LAPORAN PENDAHULUAN SKOZOFRENI SIMPLEKS
10:23:00 AM
Add Comment
A. Pengertian
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang parah dan sulit ditangani. Penderita skizofrenia tidak dapat disembuhkan secara total, dalam arti halusinasi dan delusi tidak dapat hilang total, karena tanpa pengobatan yang terus-menerus dan dukungan dari lingkungan, maka gejala-gejala skizofrenia dapat kembali muncul saat individu berada dalam tekanan atau mengalami stres. Intervensi sejak dini merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat dalam penanganan skizofrenia demi mencegah perkembangan gangguan ke arah yang semakin parah.
Skizofreni simpleks adalah salah satu dari skizofreni. Skizofreni simpleks simpom utamanya adalah apatis, yaitu seolah-olah tidak memiliki kepentinganuntuk diri sendiri. Bahkan, sering harus diberikan pengertian tentang hal-hal yangmenjadi kebutuhannya. Penderita biasanya berkeinginan untuk berbaring, malas-malasan, jorok, tidur-tiduran, jarang mandi, motorik lambat,dan jarang bicara.
Skizofreni simpleks sering timbul pertama kali pada usia pubertas. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
B. Etiologi
· Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respons neurobiologik yang maladaptive yang baru mulai dipahami. Hal ini termasuk :
a. Lesi pada area frontal, temporal dan limbic paling berhubungan dengan perilaku psikotik
b. Dopamine neurotransmitter yang berlebihan. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lain. Masalah pada system reseptor dopamine.
Menurut penelitian, anak kembar identik yang dibesarkan terpisah mempunyai angka kejadian yang tinggi. Karena mengena psikologi si anak dan perlakuan yang berbeda.
· Psikososial
1) Teori Psikoanalitik
1) Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik mengemukakan bahwa gejala skizofrenia mempunyai arti simbolik bagi pasien individual. Misalnya, fantasi tentang dunia akan berakhir mungkin menyatakan suatu perasaan bahwa dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran dapat mencerminkan narsisme yang direaktivasi dimana orang percaya bahw amereka adalah maha kuasa.
2) Teori Psikodinamik
Dasar dari teori dinamia adalah untuk mengerti dinamika pasien dan untuk mengerti makna simbolik dari gejala. Teori ini menganggap bahwa hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkansecara kontitusional sebagai suatu defisit. Pendekatan psikodinamika berdasar bahwa gejala psikotik punya arti pada skizofrenia.
· Sosiobudaya
Lebih banyak penderita ini memiliki status social rendah. Masyarakat yang memiliki status social tinggi prevelensi skizofreni lebih rendah daripada yang berstatus rendah.
· Stressor pencetus
a. Biologis
b. Stress lingkungan
c. Pemicu gejala
· Umur dan jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan, kedua jenis kelamin ini menunjukkan permulaan dan perjalanan penyakitnya. Laki-laki mempunyai permulaan penyakit ini lebih cepat daripada perempuan. Skizofreni simpleks ini sering muncul saat usia pubertas.
C. Patologi
Skizofreni simpleks adalah suatu diagnostic yang sulit dibuat secara pasti, karena tergantung pada pemestian yang berjalan secara perlahan, progresif dari gejala negative yang khas, tanpa riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain tanpa adanya suatu episode psikotik sebelumnya serta disertai perubahan perilaku yang bermakna yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan dan penarikan diri secara social.
D. Manifestasi klinis
1. Ingatan
· Pelupa
· Tidak berminat
· Kurang patuh
2. Perhatian
· Kesulitan menyelesaikan tugas
· Kesulitan berkonsentrasi pada tugas
3. Bentuk dan isi pembicaraan
· Kesulitan menkomunikasikan pikiran dan perasaan
4. Pengambilan keputusan
· Kesulitan melakukan dan menjalankan aktivitas
· Pikiran konkrit :
o Ketidakmampuan untuk menjalankan perintah multiple
o Masalah dalam pengelolaan waktu
o Kesulitan mengelola keuangan
o Penafsiran kata-kata dan symbol secara harfiah
5. Isi pikir
Delusi :
E. Penatalaksanaan
Skizofreni simpleks termasuk penyakit yang cenderung berlanjut (kronis) maka terapi yang digunakan memerlukan waktu yang lama.
1. Pemberian obat-obatan
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.
2. Pendekatan Psikologi
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.
Tujuannya adalah:
1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
3. Psikoterapi
Merupakan terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realistis sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain :
a. Psikoterapi suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semnangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa.
b. Psikoterapi re-edukatif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
c. Psikoterapi rekonstruktif, dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang bolrh dan tidak boleh, dsb.
e. Psikoterapi perilaku, dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri.
4. Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian ternyata didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan, kajian kitab suci, dll. (Vijay, 2005; hawari,2001).
5. Edukasi kepada public untuk menurunkan stigma dan diskriminasi
Penting adanya pengetahuan masyarakat untuk tidak mengecap penderita dengan kata-kata seperti “gila atau “kurang waras” bahkan mengejek atau menghujatnya (Vijay,2005).
6. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali penderita kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga institusi rehabilitasi misalnya Rumah Sakit Jiwa. Pada umumnya rehabilitasi dilakukan 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu sebelum dan sesudah program rehabilitasi atau sebelum penderita dikembalikan di keluarga atau masyarakat.
F. Komplikasi
· Gangguan afektif (30-90%)
· Gangguan penyalahgunaan narkoba (10-60%)
· Bunuh diri
· Pemakaian antipsikotik menimbulkan tekanan terhadap hormone estrogen dan testosterone yang berguna untuk memproteksi tulang, sehingga mudah terjadi osteoporosis.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. pengkajian
- Identitas klien
- Keluhan utama/alasan masuk
- Faktor predisposisi
- Dimensi fisik / biologis
- Dimensi psikososial
- Status mental
- Kebutuhan persiapan pulang
- Mekanisme koping
- Masalah psikososial dan lingkungan
- Aspek medic
B. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi
Tujuan Umum :
- Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat hubungan saling percaya :
a. Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.
b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.
c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya ;
- Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang dikatakan ?
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.
- Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
- Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien tentang ;
- Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.
c. Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :
- Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi).
- Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinasinya.
- Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.
f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).
4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :
a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
- Gejala halusinasinya yang dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
- Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :
- Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
- Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya.
- Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan.
- Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.
- Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)
Diagnosa 2 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif
Tujuan Umum :
- Klien mampu merawat diri sehingga penampilan diri menjadi adekuat
Tujuan Khusus :
1. klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri
- Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya.
- Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan empati.
- Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya.
- Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri
- Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.
2. Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan dirinya.
- Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien
- Diskusikan dengan keluarga
- Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
- Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga
C. Implementasi
Berisi tindakan yang dilakukan untuk menangani penyakit skizofrenia simpleks.
D. Evaluasi
Hasil perkembangan pasien setelah dilakukan tindakan.
DAFTAR RUJUKAN
Stuart,W,G., Sundeen,J.S. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta:EGC
0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN SKOZOFRENI SIMPLEKS"
Post a Comment