-->

Tugas Akhir Tahun 2013 dulu : ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS ASFIKSIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS ASFIKSIA| Sementara sekarang pada lagi sibuk nyusun tugas akhir nya, dan susah mendapatkan referensinya, maka admin sedang sangat berbaik hati untuk membagikan mantan tugas kuliah admin dulu. yang berkaitan dengan Asfiksia, materi yang saya bagikan kali ini sangat komplit, yang terdiri dari Latar Belakang, Tinjauan Teoritis, Tinjauan Kasus, Pembahasan, Penutup, dan Ikut serta juga Daftar Pustakanya.

Adapun demikian alangkah baiknya, buat adek-adek semua untuk jangan lupa kembali membuka buku-buku yang berkaitan, setidaknya untuk cek aja, biar yang cipta buku gak kerugian dengan adanya wadah internet seperti sekarang ini.

dan semoga bermanfaat......

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH)  dan Angka Kematian Bayi (AKB)  menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015, perlu upaya percepatan yang lebih besar dan kerja keras karena kondisi saat ini, AKI 307 per 100.000 KH dan AKB 34 per 1.000 KH penyebab langsung kematian kekurangan oksigen (asfiksia) dan Bayi Berat Lahir Rendah (Kemenkes RI, 2010).
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir (Wiknjosastro, 1999. Hal 709).
Menurut WHO tahun 2005 setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia neonatorum (27%).
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%).
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh tahun 2010 angka kematian bayi di Aceh berkisar 37/ 1.000 kelahiran hidup, dengan jumlah kematian neonatal 655 jiwa. Penyebab kematian karena asfiksia sebanyak 180 jiwa, BBLR sebanyak 178 jiwa, infeksi sebanyak 14 jiwa, tetanus sebanyak 4 jiwa dan lain-lain 279 jiwa. Data dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Pemerintah Aceh tahun 2010, jumlah kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sebanyak 62 kasus, dan jumlah kematian bayi karena asfiksia dan komplikasi lainnya sebanyak 10 jiwa.
Berdasarkan data yang diambil dari catatan medical record pada Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara diketahui bahwa klien yang dirawat sejak bulan Juni 2010 sampai dengan Mei 2011 sebanyak 10.988 klien yang dirawat diantaranya sebanyak 130 (1,18%) menderita asfiksia Bayi yang lahir dengan Asfiksia, dan dari bulan juni 2011 sampai dengan Mei 2012 sebanyak 12.058 klien yang di rawat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara dan diantaranya sebanyak 269 (2,23%) menderita asfiksia.
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi baru lahir dan mengatasi gejala sisa yang mungkin timbul dikemudian hari.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan yang penulis wujudkan dalam bentuk karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada By. Y Dengan Asfiksia Di Ruang Perawatan Perinatolgi Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara”.

B.       Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan pada klien By. Y dengan Asfiksia.
2.    Tujuan Khusus
a.    Dapat melakukan pengkajian secara komperahensif pada klien By. Y dengan Asfiksia.
b.    Dapat menentukan dan mengidentifikasi masalah serta menentukan diagnosa keperawatan baik aktual, resiko, potensial, sejahtera dan sindrom yang akan muncul pada klien By. Y dengan Asfiksia.
c.    Dapat merumuskan perencanaan asuhan keperawatan pada klien By. Y dengan Asfiksia.
d.   Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana asuahan keperawatan yang telah direncanakan pada klien By. Y dengan Asfiksia.
e.    Dapat melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien By. Y dengan Asfiksia.
f.     Dapat melakukan pendokumentasiaan proses keperawatan pada klien dengan pada klien By. Y dengan Asfiksia.

C.      Metode penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu menguraikan data secara nyata dan objektif dengan cara mengumpulkan data, menganalisa data, mendiagnosa masalah, memecahkan masalah dan mengevaluasi masalah yang telah diatasi. metode ini dilakukan penulis meliputi:
Study kepustakaan ini dilakukan dengan cara mempelajari dan memahami literatur-literatur yang bersifat teoritis berdasarkan pendapat ahli yang ada kaitannya dengan judul yang penulis bahas
2.         Study kasus (Field research)
Dalam kasus ini penulis langsung mengamati, mempelajari, dan melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien By. Y dengan Asfiksia diruang Perawatan Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara, dengan cara :
a.    Wawancara
Mengadakan wawancara baik secara auto anamnese maupun allow anamnese pada klien, keluarga, perawat ruangan dan tenaga medis lainnya yang ikut berpartisipasi dalam proses perawatan pada klien.

b.    Pengamatan
Pengamatan terhadap pelaksanaan keperawatan pada klien By. Y dengan Asfiksia selama dirawat.
c.    Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pada tahap pengkajian dilakukan pemeriksaan fisik yang mengacu pada format pengkajian sesuai standart akademik, sedangkan untuk mendapatkan data pemeriksaan penunjang berupa hasil pemeriksaan laboratorium, penulis menggunakan catatan yang ada dalam status klien.
d.   Dokumentasi
Pendokumentasian setiap tahap dari proses keperawatan yang dilakukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan menggunakan format sesuai standart akademik dalam karya tulis ini.

D.      Sitematika penulisan
Karya tulis ini penulis susun secara sistematis dalam 5 bab sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan teoristis, bab ini menjelaskan tentang kosep dasar, meliputi pengertian, etiologi, klasifikasi asfiksia, Patofisiologi, tanda dan gejala, Penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi.
Bab III : Tinjauan kasus, bab ini menjelaskan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan klien By. Y dengan Asfiksia diruang perawatan Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara.
Bab IV : Pembahasan, berisi penjelasan tentang kesenjangan antara teori dan fakta.
Bab V : Penutup, merumuskan kesimpulan dan saran-saran yang dianggap relavan dalam rangka pemecahan masalah.
Pada akhir karya tulis ini penulis mencantumkan juga daftar pustaka, biodata dan surat izin pengambilan kasus.






BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.  Konsep dasar
1.    Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir dan keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis (Hidayat, 2008.hal 128).
Asfiksia adalah kurangnya oksigen yang mencapai otak sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran dan jika tidak di lakukan penanganan yang efektif, pada akhirnya menyebabkan kematian ( Broker, 2008. Hal 31).
Berdasarkan pengertian yang telah penulis paparkan diatas penullis dapat mengambil kesimpulan bahwa asfiksia adalah kurangnya suplai oksigen yang mencapai otak, sehingga bayi tidak dapat bernapas dengan spontan dan tidak teratur segera setelah lahir.

2.    Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya (1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gagngguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus; (2) pada ibu yang kehamilannya beresiko; (3) faktor plasenta, seperti seperti janin dengan solusio plasenta; (4) faktor janin itu sendiri, seperti kajadian kelainan pada tali pusat, seperti tali pusat menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir; (5) faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu (Hidayat,2008.hal 128).

3.    Klasifikasi asfiksia neonatorum
Menurut Mochtar, (1998. Hal 430) asfiksia pada neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
a.    Asfiksi berat (Nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktiv, dan pemberian Oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan; dan cairan glukosa 40% 1-2 ml per kg berta badan, diberikan via vena umbilicus.
b.    Asfiksia ringan sedang (Nilai APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat benafas normal kembali.
c.    Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai APGAR 7-9)
d.   Bayi normal dengan nilai apgar 10.

4.    Patofisiologi
Menurut Mochtar, (1998. Hal 428) patofisiologi pada asfiksia neonatus, Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

5.    Tanda Dan Gejala
Gejala asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, sianosis dan nadi ccepat (Ilyas, J. 1994. Hal 78).

6.    Penatalaksanaan
Menurut Hidayat, A. (2008.hal 128) Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah sebagai beriku :
a.       Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sistem jantung dan paru dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
b.      Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses oksigenisasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik.
Meururut Mochtar, R (1998. Hal 429) penatalaksanaan pada asfiksia neonatorum ialah sebagai berikut:
a.    Jangan dibiarkan bayi kedinginan (balut dengan kain), bersihkan mulut dan jalan napas.
b.    Lakukan resusitasi (respirasi artifisialis) dengan alat yang dimasukkan kedalam mulut untuk mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg. Dapat juga dilakukan mounth to mouth respiration, heart massage (masase jantung), atau menekan dan melepaskan dada bayi.
Pemberian O2 harus hati-hati, terutama pada bayi premature. Bisa menyebabkan lenticular fibrosis oleh pemberian O2 dalam konsentrasi lebih dari 35% dan lebih dari 24 jam, sehingga bayi menjadi buta.
c.    Gejala pendarahan otak biasanya timbul pada bebetapa hari post partum, jadi kepala dapat direndahkan supaya lender yang menyumbat pernapasan keluar,
d.   Pemberian coramine, lobeline, sekarang tidak dilakukan lagi.
e.    Kalau ada dugaan perdarahan otak berikan injeksi vit K1-2mg.
f.     Berikan transfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa.

B.  Asuhan keperawatan
Adapun pengkajian pada bayi dengan asfiksia menurut Stright, (2005. Hal 321) ialah sebagai berikut.
1.      Pengkajian
a.       Dapatkan deskripsi tentang gejala, meliputi awitan, durasi, lokasi dan faktor-faktor pencetus. Tanda dan gejala utama dapat mencakup:
1)      Masalah-masalah yang diidentifikasi selama kehamilan( kemungkinan defek lahir)
2)      Gawat napas
3)      Termoregulasi tidak efektif
4)      Infeksi ibu atau neonatus
5)      Kesulitan kardiovaskular pada neonatus (sirkulasi janin persisten, nilai APGAR rendah)
6)      Ketidakmampuan untuk mengambil dan menerima cairan (missalnya, ASI, air, atau formula)
7)      Hipoglikemia neonates, hiperbillirubinemia, anemia, warna kulit pucat sampai biru, anoreksia, dan kegagalan untuk tumbuh.
b.      Gali riwayat personal dan keluarga apakah mempunyai faktor faktor resiko terhadap komplikasi neonates.
1)      Faktor faktor personal meliputi;
a)      Penggunaan alkohol. Oleh karena jumlah penggunaan alkohol yang aman tetap tidak diketahui, bayi baru lahir dari ibu yang minum alcohol beresiko menderita sindrom alkohol janin.
b)      Penyalah guanaan zat ( misalnya, narkotika, kokain, nikotin). Bayi baru lahir dari ibu yang tergantung pada zat yang diresepkan atau yang tidak diresepkan dapat mengalami komplikasi.
c)      Nutrisi ibu buruk
2)      Faktor-faktor keluarga, meliputi usia, riwayat medis (misalnya, diabetes atau masalah jantung), riwayat genetik, riwayat obstetrik, awitan dan durasi prenatal, dan pilihan gaya hidup.
a)      Pengkajian prilaku seharusnya mencakup observasi pada ikatan ibu-bayi, kegiatan perawatan oleh ibu, dan perhatian untuk kesejahteraan bayi.
Pemeriksaan fisik
a.       Tanda-tanda vital biasanya dipantau terus menerus.
1)      Letakkan bayi dalam penghangat (pasang skin probe pada abdomen neonates).
2)      Pantau bayi dengan monitor apnea.
3)      Pantau bayi dengan monitor tekanan darah.
4)      Ukur berate badan bayi setiap hari.
5)      Ukur panjang bayingkar dada, dan lingkar dada, lingkar kepala.
b.      Inspeksi
1)      Inspeksi dada dan abdomen bayi apakah ada pola pernapasan yang tidak teratur dan penggunaan otot-otot tambahan.
2)      Inspeksi perubahan warna kulit bayi (ikterus, sianosis, dan bercak)
3)      Periksa urine dan defekasi pada popok.
c.       Palpasi
1)      Palpasi ubun-ubun untuk mengukur kelebihan atau kekurangan cairan.
2)      Palpasi selaput mucus pada mulut untuk mengukur status hidrasi bayi.
d.      Auskultasi
1)      Hitung denyut jantung apeks.
2)      Denagarkan suara napas untuk mengidentifikasi bunyi abnormal (misalnya, mengi, ronchi basah, ronki kering, dan grunting)
3)      Dengarkan bising usus untuk memvalidasi fungsinya.
Uji laboratorium dan pemeriksaan diagnostik
a.       Hitung darah lengkap (hematokrit) digunakan untuk mendeteksi anemia.
b.      Uji glukosa darah digunakan untuk menentukan kemampuan neonates mengatur metabolisme glukosa.
c.       Pemeriksaan elektrolit serum digunakan untuk memastikan asupan cairan yang adekuat dan status asam basa.
d.      Serum bilirubin, kadar bilirubin inderek, diperiksa untuk mengukur laju pemecahan sel sel darah merah.
e.       Sinar X digunakan untuk menunjukkan area infiltrasi atau konsolidasi pada paru, atau untuk memastikan apakah ada enterokolitis nekrotikans.
f.       Pemeriksaan gas darah arteri digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan status asam basa.
g.      Pulse Oximetry digunakan untuk mengukur saturasi oksigen.
2.      Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien dengan asfiksia menurut Doengoes, (2000, hal 156) adalah sebagai berikut :
a.         Takefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, bronkospasme, sekresi tertahan, tebal, kelemahan. Ditandai oleh peryataan kesulitan bernapas.
b.        Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme kerusakan alveoli) ditandai dengan dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan membuang sekret.
c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek samping obat, anoreksia, mual/muntah, ditandai dengan penurunan berat badan.
d.        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidakadekuatnya pertahan utama, tidak adekuatnya imunitas.
e.         Kurang pengetahuan, kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan pertanyaan tentang informasi.


3.      Perencanaan keperawatan
Adapun Perencanaan berdasarkan diagnosa yang timbul pada klien dengan asfiksia menurut Doengoes, (2000, hal 156) ialah sebagai berikut.
a.         Takefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret, bronkospasme, sekresi tertahan, tebal, kelemahan. Tujuan : Mempertahankan jalan nafas pasien. Mengeluarkan secret tanpa bantuan. Kriteria hasil : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi napas. Mis : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi/Rasional
Intervensi: Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis mengi, krekels, ronki. Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis; penyebaran, krekels basah (bronkitis) : bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (empisema) : atau adanya bunyi napas (asma berat). Intervensi: Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi ekspirasi. Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya dproses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang dibanding inspirasi. Intervensi: Catat adanya/derajat dispnea, mis. Keluhan ”lapar udara” gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis infeksi, reaksi alergi. Intervensi: Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis. Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Intervensi: Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis : debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut. Intervensi: Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir. Rasional : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Intervensi: Obsevasi karakteristik batuk, mis : menetap, batuk pendek, basah. Rasional : batuk dapat menetap tetapi efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Intervensi: Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
b.        Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme kerusakan alveoli) ditandai dengan dispnea, bingung, gelisah, ketidakmampuan membuang secret. Tujuan : tanda-tanda vital normal. Kriteria hasil : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas dari geja distre pernapasan.
Intervensi/Rasional
Intervensi: Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit. Intervensi: tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas, dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhanindividu. Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas. Intervensi: Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Rasional : sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga), keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. Intervensi: Dorong mengeluarkan sputum : penghisapan bila diindikasikan. Rasional : kental. Tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Intervensi: Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi napas tambahan. Rasional : bunyi napas mungkin reduk karena penurunan aliran udara atau konsolidasi. Intervensi: Palpasi fremitus. Rasional : penurunan getaran fibrasi diduga ada opengumpulan cairan atau udara terjebak. Intervensi: Awasi tingkat kesadaran/status mental, selidiki adanya perubahan. Rasional : gelisah dan ansietas adalah manifestasi klinis umum pada hipoksemia, GDA memburuk disertai bingung. Intervensi: Evaluasi tingkat toleransi aktifitas, berikan lingkungan tenang dan kalem, batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur dikursi selama fase akut. Rasional : selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktivitas. Intervensi: Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung. Rasional : takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek samping obat, anoreksia, mual/muntah. Ditandai dengan penurunan berat badan. Tujuan : berat badan dalam rentang normal. Menunjukkan perubahan perilaku pola hidup. Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi/Rasional :
Intervensi: Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan ukur tubuh. Rasional : pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Intervensi: Auskultasi bunyi usus. Rasional : penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi. Intervensi: Berikan perawatan oral aktifitas, dan hipoksemia. Rasional : rasa tak enak, baud an penampilan adalah pencegah utama nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah istirahat semalam 1 jam sebelum makan. Intervensi: Hindari makanan penghasil gas dan minum karbonat. Rasional : dapat menghasilkan dispense abdomen yang menggangu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. Intervensi: Hindari makan yang sangat panas atau sangat dingin. Intervensi: timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evauasi keadekuatan rencana nutrisi.
d.        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidakadekuatnya pertahan utama, tidak adekuatnya imunitas. Tujuan : mengerti pemahamn penyebab/factor resiko infeksi, melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi/Rasional
Intervensi: Awasi suhu. Rasional : demam dapat terjadi karena dan/atau dehidrasi. Kaji pentingnya latihan jalan napas, abtuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan adekuat. Rasional : aktifitas ini meningkatkan pengeluaran secret untuk menurnukan resiko terjadinya infeksi peru. Intervensi: Observasi warna, karakter, bau sputum. Rasional : secret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru. Intervensi: dapat menunjukan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Rasional : mencegah penyebaran pathogen melalu cairan. Intervensi: Awasi pengungjung berikan masker sesuai dengan indikasi. Rasional : menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius. Intervensi: Dorong keseimbangan antara aktifitas dengan istirahat. Rasional : menurut konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi. Intervensi: Diskusikan kebutuhan masukan aktivitas nutrisi adekuat. Rasional : malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.         Kurang pengetahuan, kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : mampu pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan. Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi/Rasional
Intervensi: Jelaskan penjelasan proses penyakit individu, dorong orang terdekat untuk menyatakan pertanyaan. Rasional : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. Intervensi: Instruksikan untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. Rasional : napas bibir dan napas abdominal/disfragmatik individu arti untuk mengontrol dispnea, altihan kondisi umu meningkat toleransi akitivtas. Intervensi: Diskusikan obat pernapasan, efek samping , dan reaksi yang tak diinginkan. Rasional : pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat. Intervensi: Tinjukkan tehnik penggunaan dosis inhaler seperti bagaimana memegang, interval semprotan 2-5 menit, bersihkan inhalel. Rasional : pemberin yang tepat obat meningkatkan penggunaan dan keefektifan. System alat untuk mencatat obat interminten/penggunaan dosis dari obat kalau perlu. Intervensi: Anjurkan menghindari agen sedative antiansieta kecuali diresepkan diberikan oleh dokter mengobati kondisi pernapasan. Rasional : meskipun pasien mungkin gugup dan merasa perlu sedative ini. Intervensi: Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi. Rasional : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut. Intervensi: Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif. Rasional : menurunkan pemajan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas. Intervensi: Diskusikan factor individu yang meningkatkan kondisi mis. Udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem serbuk. Rasional : factor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronchial, produksi secret dan tambahan jalan napas. Intervensi: Kaji efek bahaya meroko dan nesehatkan menghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat. Rasional : penghentian merokok dapat memperlambat kemajuan PPOM. Intervensi: Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan. Rasional : mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan pasien untuk membuat pilihan/keputusan informasi untuk menurunkan dispnea. Intervensi: Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medic, foto dada periodic. Rasional : pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi. Intervensi: Kaji kebutuhan oksigen untuk pasien yang pulang dengan oksigen tambahan. Rasional : menurnkan resiko kesalahan penggunaan dan komplikasi lanjut. Intervensi: Anjurkan pasien terdekat dalam penggunaan oksigen aman. Rasional : pasien ini dan orang terdekatnya dapat mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain sesuai dengan penerimaan dengan penyakit kronis yang mempunyai dampak pada pola hidup mereka. Intervensi: Rujuk untuk evaluasi keperawatan dirumah bila diindikasikan, berikan rencana pengkajian detail dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang dari perawatan akut. Rasional : memberikan kelanjutan perawatan, dapat membantu menurnukan frekuensi perawatan dirumah sakit.

4.      Implementasi
Menurut Carpenito (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada
a.    Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b.    Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada
c.    Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d.   Membantu klien membuat keputusan tentang layanan kesehatannya sendiri
e.    Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
f.     Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
g.    Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
h.    Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.

2.    Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A. Hal 124).






BAB III
TINJAUAN KASUS
Tinjauan kasus merupakan gambaran Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada pasien By. Y dengan asfiksia diruang perawatan perinatologi rumah sakit umum daerah cut meutia, dimulai tanggal 20 juni 2012 sampai dengan 22 juni 2012 melalui pendekatan proses keperawatan yang dilakukan melalui tahap – tahap sebagai berikut :

A.  Pengkajian
1.        Identitas bayi
Bayi lahir pada tanggal 20 juni 2012 dan diindikasikan untuk dirawat di ruang perinatologi, Bernama By. Y, Berumur 1 hari, Jenis Kelamin Laki – Laki, Alamat Bayi Desa Alue Awe, No. Register 01.88.98.
Nama Ayah Tn.M, umur 37 tahun, agama islam, pendidikan SMA, pekerjaan wiraswasta,
Nama Ibu Ny. Y, umur 32 tahun, agama islam, pendidikan SMA, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga.

2.        Keluhan Utama
Bayi setelah lahir tidak langsung menangis dan tidak segera bernapas spontan dan teratur dengan frekuensi napas 48 kali/menit. warna kulitnya kemerahan dan ekstremitas bawah biru.


3.        Riwayat Penyakit Sekarang
By. R lahir pada pukul 07:00 wib dengan kelahiran partus normal. Setelah lahir nilai APGAR SKORE menit pertama 6 dan menit ke 5 nilai APGAR SKORE 7, bayi tidak langsung menangis dan tidak bisa bernapas secara spontan sejak lahir, adanya retraksi iga, warna kulit kemerahan dan ekstremitas bawah kebiruan sejak lahir. Temp 37,50C, RR 48 x/m, Pols 110 x/m dan O2 terpasang 2 liter, dan bayi segera dirawat diruangan perinatologi
4.        Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Tidak ada riwayat bayi sebelumnya atau bayi sudah tidak mengalami kelainan saat dalam kandungan, dan setelah lahir bayi mengalami asfiksia.
5.        Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang pernah lahir dengan komplikasi asfiksia.
6.        Riwayat Kehamilan Keluarga
Pranatal : Selama hamil ibu pasien pernah megalami sesak napas, sering pusing-pusing dan muntah – muntah pada umur kehamilan 1 sampai 3 bulan.
Natal / Lahir : Bayi Lahir 39 Minggu, Lahir normal dan persalinan di tolong oleh Bidan di RS Cut Meutia , dengan Berat Badan waktu lahir 2500 gr, ada penyulit kelahiran sperti lilitan tali pusat pada leher bayi.
Post Natal : Bayi lahir tidak langsung menangis, tidak segera bernapas spontan dan teratur, dengan frekuensi 48 kali/menit, adanya lendir dihidung dan mulut. Pols 110x/menit, Seluruh tubuh merah dengan ekstremitas bawah biru, Bayi dibungkus dengan kain kering dan bersih, terpasang oksigen dengan volume 2 liter/menit, Apgar Score 6/7, reflek menghisap bayi saat lahir sangat lemah.
Adapun nilai APGAR SCORE adalah sebagai berikut :
No
Aspek yang dinilai
Score menit ke
KET
1
5
1.
2.
3.
4.
5.
warna kulit
denyut nadi
reflek
tonus otot
pernapasan
1
2
1
1
1
1
2
2
1
1
JUMLAH
6
7
6/7

7.        Pola Kebutuhan Sehari – hari
a.    Nutrisi
Jenis susu yang diberikan kepada klien adalah ASI 20cc/3 jam dengan cara melalui dot bayi, reaksi bayi saat minum susu dengan reflex menghisap lemah dan sering melepaskan dot dari mulutnya, klien belum mendapatkan makanan tambahan. pemenuhan cairan melalui parenteral infus dextrose 5% 10 tts/menit (micro).
b.   Eliminasi
Pasien sudah BAK namun frekuensinya tidak dapat terdeteksi karena klien dipakaikan pampers bayi dan sudah diganti satu kali ketika dilakukan pengkajian dan belum BAB selama setelah lahir sampai dilakukan pengkajian diruang perinatologi pada pukul 08:00 Wib tanggal 20 juni 2012.


c.    Istirahat dan tidur
Klien di rawat dalam incubator dengan suhu inkubator 360C. Dan terpasang O2 2liter/menit.
d.   Kebersihan perorangan
Pasien belum dimandikan ketika di lakukan pengkajian, namun klien hanya dibersihkan dengan menggunakan tisu yang lembab (tisu khusus untuk neonatus).

8.        Pengkajian Perkembangan
a.    Motorik Kasar
Gerakan badan klien masih sangat lemah, juga belum bisa menggerakkan tangan dan kaki.
b.   Motorik Halus
Mata masih tertutup atau belum membuka, pegangan sangat lemah.
c.    Bahasa
Klien menangis pada saat lapar dan pada saat BAB dan BAK.

9.        Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar Hepatitis B diberikan segera setelah lahir oleh petugas di ruang bersalin.

10.    Pemeriksaan Fisik
a.    Ukuran pertumbuhan
BB 2500 gr, PB 43cm, LK 32 Cm dan LD 32 Cm, LLA 14 cm, LP 30.

b.   Tanda vital
Temp 37,50C , RR 48 x/m dan Pols 110 x/m.
c.    Pemeriksaan Umum
Rambut : Warna rambut klien hitam, keutuhan rambut tidak mudah dicabut, distribusi rambut merata dan kulit kepala bersih. Mata :, kelopak mata masih tertutup atau belum membuka, Hidung : sulit/sukar bernapas, respirasi 48 x/m dan tidak teratur, O2 terpasang 2liter/m. Mulut : bibir kering, lidah bersih tidak ada kelainan. Telinga : simetris, letaknya normal tidak ada kelainan dan tidak ada benjolan, membran telinga berwarna abu abu mengkilap seperti mutiara dan secret tidak ada, serta daun telinga normal. Leher : gerakan leher lemah tidak adanya pembengkakan kelenjar getah bening dan tumor. Dada : lingkar dada 32 cm adanya retraksi iga dan bentuknya simetris. Paru – paru : pola pernafasan tidak teratur dan frekwensi pernafasan 48 x/m. Hepar : tidak adanya pembesaran dibawah iga ke 12 . Kelenjar limpa : normal tidak adanya pembesaran. Ginjal : tidak dapat diraba. Perut : simetris, kembung, bising usus 4-5 x/m dan tidak adanya ascites. Kulit : warna kulit kuning langsat, turgor normal. Kuku : bentuk kuku simetris dan agak pucat/sianosis. Punggung : simetris dan tidak terdapat tumor. Ekstremitas atas dan bawah : kekuatan otot lemah ekstermitas bawah berwarna biru. Genetalia : tidak adanya kelainan pada penis. Anus : tidak adanya pendarahan, posisi anus normal.


11.    Pemeriksaan saraf
Reflek fisiologi : reflek abdomen normal, reflek menghisap lemah, reflek bersin normal.

12.    Penatalaksanaan / terapi obat
infus dextrose 5% 10 tts/m mikro, O2 terpasang, injeksi cefotaxime 150mg/12 jam, injeksi dexametazone ¼ ampul/12 jam.
13.    Pemeriksaaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium.
ANALISA DATA:
1.      Data Subjectif : Ibu mengatakan bayinya tidak segera bernapas dan tidak menangis segera setelah lahir. Data Objectif : Pernafasan tidak teratur, sulit/sukar bernapas, adanya retraksi iga, Temp 37,50C , RR 48 x/m dan Pols 110 x/m, O2 terpasang 2 liter/menit, extremitas bawah kebiruan, perawatan dalam inkubator dengan suhu inkubator 360C, APGAR SKORE 6/7. Masalah : pola pernapasan tidak efektif. Penyebab : gangguan suplai oksigen.
2.      Data Subjektif : -, Data Objektif : Reflek menghisap lemah, jenis susu ASI 20cc/3 jam melalu dot bayi, infus dextrose 5% 10 tts/m mikro, gerakan badan klien lemah, ektremitas atas dan bawah belum bisa digerakkan, bising usus 4-5 x/m, BB 2500 gr, PB 43cm, LK 32 Cm dan LD 32 Cm, LLA 14 cm, LP 30. Masalah : resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Penyebab : reflek menghisap lemah.
3.      Data subjektif : orang tua klien mengatakan tidak tahu akan penyakit yang diderita anaknya Data Objectif : orang tua klien sering menjenguk bayi nya yang sedang dirawat. Masalah :Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan Penyebab : kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.

B.  Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dipereolah dari hasil pengkajian pada tanggal 20 juni 2012 adalah sebagai berikut :
1.    Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
2.    Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan relek menghisap lemah.
3.    Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.

C.  Rencana Asuhan Keperawatan
Adapun rencana asuhan keperawatan yang pernulis tegakkan pada klien. Nama By. Y Umur 1 hari, Sex laki – laki, Agama islam, Alamat Alue awe kabupaten aceh utara, diagnosa medis Asfiksia.
1.      Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas pasien, tanda-tanda vital normal. Kriteria hasil : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi napas, menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi.
Intervensi/Rasional
Intervensi: Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis mengi, krekels, ronki. Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis penyebaran, krekels basah (bronkitis) : bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (empisema) : atau adanya bunyi napas (asma berat). Intervensi: Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit. tinggikan kepala tempat tidur. Intervensi: Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Rasional : sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga), keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. Intervensi: Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi ekspirasi. Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya dproses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang dibanding inspirasi. Intervensi: Catat adanya/derajat dispnea, mis. Keluhan ”lapar udara” gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis infeksi, reaksi alergi. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis. Intervensi: Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Intervensi: Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis : debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut. Intervensi: Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir. Rasional : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Intervensi: Obsevasi karakteristik batuk, mis : menetap, batuk pendek, basah. Rasional : batuk dapat menetap tetapi efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Intervensi: Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Intervensi: Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung. Rasional : takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
2.      Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap lemah. Tujuan : berat badan dalam rentang normal. Menunjukkan perubahan perilaku pola hidup. Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi/Rasional :
Intervensi: Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan ukur tubuh. Rasional : pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Intervensi: Auskultasi bunyi usus. Rasional : penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi. Intervensi: Berikan perawatan oral aktifitas, dan hipoksemia. Rasional : rasa tak enak, baud an penampilan adalah pencegah utama nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah istirahat semalam 1 jam sebelum makan. Intervensi: Hindari makanan penghasil gas dan minum karbonat. Rasional : dapat menghasilkan dispenea abdomen yang menggangu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. Intervensi: Hibdari makan yang sangat panas atau sangat dingin. Rasional : suhu ektrem dapat meningkatkan spasme batuk. Intervensi:timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evauasi keadekuatan rencana nutrisi.
3.    Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : mampu pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan. Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi/Rasional
Intervensi: Jelaskan penjelasan proses penyakit individu, dorong orang terdekat untuk menyatakan pertanyaan. Rasional : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. Intervensi: Instruksikan rasional untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. Rasional : napas bibir dan napas abdominal/disfragmatik individu arti untuk mengontrol dispnea, altihan kondisi umum meningkat toleransi akitivtas. Intervensi: Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tak diinginkan. Rasional : pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat. Intervensi: Tinjukkan tehnik penggunaan dosis inhaler seperti bagaimana memegang, interval semprotan 2-5 menit, bersihkan inhalel. Rasional : pemberian yang tepat obat meningkatkan penggunaan dan keefektifan. System alat untuk mencatat obat interminten/penggunaan dosis dari obat kalau perlu. Intervensi: Anjurkan menghindari agen sedative antiansieta kecuali diresepkan diberikan oleh dokter mengobati kondisi pernapasan. Rasional : meskipun pasien mungkin gugup dan merasa perlu sedative ini. Intervensi: Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi. Rasional : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut. Intervensi: Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif. Rasional : menurunkan pemajan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas. Intervensi: Diskusikan factor individu yang meningkatkan kondisi mis. Udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem serbuk. Rasional : factor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronchial, produksi secret dan tambahan jalan napas. Intervensi: Kaji efek bahaya merokok dan nesehatkan menghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat. Rasional : penghentian merokok dapat memperlambat kemajuan PPOM. Intervensi: Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan. Rasional : mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan pasien untuk membuat pilihan/keputusan informasi untuk menurunkan dispnea. Intervensi: Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medic, foto dada periodic. Rasional : pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi. Intervensi: Kaji kebutuhan oksigen untuk pasien yang pulang dengan oksigen tambahan. Rasional : menurnkan resiko kesalahan penggunaan dan komplikasi lanjut. Intervensi: Anjurkan pasien terdekat dalam penggunaan oksigen aman. Rasional : pasien ini dan orang terdekatnya dapat mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain sesuai dengan penerimaan dengan penyakit kronis yang mempunyai dampak pada pola hidup mereka. Intervensi: Rujuk untuk evaluasi keperawatan dirumah bila diindikasikan, berikan rencana pengkajian detail dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang dari perawatan akut. Rasional : memberikan kelanjutan perawatan, dapat membantu menurnukan frekuensi perawatan dirumah sakit.

D.  Pelaksanaan dan Evaluasi Asuhan Keperawatan
Tanggal 20 juni 2012
Dx 1 : Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Tindakan Keperawatan : 09.00 wib: Memantau tanda – tanda vital bayi : RR 48 kali/menit, temp 37oC, pols 110 kali/menit, mengkaji kedalaman pernapasan : adanya retraksi iga, dan mengkaji warna kulit : extremitas bawah warna biru. 09. 30 wib: Mengatur posisi klien senyaman mungkin. 10.00 wib: Mengadakan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian O2 2 liter/menit, infus dextrose 5% 10 tts/m mikro, injeksi cefotaxime 150mg/12 jam, injeksi dexametasone ¼ ampul/12 jam.
Data Subjectif : -, Data Objectif : Temp 37,50C, RR : 28 x/m Pols : 110 x/m, bila O2 dilepaskan klien mengalami sesak napas, extremitas bawah kebiruan, O2 terpasang 2 liter/m, adanya retraksi iga. Analisa : masalah belum teratasi. Planning : Tindakan dilanjutkan
Dx 2 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap klien lemah.
Tindakan Keperawatan : 11.00 wib: mengkaji kebiasaan diet, memberikan susu,: ASI 20cc/3 jam dengan cara melalui dot, mengkaji kesulitan pemeuhan nutrisi: reflek menghisap lemah, sering melepaskan dot. 11.30 wib: mengevaluasi berat badan klien: berat badan 2500 gram. auskultasi bising usus : 5 kali/menit.
Data Subjectif :-- Data Objectif : susu dihabiskan, reflek menghisap masih lemah dan sering melepaskan dot, berat badan klien 2500gram, bising usus 5 kali/menit.Analisa : masalah belum teratasi. Planning : tindakan dilanjutkan.
Dx 3 : Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi
Tindakan Keperawatan : 12.00 wib: memberikan penjelasan dan mendiskusikan tentang penyakit yang dialami oleh klien meliputi defenisi, etiologi, gejala pernapasan dan penata laksanaan.
Data Subjectif : orang tua klien mengatakan sedikit banyak sudah mengetahui tentang penyakit yang di alam anaknya. Data Objectif : orang tua klien tampak mengangguk kepala saat perawat memberikan informasi dan tampak optimis saat menjenguk klien. Analisa : masalah teratasi. Planning : tindakan dihentikan.
Tanggal 21 juni 2012
Dx 1 : Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Tindakan Keperawatan : 09.00 wib: Memantau tanda – tanda vital bayi : RR 44 kali/menit, temp 37oC, pols 110 kali/menit, mengkaji kedalaman pernapasan dan warna kulit. 09. 30 wib: Mengatur posisi klien senyaman mungkin. 10.00 wib: memantau kelancaran O2 2 liter/menit dan kelancaran infus dextrose 5% 10 tts/menit mikro. 11.00 wib injeksi cefotaxime 150mg/12 jam, injeksi dexametasone ¼ ampul/12 jam.
Data Subjectif : -, Data Objectif : Temp 37,50C, RR : 44 x/m Pols : 110 x/m, extremitas bawah masih berwarna kebiruan, O2 terpasang 2 liter/m, retraksi iga tidak ada. Analisa : masalah sebagian teratasi. Planning : Tindakan dilanjutkan
Dx 2 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap klien lemah.
Tindakan Keperawatan : 11.00 wib: memberikan susu,: ASI 20cc/3 jam dengan cara melalui dot, mengganti pampers bayi 3 kali ganti sehari, mengkaji kesulitan pemeuhan nutrisi: reflek menghisap masih lemah dan juga sering melepaskan dot. 11.30 wib: mengevaluasi berat badan klien: berat badan 2600 gram auskultasi bising usus : 5 kali/menit.
Data Subjectif :-- Data Objectif : susu dihabiskan, pampers 3 kali ganti, warna BAB hitam dengan karakter setengah padat, reflek menghisap masih lemah dan sering melepaskan dot, berat badan 2600gram, bising usus 5 kali/menit.Analisa : masalah belum teratasi. Planning : tindakan dilanjutkan.
Tanggal 22 juni 2012
Dx 1 : Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Tindakan Keperawatan : 09.00 wib: Memantau tanda – tanda vital bayi : RR 34 kali/menit, temp 37oC, pols 110 kali/menit, mengkaji kedalan pernapasan daan warna kulit. 09. 30 wib: Mengatur posisi klien senyaman mungkin. 10.00 wib: memantau kelancaran O2 2 liter/menit dan kelancaran infus dextrose 5% 10 tts/m mikro. 11.00wib injeksi cefotaxime 150mg/12 jam, injeksi dexametasone ¼ ampul/12 jam.
Data Subjectif : -, Data Objectif : Temp 37,50C, RR : 40 x/m Pols : 110 x/m sudah dapat mengerakkan extremitas atas bawah tapi masih lamban, dan extremitas bawah berwarna agak pucat pada bagian jari tangan dan kaki, O2 terpasang 2 liter/m, retraksi iga masih ada. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : Tindakan dilanjutkan
Dx 2 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap klien lemah.
Tindakan Keperawatan : 11.00 wib: memberikan susu,: ASI 20cc/3 jam dengan cara melalui dot, mengganti pampers bayi 4 kali ganti sehari mengkaji kesulitan pemeuhan nutrisi: reflek menghisap meningkat namun masih sering melepaskan dot. 11.30 wib: mengevaluasi berat badan klien: berat badan 2620 gram. auskultasi bising usus : 5 kali/menit.
Data Subjectif :-- Data Objectif : susu dihabiskan, reflek menghisap meningkat namun masih sering melepaskan dot, warna BAB hitam dengan karakter setengah padat, berat badan 2700gram, bising usus 5 kali/menit, klien dapat mengerakkan extermitas atas bawah tapi masih lamban. Analisa : masalah teratasi sebagian. Planning : tindakan dilanjutkan.



BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menyajikan pembahasan tentang kesenjangan yang didapat antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus. Untuk mendapatkan pembahasan yang sistematis, maka penulis membahas berdasarkan langkah-langkah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
A.  Pengkajian
Pengkajian pada tinjauan teoristis didapatkan data-data pada klien bayi dengan asfiksia sebagai berikut : Masalah-masalah yang diidentifikasi selama kehamilan, Gawat napas, Termoregulasi tidak efektif, Infeksi ibu atau neonatus, Kesulitan kardiovaskular pada neonatus (sirkulasi janin persisten, nilai APGAR rendah), Ketidakmampuan untuk mengambil dan menerima cairan (misalnya, ASI, air atau formula), Hipoglikemia neonatus, hiperbillirubinemia, anemia, warna kulit pucat sampai biru, anoreksia, dan kegagalan untuk tumbuh. riwayat personal dan keluarga apakah mempunyai faktor faktor resiko terhadap komplikasi neonates, Penggunaan alcohol, Penyalah guanaan zat, Nutrisi ibu buruk.
Dari hasil pengkajian yang dilaksanakan pada klien By. Y dengan asfiksia maka penulis mendapatkan data sebagai berikut : frekuensi napas 48 kali/menit. Adanya retraksi iga, warna kulit kemerahan dan ekstremitas bawah biru, nilai APGAR SKORE menit pertama 6 dan menit ke 5 nilai APGAR SKORE 7. Temp 37,50C, Pols 110 x/m dan O2 terpasang 2 liter, reflek menghisap lemah, sulit/sukar bernapas, gerakan badan klien lemah, ektremitas atas dan bawah belum bisa digerakkan, mata masih tertutup atau belum membuka, bising usus 4-5 kali/menit, BB 2500 gr, PB 43cm, LK 32 Cm dan LD 32 Cm, LLA 14 cm, LP 30. Riwayat kesehatan ibu pada masa pra natal pernah megalami sesak napas, sering pusing-pusing dan muntah – muntah pada trimester pertama.
Perbedaan antara tinjauan teori dan kasus adalah tidak ditemukan adanya anemia pada bayi dibuktikan dengan pada pengkajian tinjauan kasus tidak terdapat danya tanda-tanda anemia dan pada pemeriksaan fisik conjungtiva terlihat hiperemis dan tidak adanya pemeriksaan lab untuk mendiagnosis anemia.Nutrisi ibu buruk, pada pengkaijan kasus tidak ada tanda-tanda nutrisi buruk pada ibu dibuktikan dengan ibu melahirkan bayi cukup umur yaitu 39 minggu dan juga melahirkan dengan partus normal namun adanya penyulit kelahiran seperti lilitan tali pusat.

B.  Diagnosa keperawatan
Pada tinjauan kasus penulis menegakkan diagnosa dengan menganalisa data yang telah didapatkan pada pengkajian baik data subjektif maupun objektif. Adapun diagnosa yang terdapat pada tinjauan kasus By. Y dengan asfiksia adalah Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap lemah, dan Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Pada tinjauan teori yang dikemukan oleh Doengoes (2000) diagnosa yang timbul pada klien gangguan sistem pernapasan adalah Takefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, bronkospasme, sekresi tertahan, tebal, kelemahan. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme kerusakan alveoli). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek samping obat, anoreksia, mual/muntah, ditandai dengan penurunan berat badan. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidakadekuatnya pertahanan utama, tidak adekuatnya imunitas. Kurang pengetahuan, kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Pada diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan Pada By. Y dengan asfiksia terdapat perbedaan antara tinjauan kasus dengan tinjauan teoritis seperti pada tinjauan kasus tidak didapatkan diagnosa Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidakadekuatnya pertahan utama, tidak adekuatnya imunitas, kemungkinan tidak terdapat diagnosa tersebut pada tinjauan kasus karena penulis tidak mendapatkan tanda-tanda resiko terjadinya infeksi seperti malnutrisi dan penulis juga sangat memperhatikan kondisi lingkungan perawatan klien dengan menempatkan (merawat) klien dalam incubator dengan suhu 360C. penulis juga tidak menemukan diagnosa kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen menurut Doengoes (2000). Untuk menegakkan diagnosa kerusakan pertukaran gas adanya pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dan hal ini tidak dilakukan oleh pihak rumah sakit.


C.  Rencana asuhan keperawatan
Perencanaan pada tinjauan kasus yang penulis rencanakan kepada By. Y, adalah sama dengan rencana intervensi yang terdapat pada tinjauan teori Karena praktik keperawatan dapat dianggap professional maka rencana tindakan keperawatan pada tinjauan kasus harus sesuai dengan standar teori asuhan keperawatan klien dengan asfiksia, akan tetapi tidak sepenuhnya intervensi yang ada pada tinjauan teori dapat dilaksanakan pada tinjaun kasus, ini dikarenakan tergantung pada keadan kondisi klien dan juga tersedia atau tidaknya peralatan/fasilitas dirumah sakit tersebut.

D.  Implementasi
Dalam hal pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah direncanakan penulis mengusahakan untuk tidak menyimpang dari landasan teori. Adapun pelaksanaan yang penulis laksanakan tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya dengan apa yang telah penulis rencanakan tetapi penulis dapat memodifikasi pelaksanaan dengan rencana tindakan yang telah direncanakan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi pasien, hal ini disebabkan karena faktor eksternal dan faktor internal, akan tetapi pelaksanaan yang telah penulis laksanakan berjalan dengan lancar berkat kerja sama yang baik antara perawat dan juga keluarga klien.

E.  Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil dari suatu tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan selama dalam proses asuhan keperawatan yang penulis lakukan pada klien By. Y dengan asfiksia. Hasil akhir dari asuhan keperawatan yang diberikan untuk seluruh diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan sebagai berikut Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen masih belum teratasi atau teratasi sebagia, adapun data yang menunjukkan masalah teratasi sebagian seperti Temp 37,50C, RR : 40x/m Pols : 110 x/m sudah dapat mengerakkan extremitas atas bawah tapi masih lamban.
Diagnosa ke dua yaitu resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap lemah juga belum teratasi sepenuh nya, adapun data yang menunjukkan sebagian masalah teratasi seperti reflek menghisap meningkat namun masih sering melepaskan dot di saat minum susu, warna BAB hitam dengan karakter setengah padat, berat badan meningkat menjadi 2650 gram, bising usus 5 kali/menit, klien dapat mengerakkan extermitas atas bawah tapi masih lamban.
Diagnosa ketiga yaitu Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi. Telah teratasi pada hari pertama rawatan dengan keluarga klien menunjukkan tanda tanda seperti; orang tua klien mengatakan sedikit banyak sudah mengetahui tentang penyakit yang di alam anaknya, orang tua klien tampak mengangguk kepala saat perawat memberikan informasi dan keluarga tampak tidak cemas lagi



BAB V
PENUTUP
Setelah penulis membahas kasus pada klien By. Y dengan asfiksia dilihat dari tinjauan teoritis dan tinjauan kasus maka penulis menyimpulkan dan juga saran-saran sebagai berikut :

A.  Kesimpulan
1.    Dari hasil pengkajian pada klien By. Y dengan asfiksia didapat data adanya retraksi iga, frekuensi pernapasan 48 kali/menit, extremitas kebiruan, AGAR skore 6/7.
2.    Diagnosa keperawatan yang timbul adalah, pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap lemah, Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
3.    Dalam merumuskan perencanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan prioritas masalah yang timbul, dimana masalah aktual yang diprioritaskan terlebih dahulu.
4.    Implementasi keperawatan yang dilakukan terhadap By. Y dengan asfiksia tidak dapat dilakukan sesuai dengan rencana yang telah direncanakan atau perlu dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kondisi klien dan kondisi tempat.
5.    Berdasarkan hasil evaluasi pada klien By. Y dengan asfiksia dapat disimpulkan bahwa ada masalah yang telah teratasi adalah Kurang pengetahuan tentang kondisi tindakan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi. dan ada juga masalah yang belum teratasi atau teratasi sebagian diantaranya Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reflek menghisap lemah.

B.  Saran-saran
1.    Dalam pemberian Asuhan keperawatan terhadap klien hendaknya memperhatikan bahwa manusia merupakan satu kesatuan Bio, Psiko, Sosio, dan Spiritual, sehingga masalah-masalah yang timbul dapat diatasi sedini mungkin.
2.    Asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien asfiksia sebaiknya dilakukan dengan sangat memperhatikan kefektifan sistem pernapasan klien yang merupakan masalah utama pada klien dengan asfiksia.
3.    Untuk menghindari terjadinya komplikasi, partisipasi klien dan keluarga dalam program sangat mendukung.
4.    Keberhasilan dalam mengatasi masalah klien dan mengupayakan kesembuhan terhadap klien dengan asfiksia sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antara perawat, team kesehatan lain dan keluarga klien.


DAFTAR PUSTAKA
Broker, C. (2008). Ensiklopedia keperawatan. Editor edisi bahasa Indonesia, Tiar, E. Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan: aplikasi pada praktik klinis. Edisi ke Sembilan. Jakarta :EGC

Doengoes E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta :EGC

Hidayat, A. A. ( 2008 ) pengantar konsep dasar keperawatan, edisi kedua. Jakarta : salemba medika.

 

Hidayat, A.A.(2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba medika.

Ilyas, J. (1994). Asuhan keperawatan perinatal. Jakarta : EGC.

kemenkes RI, (2010). Untuk menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi perlu kerja keras. Di akses tanggal 19 juli 2012.
Mochtar, R (1998). Sinopsis Obstetri. Obstetri fisiologi, obstetri patologi. Jilid satu, edisi dua. Jakarta : EGC.
Riskesdas (2008). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Jakarta : departemen kesehatan RI.
Stright, B.R. (2004). Paduan belajar keperawatan ibu-bayi bru lahir. Editor edisi bahasa Indonesia : Subekti, N.B. Edisi ketiga. Jakarta :EGC.
USU .(2010). gambaran asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2007 hingga 2010 http://repository.usu.ac.id/bitstream/. Di unduh tanggal 19 juli 2012.

Wiknjosastro, H. (1999). Ilmu kebidanan. Edisi 3, Cetakan 5. Jakarta : yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "Tugas Akhir Tahun 2013 dulu : ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS ASFIKSIA"

  1. Sangat bagus dan dilengkapi dengan contoh kasus

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel