KTI Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun)
8:48:00 PM
Add Comment
Kempatan yang berharga kali ini akan saya pergunakan dengan
sebaik-baik nya untuk membagikan salah satu Askep yang sudah saya susun dengan
rapi dan akurat yang mengandung kutipan-kutipan dari para ahli dan dengan
referensi terbaru sehingga mampu meningkatkan kualitas Askep yang saya bagikan,
yaitu Askep Pada Pasien Dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) namun
sebelumnya saya juga sudah membagikan salah satu artikel yang relevan dengan
artikel Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) yang akan anda baca saat
ini yaitu Asuhan Keperawatan Pada Ny. W dengan Asma Bronkhial
Baca Juga : LP Tuberkolosis Paru terbaru
LATAR BELAKANG PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
atau yang juga dikenal sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan campuran dari dua penyakit:
Bronkitis kronis dan Emfisema. Biasanya diperlukan waktu bertahun-tahun untuk
kerusakan paru-paru untuk mulai menyebabkan gejala, sehingga COPD paling umum
ditemukan pada orang yang lebih tua dari 60 tahun. PPOK merupakan salah satu
gangguan pernapasan yang akan semakin sering dijumpai di masa mendatang di
Indonesia, mengingat makin bertambahnya rerata umur orang Indonesia,
bertambahnya jumlah perokok dan bertambahnya polusi udara (Bayu, J. 2013).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
adalah istilah medis untuk bronkitis kronis dan emfisema
yang menyulitkan pernafasan. Bronkitis kronis adalah
peradangan saluran udara paru (bronkus) yang ditandai oleh batuk berdahak
selama minimal tiga bulan dalam setahun pada dua tahun berturut-turut. Emfisema adalah kondisi dimana
kantung udara (alveolus) paru paru kehilangan kemampuannya untuk
mengembang dan mengempis. Keduanya adalah kerusakan menahun paru-paru yang
biasanya disebabkan oleh merokok
(Bayu, J. 2013).
Penyakit Paru Obstruksi
Kronik tidak dapat disembuhkan, namun berbagai bentuk pengobatan dapat membantu
mengontrol gejala dan meningkatkan kualitas hidup orang dengan penyakit.
Misalnya, obat-obatan yang membantu melebarkan saluran
udara utama paru-paru dapat meningkatkan sesak napas. Diperkirakan 64 juta orang di
seluruh dunia memiliki PPOK pada tahun 2004. Lebih dari 3 juta orang meninggal
karena PPOK pada tahun 2005, yakni sebesar 5% dari semua kematian secara global
tahun itu. Hampir 90% kematian PPOK terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Jumlah kematian akibat PPOK diproyeksikan meningkat lebih dari 30%
dalam 10 tahun ke depan tanpa intervensi untuk memotong risiko, terutama
paparan asap tembakau (WHO, 2012).
Prevalensi PPOK di Amerika hampir 32
juta orang dan diprediksi pada tahun 2020 akan menduduki peringkat 4 sebagai
penyakit yang mematikan. (WHO, 2012). Secara umum diperkirakan
jumlah penderita PPOK sedang hingga berat di negara – negara
Asia Pasifik mencapai 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi 6,3
persen. Angka prevalens bagi masing-masing negara berkisar 3,5-6,7%, antara
lain China dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang 5,014
juta orang dan Vietnam 2,068 juta penderita.
Sementara itu, di Indonesia pun
mengalami penambahan jumlah penderita PPOK, hal ini disebabkan karena
meningkatnya jumlah perokok dan polusi
yang ditimbulkan akibat limbah pabrik dan kendaraan bermotor yang terus
meningkat. diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita di Indonesia dengan
prevalensi 5,6 persen. Kejadian meningkat dengan makin banyaknya jumlah
perokok karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok
(Pratomo,2012).
Sedangkan di Nanggroe Aceh Darussalam
jumlah penderita penyakit paru obstruktif menahun mencapai angka 4,9 %, angka
tersebut menempatkan Nanggroe Aceh Darussalam di urutan ke ketiga jumlah
penderita PPOK terbanyak di Indonesia setelah provinsi gorontalo dengan
prevalensi 7, 1% dan Kalimantan selatan
dengan prevalensi 5,4, dan juga menempatkan Nanggroe Aceh Darusaalam dengan
angka PPOK di atas angka rerata nasional yaitu
3,5% (Riskesdas, 2008).
Prevalansi jumlah
penderita penyakit obstruksi paru kronis untuk kabupaten Aceh Utara, penulis tidak menemukan data atau jumlah persentase
penderita penyakit obstruksi paru kronis yang akurat hal ini berhubungan dengan
kurang atau terbatasnya media dan informasi tentang pendeirta penyakit
obstruksi paru kronis di daerah tersebut, seperti tidak adanya penelitian
penelitian terdahulu yang melakukan penelitian terhadap jumlah penderita
penyakit tersebut di kabupaten Aceh Utara. Namun apabila ditinjau dari sebuah Rumah Sakit
yang berada di daerah tersebut yaitu pada Rumah Sakit Palang Merah Indonesia
Cabang Aceh Utara yang penulis peroleh berdasarkan catatan medical record Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Cabang Aceh
Utara, dapat dilaporkan bahwa jumlah klien dengan penyakit obstruksi paru kronis yang
dirawat terhitung dari Mei 2011 sampai April 2012 sebanyak
67 (0,60%) dari 10.988 klien
yang dirawat. Sedangkan di
bulan Mei 2012 sampai April 2013 terdapat
84 (0,75%) penderita penyakit
obstruksi paru kronis
dari 11.089 klien yang dirawat di Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia Cabang Aceh Utara.
B. Konsep Dasar PPOK
1. Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronis (Chronic Obstructive Pulmonary Diseases–CPOD)
menurut Somantri, (2007. Hal. 43) adalah suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru – paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.
Sedangkan menurut Gledle, J. (2007.
Hal. 173). PPOK adalah penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan napas
progresif yang disebabkan oleh reaksi peradangan abnormal.
Menurut Brashers,( 2007. Hal. 85).
Penyakit paru obstruksi kronis ( PPOK ) adalah suatu sindroma yang ditandai
dengan abnormalitas uji aliran udara ekspirasi yang tidak menunjukkan perubahan
bermakna selama periode beberapa bulan observasi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas
maka penulis menyimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi kronik adalah
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang disebabkan oleh reaksi
peradangan abnormal.
2. Etiologi
Menurut Somantri (2007. Hal. 4)
Penyebab bronchitis kronis dapat merupakan
komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
1) Penyakit jantung menahun, yang
disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia, kongesti
menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri
mudah terjadi.
2) Infeksi sinus paranalis dan rongga
mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding
bronchus.
3) Dilatasi bronchus ( bronkhiektasi ),
menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi
bakteri mudah terjadi.
4) Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu
getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu, kumpulan
lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
3. Patofisiologi
Menurut Djojodibroto, (2009, Hal.
121) Mekanisme tejadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan
kecil. Pada PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel
neutrofillik yang di tarik oleh interleukin 8. Walaupun jumlah limfosit juga
meningkat, namun yang meningkat hanya sel T CD8 helper tipe 1.
Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosinofil, sel mast, dan sel T CD4
helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pada PPOK,
jumlah eosinofil meningkat 30 kali lipat. Perbedaan jenis sel yang
menginfiltrasi inilah yang menyebabkan perbedaan respon terhadap pengobatan
kortikosteroid. Penurunan FEV, per tahun pada PPOK adalah antara 50 – 70 Ml/detik.
Jika akhirnya FEV, menjadi di bawah 1 liter, angka kesakitan mencapai 10%.
4. Manifestasi klinis
Menurut Djojodibroto. (2009. Hal 122)
Manifestasi klinis pada penderita PPOK yaitu: batuk, produksi sputum berlebihan
( pada jenis bronchitis kronis ), dispnea, obstruksi saluran napas yang
progresif. Pada pemeriksaan spirometri, FEV, dibawah predicted, FEV/ FVC di
bawah predicted, perbaikan pada tes provokasi setelah pemberian bronkodilator
< 12%. Penyebab : merokok, lapangan kerja berdebu, polusi udara, defisiensi
@-1- antitrypsin. Penyebab obstruksi saluran pernapasan adalah : radang mukosa
saluran napas, edema, bronkonstriksi, peningkatan sekresi mukus, dan hilangnya
elastisitas recoil.
5. Penatalaksanaan
Menurut Corwin. J. E (2009, Hal 576) penatalaksanaan pada pasien dengan PPOK
meliputi Long – acting beta – 2 agonist
( LABA ) atau agonis beta – 2 yang bekerja lebih lama dibandingkan dengan
agonis – 2 yang bekerja cepat, memiliki potensi untuk menperbaiki bersihan
mukosiliaris dan bekerja sebagai bronkodilator, terapi kombinasi terdiri dari
LABA dan kortikosteroid inhalasi menberi aktivitas anti – inflamasi dan
menperbaiki bersihan mukosiliaris. Penatalaksanaan untuk PPOK pada umumnya sama
seperti pada bronchitis kronis dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi
oksigen harus dipantau secara ketat. Individu pengidap PPOK mengalami
hiperkapnia kronis yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan
normal berespon terhadap karbon di oksida.faktor yang menyebabkan pasien harus
bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus
menstimulasi ini hanya aktif melepaskan muatan apabila tekanan parsial oksigen
arteri menurun kurang dari 50 Hg. Dengan demikian, apabila terapi oksigen
bertujuan untuk menbuat tekanan parsial oksigen lebih dari 50 mmHg, dorongan
untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang,. Pengidap PPOK biasanya memiliki
kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi oksigen tinggi.
Hal ini sangat memengaruhi kualitas hidup. Penyakit fosfodiesterase 4 ( PDE4 )
merupakan kelas obat paten dan menjanjikan PPOK dengan menurunkan jumlah
makrofag sel T CD8+ dan CD68 + serta neutrofil di mukosa bronkus.
6. Pengkajian penunjang
Menurut Somantri (2007. Hal 55)
pemeriksaan diagnostic pada pasien dengan PPOK meliputi :
- Chest X-ray : dapat menunjukkan
hiperinflasi paru – paru, diafragma mendatar, peningkatan ruang udara
retrosternal, penurunan tanda vascular/bullae ( emfisema ), peningkatan bentuk
bronkovaskular ( bronchitis ), dan normal ditentukan saat periode remisi ( asma
).
-Pemeriksaan fungsi paru – paru :
dilakukan untuk menentukan penyebab dari dispnea, menentukan abnormalitas
fungsi apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi,
dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misalnya : bronkodilator.
-TLC : meningkatkan pada
bronchitis berat dan biasanya pada asma, menurun pada emfisema.
- Kapasitas inpirasi : menurun
pada emfisema.
- FEV1 / FVC : untuk mengetahui rasio
tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap kapasitas vital ( FVC ), rasio
menjadi menurun pada bronchitis dan asma.
- ABGs : menunjukkan prose penyakit
kronis, sering kali PO2 menurun dan PCO2
normal atau meningkat ( bronchitis kronis dan emfisema ). Sering kali menurun
pada asma dengan Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi ( emfisema atau asma ).
-Brokogram : dapat menunjukkan
dilatasi dari bronchus saat inspirasi, kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi
( emfisima ), dan pembesaran kelenjar mukus ( bronchitis ).
-Kimia darah: menganalisis keadaan
alpha 1 – antitrypsin yang kemungkinannya berkurang pada emfisema primer.
- Darah komplit : dapat menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin (emfisema berat)
dan peningkatan eosinofi ( asma ).
-Sputum kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasikan pathogen dan
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi.
- Elektro cardio graph ( ECG ) : deviasi aksis kanan, gelombang P
tinggi ( pada pasien dengan asma berat dan atrial disritmia/bronchitis );
gelombang P pada Leads ll, lll, AVF panjang dan tinggi ( bronchitis dan
emfisema )n, dan axis QRS vertikal (
emfisema ).
- Pemeriksaan ECG setelah olahraga dan
stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernapasan,
mengavaluasi keefektifan obat bronkodilator dan merencanakan / evaluasi
program.
7. Komplikasi
Menurut Somantri (2007 Hal. 56) komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien dengan PPOK adalah sebagai berikut :
b. Hipoksemia; Hipoksemia didefinikasikan
sebagai penurunan nilai PO2 < 55mmHg dengan nilai saturasi O2<
85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi,
dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.
c. Asidosis Respiratori; Asidosis
respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 ( hiperkapnia
). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan
takipnea.
d. Infeksi saluran pernapasan; Infeksi
saluran pernapasan akut disebabkan karna peningkatan produksi mukus,
peningkatan otot polos bronchial, dan edema mukosa. Terhambatnya aliran udara
akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispnea.
e. Gagal jantung; Terutama cor pulmonal (gagal
jantung kanan akibat penyakit paru – paru), harus diobservasi, terutama pada
pasien dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis
kronis, namun beberapa pasien emfisema berat juga mengalami masalah ini.
f. Distritmia jatung; Distritmia jantung
timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain, dan efek obat atau
terjadinya asidosis respiratori.
g. Status Asmatikus; Status asmatikus
merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan asma bromkhial. Penyakit ini
sangat berat potensial mengancam kehidupan dan sering kali tidak menberikan
respon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering terlihat.
Konsep Asuhan
Keperawatan
Menurut Doenges (2000 : 152-155) proses asuhan
keperawatan pada klien dengan PPOK meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan ialah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Aktivitas /
istirahat
Gejala: Keletihan,
kelelahan, malaise, Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi tubuh
tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau
latihan. Tanda : Keletihan, Gelisah,
insomnia, Kelelahan umum atau kehilangan massa otot
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan
pada ekstremitas bawah. Tanda : Peningkatan
tekanan darah, Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat, disritmia, Distensi
vena leher, Edema tidak berhubungan dengan penyakit jantung, Bunyi jantung
redup
Integritas ego
Gejala : Peningkatan
faktor resiko, Perubahan pola hidup. Tanda
: Ansietas, ketakutan, peka rangsang
Makanan dan cairan
Gejala : Mual atau
muntah, Anoreksia, Penurunan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Penurunan massa otot
Higiene
Gejala : Penurunan
kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan aktivitas. Tanda : Kebersihan
buruk, bau badan.
Pernapasan
Gejala : Napas pendek,
rasa dada tertekan, Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari, Riwayat
pneumonia berulang, Faktor keluarga dan keturunan, Penggunaan
oksigen pada malam hari atau terus menerus. Tanda : Pernafasan cepat atau lambat, ekspirasi memanjang dengan
mendengkur. Adanya penggunaan otot bantu pernapasan. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi. Perkusi hipersonan. Kesulitan bicara. Warna pucat
dan sianosis bibir dan dasar kuku. Terdapat jari tabuh (clupping finger)
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi
alergi, sensitif terhadap faktor lingkungan, Adanya atau berulangnya infeksi. Tanda : Kemerahan atau berkeringat
Seksualitas
Gejala :
Penurunan libido,
Interaksi
sosial
Gejala :Hubungan
ketergantungan, Kurang sistem pendukung, Kegagalan dukungan orang terdekat, Penyakit
lama. Tanda : Keterbatasan mobilitas
fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: Penyalahgunaan
obat pernafasan. Kesulitan menghentikan rokok. Penggunaan alkohol secara
teratur
2. Diagnosa
keperawatan
Menurut Doenges (2000 : 153) Diagnosa
keperawatan yang lazim muncul pada klien
dengan PPOK yaitu:
a.
Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk
tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b.
Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi,
spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnoe, kelemahan, efek
samping obat, produksi sputum, anoreksia.
d.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat nya pertahanan utama,
tidak adekuatnya imunitas.
e.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan berhubungan dengan kurang informasi
dan tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi.
3. Intervensi
keperawatan
Menurut Doenges (2000 : 153) Intervensi
keperawatan yang yang dapat
direncanakan pada klien dengan PPOK ialah
sebagai berikut:
a.
Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk
tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan
: Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk
kebutuhan individu. Kriteria hasil :
Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.
Intervensi/Rasional
Auskultasi bunyi
napas. Catat adanya bunyi napas, mis mengi, krekels, ronki. Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas
adventisius, mis . penyebaran, krekels basah (bronchitis).
Kaji/pantau
frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi ekspirasi. Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya dproses infeksi akut.
Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang dibanding inspirasi
Catat adanya/derajat dispnea, mis. Keluhan
”lapar udara” gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : disfungsi pernapasan adalah
variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis infeksi, reaksi alergi.
Kaji pasien untuk
posisi yang nyaman, mis. Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur. Rasional : peninggian
kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
Pertahankan polusi
lingkungan minimum, mis : debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan
kondisi individu. Rasional :
pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
Dorong/bantu
latihan nafas abdomen atau bibir. Rasional
: memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea
dan menurunkan jebakan udara.
Obsevasi
karakteristik batuk, mis : menetap, batuk pendek, basah. Rasional : batuk dapat menetap tetapi efektif, khususnya bila
pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan.
Tingkatkan masukan
cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
b.
Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi,
spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Tujuan
: Klien mampu menunjukkan perbaikan
oksigenasi. Kriteria hasil :
menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas dari geja distre pernapasan.
Intervensi/Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Rasional : berguna dalam evaluasi
derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
tinggikan kepala tempat tidur, bantu
pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas, dorong napas dalam
perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhanindividu. Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan
kerja napas.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna
membrane mukosa. Rasional : sianosis
mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau
daun telinga), keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum : penghisapan
bila diindikasikan. Rasional :
kental. Tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan napas kecil.
Auskultasi bunyi napas, catat area
penurunan aliran udara dan/atau bunyi napas tambahan. Rasional : bunyi napas mungkin reduk karena penurunan aliran udara
atau konsolidasi.
Palpasi fremitus. Rasional : penurunan getaran fibrasi diduga ada opengumpulan cairan
atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/status mental,
selidiki adanya perubahan. Rasional :
gelisah dan ansietas adalah manifestasi klinis umum pada hipoksemia, GDA
memburuk disertai bingung.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas,
berikan lingkungan tenang dan kalem, batasi aktivitas pasien atau dorong untuk
tidur dikursi selama fase akut. Rasional
: selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak
mampu melakukan aktivitas.
Awasi tanda-tanda vital dan irama
jantung. Rasional : takikardia,
disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia, disritmia dan
perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnoe, kelemahan, efek
samping obat, produksi sputum, anoreksia.
Tujuan
: Klien akan menunjukkan kemajuan/peningkatan
status nutrisi. Kriteria hasil: Menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat, menunjukkan perilaku/perubahan
pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi/Rasional
:
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan
saat ini. Catat derajat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan ukur tubuh. Rasional : pasien distress pernapasan
akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
Auskultasi bunyi usus. Rasional : penurunan/hipoaktif bising
usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi.
Berikan perawatan oral aktifitas, dan
hipoksemia. Rasional : rasa tak
enak, badan penampilan adalah pencegah utama nafsu makan dan dapat membuat mual
dan muntah istirahat semalam 1 jam sebelum makan.
Hindari makanan penghasil gas dan minum
karbonat. Rasional : dapat
menghasilkan dispense abdomen yang menggangu napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evauasi keadekuatan rencana
nutrisi.
d.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat nya pertahanan utama,
tidak adekuatnya imunitas.
Tujuan
: mengerti pemahamn penyebab/factor
resiko infeksi, melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang aman.
Intervensi/Rasional
Awasi suhu. Rasional : demam dapat terjadi karena dan/atau dehidrasi. Kaji
pentingnya latihan jalan napas, abtuk efektif, perubahan posisi sering dan
masukan adekuat. Rasional :
aktifitas ini meningkatkan pengeluaran secret untuk menurnukan resiko
terjadinya infeksi peru.
Observasi warna, karakter, bau sputum. Rasional : secret berbau, kuning atau
kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
bantu pasien tentang pembuangan tisu dan
sputum. Rasional : mencegah penyebaran
pathogen melalu cairan.
Awasi pengungjung berikan masker sesuai
dengan indikasi. Rasional :
menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
Dorong keseimbangan antara aktifitas
dengan istirahat. Rasional : menurut
konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien
terhadap infeksi.
Diskusikan kebutuhan masukan aktivitas
nutrisi adekuat. Rasional :
malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap
infeksi.
e.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan berhubungan dengan kurang informasi
dan tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi.
Tujuan
: mampu pemahaman kondisi/proses penyakit
dan tindakan. Kriteria hasil :
menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi/Rasional
Jelaskan penjelasan proses penyakit
individu, dorong orang terdekat untuk menyatakan pertanyaan. Rasional : menurunkan ansietas dan
dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Instruksikan rasional untuk latihan
napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. Rasional : napas bibir dan napas abdominal/disfragmatik individu
arti untuk mengontrol dispnea, altihan kondisi umu meningkat toleransi
akitivtas.
Diskusikan obat pernapasan, efek samping
, dan reaksi yang tak diinginkan. Rasional
: pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang
mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat.
Tunjukkan tehnik penggunaan dosis inhaler
seperti bagaimana memegang, interval semprotan 2-5 menit, bersihkan inhalel. Rasional
: pemberin yang tepat obat meningkatkan penggunaan dan keefektifan.
System alat untuk mencatat obat interminten/penggunaan dosis dari obat kalau
perlu.
Anjurkan menghindari agen sedative
antiansietas kecuali diresepkan diberikan oleh dokter mengobati kondisi
pernapasan. Rasional : meskipun pasien mungkin gugup dan
merasa perlu sedative ini.
Tekankan pentingnya perawatan
oral/kebersihan gigi. Rasional :
menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut.
Diskusikan pentingnya menghindari orang
yang sedang infeksi pernapasan aktif. Rasional
: menurunkan pemajan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas.
Diskusikan factor individu yang
meningkatkan kondisi mis. Udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu
ekstrem serbuk. Rasional : factor
lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronchial, produksi secret dan
tambahan jalan napas.
Kaji efek bahaya meroko dan nesehatkan
menghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat. Rasional : penghentian merokok dapat memperlambat kemajuan PPOM.
Berikan informasi tentang pembatasan
aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah
kelemahan. Rasional : mempunyai
pengetahuan ini dapat memampukan pasien untuk membuat pilihan/keputusan
informasi untuk menurunkan dispnea.
Diskusikan pentingnya mengikuti
perawatan medic, foto dada periodic. Rasional
: pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi
perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
Rujuk untuk evaluasi keperawatan dirumah
bila diindikasikan, berikan rencana pengkajian detail dasar fisik untuk
perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang dari perawatan akut. Rasional : memberikan kelanjutan
perawatan, dapat membantu menurnukan frekuensi perawatan dirumah sakit.
4.
Impelementasi
Menurut Carpenito, (2009, hal 57). komponen implementasi
dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk
mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada; Melakukan aktivitas untuk
klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk
mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada . Membantu
klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan
membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan
yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi,
atau menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya
sendiri. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali
pilihan yang tersedia.
5. Evaluasi
Menurut Asmadi (2008.
Hal: 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari
siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :
a. Melihat dan menilai kemampuan klien
dalam mencapai tujuan.
b. Menetukan apakah tujuan keperawatan
telah tercapai atau belum.
c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatab
belum tercapai.
0 Response to "KTI Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun) "
Post a Comment