-->

KTI Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun)



KTI Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun)
Kempatan yang berharga kali ini akan saya pergunakan dengan sebaik-baik nya untuk membagikan salah satu Askep yang sudah saya susun dengan rapi dan akurat yang mengandung kutipan-kutipan dari para ahli dan dengan referensi terbaru sehingga mampu meningkatkan kualitas Askep yang saya bagikan, yaitu Askep Pada Pasien Dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) namun sebelumnya saya juga sudah membagikan salah satu artikel yang relevan dengan artikel Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) yang akan anda baca saat ini yaitu  Asuhan Keperawatan Pada Ny. W dengan Asma Bronkhial

Baca Juga : LP Tuberkolosis Paru terbaru

LATAR BELAKANG PPOK


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau yang juga dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan campuran dari dua penyakit: Bronkitis kronis dan Emfisema. Biasanya diperlukan waktu bertahun-tahun untuk kerusakan paru-paru untuk mulai menyebabkan gejala, sehingga COPD paling umum ditemukan pada orang yang lebih tua dari 60 tahun. PPOK merupakan salah satu gangguan pernapasan yang akan semakin sering dijumpai di masa mendatang di Indonesia, mengingat makin bertambahnya rerata umur orang Indonesia, bertambahnya jumlah perokok dan bertambahnya polusi udara (Bayu, J. 2013).

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah medis untuk bronkitis kronis dan emfisema yang menyulitkan pernafasan. Bronkitis kronis adalah peradangan saluran udara paru (bronkus) yang ditandai oleh batuk berdahak selama minimal tiga bulan dalam setahun pada dua tahun berturut-turut. Emfisema adalah kondisi dimana kantung udara (alveolus) paru paru kehilangan kemampuannya untuk mengembang dan mengempis. Keduanya adalah kerusakan menahun paru-paru yang biasanya disebabkan oleh merokok (Bayu, J. 2013).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik tidak dapat disembuhkan, namun berbagai bentuk pengobatan dapat membantu mengontrol gejala dan meningkatkan kualitas hidup orang dengan penyakit. Misalnya, obat-obatan yang membantu melebarkan saluran udara utama paru-paru dapat meningkatkan sesak napas. Diperkirakan 64 juta orang di seluruh dunia memiliki PPOK pada tahun 2004. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yakni sebesar 5% dari semua kematian secara global tahun itu. Hampir 90% kematian PPOK terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Jumlah kematian akibat PPOK diproyeksikan meningkat lebih dari 30% dalam 10 tahun ke depan tanpa intervensi untuk memotong risiko, terutama paparan asap tembakau (WHO, 2012).

Prevalensi PPOK di Amerika hampir 32 juta orang dan diprediksi pada tahun 2020 akan menduduki peringkat 4 sebagai penyakit yang mematikan. (WHO, 2012). Secara umum diperkirakan jumlah penderita PPOK sedang hingga berat di negara – negara Asia Pasifik mencapai 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi 6,3 persen. Angka prevalens bagi masing-masing negara berkisar 3,5-6,7%, antara lain China dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang 5,014 juta orang dan Vietnam 2,068 juta penderita. 

Sementara itu, di Indonesia pun mengalami penambahan jumlah penderita PPOK, hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah perokok  dan polusi yang ditimbulkan akibat limbah pabrik dan kendaraan bermotor yang terus meningkat. diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita di Indonesia dengan prevalensi 5,6 persen. Kejadian meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok (Pratomo,2012).

Sedangkan di Nanggroe Aceh Darussalam jumlah penderita penyakit paru obstruktif menahun mencapai angka 4,9 %, angka tersebut menempatkan Nanggroe Aceh Darussalam di urutan ke ketiga jumlah penderita PPOK terbanyak di Indonesia setelah provinsi gorontalo dengan prevalensi 7, 1%  dan Kalimantan selatan dengan prevalensi 5,4, dan juga menempatkan Nanggroe Aceh Darusaalam dengan angka PPOK di atas angka rerata nasional yaitu  3,5% (Riskesdas, 2008).

Prevalansi jumlah penderita penyakit obstruksi paru kronis untuk kabupaten Aceh Utara, penulis tidak menemukan data atau jumlah persentase penderita penyakit obstruksi paru kronis yang akurat hal ini berhubungan dengan kurang atau terbatasnya media dan informasi tentang pendeirta penyakit obstruksi paru kronis di daerah tersebut, seperti tidak adanya penelitian penelitian terdahulu yang melakukan penelitian terhadap jumlah penderita penyakit tersebut di kabupaten Aceh Utara. Namun apabila ditinjau dari sebuah Rumah Sakit yang berada di daerah tersebut yaitu pada Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Cabang Aceh Utara yang penulis peroleh berdasarkan catatan medical record Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Cabang Aceh Utara, dapat dilaporkan bahwa jumlah klien dengan penyakit obstruksi paru kronis yang  dirawat terhitung dari Mei 2011 sampai April 2012  sebanyak  67 (0,60%) dari 10.988  klien yang dirawat. Sedangkan di bulan Mei 2012 sampai April 2013  terdapat 84 (0,75%) penderita penyakit obstruksi paru kronis dari 11.089  klien yang dirawat di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Cabang Aceh Utara.

B. Konsep Dasar PPOK

1.    Pengertian

Penyakit paru obstruktif kronis (Chronic Obstructive Pulmonary Diseases–CPOD) menurut Somantri, (2007. Hal. 43) adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru – paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.

Sedangkan menurut Gledle, J. (2007. Hal. 173). PPOK adalah penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan napas progresif yang disebabkan oleh reaksi peradangan abnormal.

Menurut Brashers,( 2007. Hal. 85). Penyakit paru obstruksi kronis ( PPOK ) adalah suatu sindroma yang ditandai dengan abnormalitas uji aliran udara ekspirasi yang tidak menunjukkan perubahan bermakna selama periode beberapa bulan observasi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi kronik adalah sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang disebabkan oleh reaksi peradangan abnormal.


2.    Etiologi

Menurut Somantri (2007. Hal. 4) Penyebab  bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
1)   Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia, kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
2)   Infeksi sinus paranalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
3)   Dilatasi bronchus ( bronkhiektasi ), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
4)   Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu, kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
3.    Patofisiologi

Menurut Djojodibroto, (2009, Hal. 121) Mekanisme tejadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan kecil. Pada PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofillik yang di tarik oleh interleukin 8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya sel T CD8 helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosinofil, sel mast, dan sel T CD4 helper tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pada PPOK, jumlah eosinofil meningkat 30 kali lipat. Perbedaan jenis sel yang menginfiltrasi inilah yang menyebabkan perbedaan respon terhadap pengobatan kortikosteroid. Penurunan FEV, per tahun pada PPOK adalah antara 50 – 70 Ml/detik. Jika akhirnya FEV, menjadi di bawah 1 liter, angka kesakitan mencapai 10%.


4.    Manifestasi klinis

Menurut Djojodibroto. (2009. Hal 122) Manifestasi klinis pada penderita PPOK yaitu: batuk, produksi sputum berlebihan ( pada jenis bronchitis kronis ), dispnea, obstruksi saluran napas yang progresif. Pada pemeriksaan spirometri, FEV, dibawah predicted, FEV/ FVC di bawah predicted, perbaikan pada tes provokasi setelah pemberian bronkodilator < 12%. Penyebab : merokok, lapangan kerja berdebu, polusi udara, defisiensi @-1- antitrypsin. Penyebab obstruksi saluran pernapasan adalah : radang mukosa saluran napas, edema, bronkonstriksi, peningkatan sekresi mukus, dan hilangnya elastisitas recoil.

5.    Penatalaksanaan

Menurut Corwin. J. E (2009, Hal  576) penatalaksanaan pada pasien dengan PPOK meliputi  Long – acting beta – 2 agonist ( LABA ) atau agonis beta – 2 yang bekerja lebih lama dibandingkan dengan agonis – 2 yang bekerja cepat, memiliki potensi untuk menperbaiki bersihan mukosiliaris dan bekerja sebagai bronkodilator, terapi kombinasi terdiri dari LABA dan kortikosteroid inhalasi menberi aktivitas anti – inflamasi dan menperbaiki bersihan mukosiliaris. Penatalaksanaan untuk PPOK pada umumnya sama seperti pada bronchitis kronis dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi oksigen harus dipantau secara ketat. Individu pengidap PPOK mengalami hiperkapnia kronis yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan normal berespon terhadap karbon di oksida.faktor yang menyebabkan pasien harus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus menstimulasi ini hanya aktif melepaskan muatan apabila tekanan parsial oksigen arteri menurun kurang dari 50 Hg. Dengan demikian, apabila terapi oksigen bertujuan untuk menbuat tekanan parsial oksigen lebih dari 50 mmHg, dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang,. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi oksigen tinggi. Hal ini sangat memengaruhi kualitas hidup. Penyakit fosfodiesterase 4 ( PDE4 ) merupakan kelas obat paten dan menjanjikan PPOK dengan menurunkan jumlah makrofag sel T CD8+ dan CD68 + serta neutrofil di mukosa bronkus. 

6.    Pengkajian penunjang

Menurut Somantri (2007. Hal 55) pemeriksaan diagnostic pada pasien dengan PPOK meliputi :
- Chest X-ray :  dapat menunjukkan hiperinflasi paru – paru, diafragma mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vascular/bullae ( emfisema ), peningkatan bentuk bronkovaskular ( bronchitis ), dan normal ditentukan saat periode remisi ( asma ).

-Pemeriksaan fungsi paru – paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dispnea, menentukan abnormalitas fungsi apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misalnya : bronkodilator.

-TLC :  meningkatkan pada bronchitis berat dan biasanya pada asma, menurun pada emfisema.

- Kapasitas inpirasi :  menurun pada emfisema.

- FEV1 / FVC : untuk mengetahui rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap kapasitas vital ( FVC ), rasio menjadi menurun pada bronchitis dan asma.

- ABGs : menunjukkan prose penyakit kronis, sering kali PO2  menurun dan PCO2 normal atau meningkat ( bronchitis kronis dan emfisema ). Sering kali menurun pada asma dengan Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema atau asma ).

-Brokogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchus saat inspirasi, kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi ( emfisima ), dan pembesaran kelenjar mukus ( bronchitis ).

-Kimia darah: menganalisis keadaan alpha 1 – antitrypsin yang kemungkinannya berkurang pada emfisema primer.

- Darah komplit : dapat menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinofi ( asma ).

-Sputum kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasikan pathogen dan pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi.

- Elektro cardio graph ( ECG ) : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi ( pada pasien dengan asma berat dan atrial disritmia/bronchitis ); gelombang P pada Leads ll, lll, AVF panjang dan tinggi ( bronchitis dan emfisema )n, dan axis QRS vertikal  ( emfisema ).

- Pemeriksaan ECG setelah olahraga dan stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernapasan, mengavaluasi keefektifan obat bronkodilator dan merencanakan / evaluasi program.

7.    Komplikasi
Menurut Somantri (2007  Hal. 56) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan PPOK adalah sebagai berikut :
b.    Hipoksemia; Hipoksemia didefinikasikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55mmHg dengan nilai saturasi O2< 85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.
c.    Asidosis Respiratori; Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 ( hiperkapnia ). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea.
d.   Infeksi saluran pernapasan; Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan karna peningkatan produksi mukus, peningkatan otot polos bronchial, dan edema mukosa. Terhambatnya aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispnea.
e.    Gagal jantung; Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru – paru), harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, namun beberapa pasien emfisema berat juga mengalami masalah ini.
f.     Distritmia jatung; Distritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain, dan efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.
g.    Status Asmatikus; Status asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan asma bromkhial. Penyakit ini sangat berat potensial mengancam kehidupan dan sering kali tidak menberikan respon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering terlihat.
Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut Doenges (2000 : 152-155) proses asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan ialah sebagai berikut :

1.    Pengkajian
Aktivitas / istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi tubuh tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan. Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelelahan umum atau kehilangan massa otot 

Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : Peningkatan tekanan darah, Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat, disritmia, Distensi vena leher, Edema tidak berhubungan dengan penyakit jantung, Bunyi jantung redup
Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup. Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang
Makanan dan cairan
Gejala : Mual atau muntah, Anoreksia, Penurunan berat badan. Tanda : Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Penurunan massa otot
Higiene
Gejala  : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan aktivitas. Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Pernapasan
Gejala   : Napas pendek, rasa dada tertekan, Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari, Riwayat pneumonia berulang, Faktor keluarga dan keturunan, Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus. Tanda : Pernafasan cepat atau lambat, ekspirasi memanjang dengan mendengkur. Adanya penggunaan otot bantu pernapasan. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi. Perkusi hipersonan. Kesulitan bicara. Warna pucat dan sianosis bibir dan dasar kuku. Terdapat jari tabuh (clupping finger

Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi, sensitif terhadap faktor lingkungan, Adanya atau berulangnya infeksi. Tanda : Kemerahan atau berkeringat
Seksualitas
Gejala   :    Penurunan libido,
Interaksi sosial
Gejala :Hubungan ketergantungan, Kurang sistem pendukung, Kegagalan dukungan orang terdekat, Penyakit lama. Tanda : Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
 Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: Penyalahgunaan obat pernafasan. Kesulitan menghentikan rokok. Penggunaan alkohol secara teratur 
2.    Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (2000 : 153) Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan PPOK yaitu:
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnoe, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia.
d.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat nya pertahanan utama, tidak adekuatnya imunitas.
e.       Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan berhubungan dengan kurang informasi dan tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi.
3.    Intervensi keperawatan
Menurut Doenges (2000 : 153) Intervensi keperawatan yang yang dapat direncanakan  pada klien dengan PPOK ialah sebagai berikut:
a.    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu. Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.
Intervensi/Rasional
Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis mengi, krekels, ronki. Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis . penyebaran, krekels basah (bronchitis).
Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi ekspirasi. Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya dproses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang dibanding inspirasi
 Catat adanya/derajat dispnea, mis. Keluhan ”lapar udara” gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis infeksi, reaksi alergi.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis. Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis : debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir. Rasional : memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
Obsevasi karakteristik batuk, mis : menetap, batuk pendek, basah. Rasional : batuk dapat menetap tetapi efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
b.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Tujuan : Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi. Kriteria hasil : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas dari geja distre pernapasan.
Intervensi/Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas, dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhanindividu. Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Rasional : sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga), keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum : penghisapan bila diindikasikan. Rasional : kental. Tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi napas tambahan. Rasional : bunyi napas mungkin reduk karena penurunan aliran udara atau konsolidasi.
Palpasi fremitus. Rasional : penurunan getaran fibrasi diduga ada opengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/status mental, selidiki adanya perubahan. Rasional : gelisah dan ansietas adalah manifestasi klinis umum pada hipoksemia, GDA memburuk disertai bingung.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas, berikan lingkungan tenang dan kalem, batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur dikursi selama fase akut. Rasional : selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktivitas.
Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung. Rasional : takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
c.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnoe, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia.
Tujuan : Klien akan menunjukkan kemajuan/peningkatan status nutrisi. Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat, menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi/Rasional :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan ukur tubuh. Rasional : pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
Auskultasi bunyi usus. Rasional : penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi.
Berikan perawatan oral aktifitas, dan hipoksemia. Rasional : rasa tak enak, badan penampilan adalah pencegah utama nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah istirahat semalam 1 jam sebelum makan.
Hindari makanan penghasil gas dan minum karbonat. Rasional : dapat menghasilkan dispense abdomen yang menggangu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evauasi keadekuatan rencana nutrisi.
d.   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat nya pertahanan utama, tidak adekuatnya imunitas.
Tujuan : mengerti pemahamn penyebab/factor resiko infeksi, melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi/Rasional
Awasi suhu. Rasional : demam dapat terjadi karena dan/atau dehidrasi. Kaji pentingnya latihan jalan napas, abtuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan adekuat. Rasional : aktifitas ini meningkatkan pengeluaran secret untuk menurnukan resiko terjadinya infeksi peru.
Observasi warna, karakter, bau sputum. Rasional : secret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Rasional : mencegah penyebaran pathogen melalu cairan.
Awasi pengungjung berikan masker sesuai dengan indikasi. Rasional : menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
Dorong keseimbangan antara aktifitas dengan istirahat. Rasional : menurut konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi.
Diskusikan kebutuhan masukan aktivitas nutrisi adekuat. Rasional : malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan berhubungan dengan kurang informasi dan tidak mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi.
Tujuan : mampu pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan. Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.



Intervensi/Rasional
Jelaskan penjelasan proses penyakit individu, dorong orang terdekat untuk menyatakan pertanyaan. Rasional : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Instruksikan rasional untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. Rasional : napas bibir dan napas abdominal/disfragmatik individu arti untuk mengontrol dispnea, altihan kondisi umu meningkat toleransi akitivtas.
Diskusikan obat pernapasan, efek samping , dan reaksi yang tak diinginkan. Rasional : pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat.
Tunjukkan tehnik penggunaan dosis inhaler seperti bagaimana memegang, interval semprotan 2-5 menit, bersihkan inhalel. Rasional  : pemberin yang tepat obat meningkatkan penggunaan dan keefektifan. System alat untuk mencatat obat interminten/penggunaan dosis dari obat kalau perlu.
Anjurkan menghindari agen sedative antiansietas kecuali diresepkan diberikan oleh dokter mengobati kondisi pernapasan. Rasional  : meskipun pasien mungkin gugup dan merasa perlu sedative ini.
Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi. Rasional : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut.
Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif. Rasional : menurunkan pemajan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas.
Diskusikan factor individu yang meningkatkan kondisi mis. Udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem serbuk. Rasional : factor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronchial, produksi secret dan tambahan jalan napas.
Kaji efek bahaya meroko dan nesehatkan menghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat. Rasional : penghentian merokok dapat memperlambat kemajuan PPOM.
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan. Rasional : mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan pasien untuk membuat pilihan/keputusan informasi untuk menurunkan dispnea.
Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medic, foto dada periodic. Rasional : pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
Rujuk untuk evaluasi keperawatan dirumah bila diindikasikan, berikan rencana pengkajian detail dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang dari perawatan akut. Rasional : memberikan kelanjutan perawatan, dapat membantu menurnukan frekuensi perawatan dirumah sakit.
4.    Impelementasi
Menurut Carpenito, (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada; Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada . Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia. 
5.    Evaluasi
Menurut Asmadi  (2008.  Hal: 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.  Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :
a.    Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
b.    Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
c.    Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatab belum tercapai.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "KTI Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun) "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel