. Rasional :
membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Intervensi Auskultasi bunyi usus. Rasional : bunyi usus secara umum
meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Intervensi Awasi intake dan output (makanan dan
cairan). Rasional : dapat
mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam
pengidentifikasi defisiensi diet.
Intervensi Dorong masukkan cairan 2500-3000
ml/hari dalam toleransi jantung. Rasional
: membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan
membantu memperthankan status hidrasi pada diare.
Intervensi Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional : menurunkan distress gastric
dan distensi abdomen Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan
kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Intervensi Lakukan perawatan perianal setiap
defekasi bila terjadi diare. Rasional :
mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi Kolaborasi ahli gizi untuk diet
siembang dengan tinggi serat dan bulk. Rasional
: serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya
sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang
bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Intervensi Berikan pelembek feses, stimulant
ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan.
(kolaborasi) Rasional : mempermudah
defekasi bila konstipasi terjadi.
Intervensi Berikan obat antidiare, misalnya
Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air,
misalnya Metamucil. (kolaborasi). Rasional
: menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. .
f. Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk
mencegah/menurunkan risiko infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas
drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi Tingkatkan cuci tangan yang baik ;
oleh pemberi perawatan dan pasien. Rasional
: mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan
anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Intervensi Pertahankan teknik aseptic ketat
pada prosedur/perawatan luka. Rasional :
menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi Berikan perawatan kulit, perianal
dan oral dengan cermat. Rasional :
menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi Motivasi perubahan posisi/ambulasi
yang sering, latihan batuk dan napas dalam. Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu
memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
Intervensi : Tingkatkan masukkan cairan
adekuat. Rasional : membantu dalam
pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis
cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Intervensi Pantau/batasi pengunjung. Berikan
isolasi bila memungkinkan. Rasional :
membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada
anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Intervensi Pantau suhu tubuh. Catat adanya
menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
Intervensi Amati eritema/cairan luka. Rasional : indikator infeksi lokal.
Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Intervensi Ambil specimen untuk
kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen
khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
Intervensi Berikan antiseptic topical ;
antibiotic sistemik (kolaborasi). Rasional
: mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau
untuk pengobatan proses infeksi local.
g. Kurang
pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi kemungkinan dibuktikan oleh pertanyaan
meminta informasi, pernyataan salah persepsi, tidak akurat mengikuti instruksi,
terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami
tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya
proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit. Mengidentifikasi factor penyebab.
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi Berikan informasi tentang anemia
spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya
anemia. Rasional : memberikan dasar
pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan
ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Intervensi Tinjau tujuan dan persiapan untuk
pemeriksaan diagnostic. Rasional :
ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya
meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Intervensi Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya. Rasional :
megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Intervensi Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang,
klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Intervensi Anjurkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan diet makanan nya. Rasional
: diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Intervensi Minta klien dan keluarga mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan. Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
3.
Implementasi keperawatan
pada anemia
Menurut Carpenito (2009. Hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan
ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan.
Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan
pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status
masalah yang telah ada Memberi
pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru
tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat
keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat
rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau
menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri,
membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang
tersedia.
4. Evaluasi pada kasus anemia
Menurut Asmadi (2008. Hal 178) Evaluasi adalah tahap akhir
dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil,
klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang
(reassessment). Secara umum, evaluasi
ditunjukkan untuk : Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatab belum tercapai.
Daftar Pustaka Askep
Anemia
Asmadi (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC
Baughman, D. C., & Hckley, J.C. (2000) Keperawatan Medikal-Bedah : alih bahasa : yasmin asih. Editor : Monica Ester. Jakarta : EGC.
Brasher, V, (2008). Aplikasi klinis patofisiologi. Alih bahasa : Kuncara. Jakarta : EGC.
Broker, C. (2009) Ensiklopedia Keperawatan. Editor edisi bahasa Indonesia Estu Tiar. Jakarta : EGC.
Carpenito, L.J. (2009) Diagnosis Keperawatan: aplikasi pada praktik klinis. Edisi ke Sembilan. Jakarta :EGC
Corwin, E.J, (2009) Buku Saku Patofisiologi, Edisi Ke 3. Jakarta : EGC
Doengoes E. M. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta :EGC
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid Satu. Jakarta :Media
Aesculapius
Riskesdas (2008). Riset kesehatan dasar laporan nasional.
0 Response to "Askep Anemia Lengkap"
Post a Comment