ASKEP CKS (cedera kepada sedang)
8:53:00 AM
1 Comment
(cedera kepada sedang) |
A.
Konsep Dasar
1.
Pengertian
Cedera
kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap
kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Grace, 2007 hal 91).
Sementara menurut Fransisca (2008. Hal 96) menyatakan bahwa trauma atau cedera kepala adalah di kenal
sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak.
BACA JUGA : ASKEP GASTRITIS
2.
Etiologi
Cedera
kepala dapat dibagi atas beberapa penyebab, menurut Krisanty (2009. Hal: 63).
a.
Trauma
tumpul : kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat
ringannya yang terjadi cedera yang terjadi tergantung pada proses
akselerasi-deselerasi, kekatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi
internal dapat menyebabkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena
pada saat otak bergeser akan terjadi pergeseran antara permukaan otak dengan
tonjolan-tonjolan yang terdapat di permukaan dalam tengkoraklaserasi jaringan
otak sehingga mengubah integritas vaskuler otak.
b.
Trauma tajam
: Disebabkan oleh pisau,peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang
tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity ) benda
tajam tersebut menancap ke kepala atau otak. Kerusakam terjadi hanya pada area
dimana benda tersebut merobek otak ( lokal ). Objek dengan velocity
tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan struktur otak yang luas. Adanya luka terbuka menyebabkan
resiko infeksi.
c.
Coup dan Contracoup : pada cedera coup kerusakan terjadi pada daerah
benturan sedangkan pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan cedera coup.
3. Klasifikasi
Menurut
Dewanto (2009. Hal 12), Cedera kepala dapat dibagi kedalam 3 kelompok
berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu :
a.
Cedera
Kepala Ringan (CKR)
Nilai GCS 13-15, tidak terdapat
kelaianan pada CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di
Rumah Sakit kurang dari 48 jam.
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
Nilai GCS 9-13, ditemukan kelainan
pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dirawat
dirumah sakit setidaknya 48 jam.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
Bila dalam waktu 48 jam setelah
trauma, nilai GCS kurang dari pada 9.
4.
Patofisiologi
Menurut (Grace, 2007. Hal 91) Patofisiologi pada
cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya antara lain adalah:
a.
Pukulan
langsung
Dapat
menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan
(coup injury) atau pada sisi
yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai
dinding yang berlawanan (contracoup
injury).
b.
Rotasi/deselerasi
Fleksi,
ekstensi atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang steroid).
Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak
dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan
intraserebral.
c.
Tabrakan
Otak
seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada
anak anak dengan tengkorak yang elastic).
d.
Peluru
Cenderung
menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan otak
merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan otak.
Derajat cedera otak primer secara langsung berhubungan dengan jumlah kekuatan
yang mengenai kepala. Kerusakan sekunder terjadi akibat komplikasi sistem
pernapasan (hipoksia, hiperkarbia, obstruksi jalan napas), syok hipovolemik
(cedera kepala tidak menyebabkan syok hipovolemik-lihat penyebab lain),
perdarahan intra cranial, edema serebral, epilepsy, infeksi dan hidrosefalus.
5.
Manifestasi Klinis
Menurut
Corwin (2009. Hal 246) manifestasi klinis pada pasien dengan cedera kepala
ialah sebagai berikut :
a. Pada geger otak, kesadaran sering kali
menurun.
b. Pola napas dapat menjadi abnormal secara
progresif.
c. Respons pupil mungkin tidak ada atau
secara progresif mengalami deteriorasi.
d. Sakit kepala dapat terjadi dengan segera
atau terjadi bersama penignkatan tekanan intrakranial.
e. Muntah dapat terjadi akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
f. Perubahan prilaku, kognitif, dan fisik
pada gerakan motorik dan berbicara dapat terjadi dengan segera atau lambat,
amnesia yang berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi.
6.
Pemeriksaan penunjang
Dewanto (2009. Hal 16) menyatakan
memerlukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa pada pasien
dengan trauma atau cedera kepala, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut:
a. Foto polos kepala: foto polos
kepala/otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dalam mendeteksi
perdarahan intrakranial . pada era CT scan, foto polos kepala mulai
ditinggalkan
b. CT scan kepala: CT scan kepala merupakan
standar baku untuk mendeteksi perdarahan intracranial. Semua pasien dengan GCS
< 15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien dengan
GCS 15, CT scan dilakukan hanya dengan indikasi tertentu.
c. MRI kepala: MRI adalah teknik pencitraan
yang lebih snsitif dibandingkan dengan CT scan, kelaianan yang tidak tampak
pada CT scan dapat dilihata oleh MRI. Namun, dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih
lama dibandingkan dengan CT scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat
darurat.
d. Positron
emission tomography (PET) dan single photon emission computer tomography
(SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase akut dan kronis
meskipun CT scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan
kerusakan. Namun, spesifitas penemuan abnormalitas tersebut PET atau SPECT pada
fase awal kasus CKR masih belum direkomendsikan (Dewanto 2009. Hal 16).
7.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
pada pasien dengan cedera kepala menurut Corwin
(2009. Hal 246) adalah sebagai berikut :
a. Geger otak ringan dan sedang biasanya
diterapi dengan observasi dan tirah baring.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah
yang pecah melalui pembedahan dan evakuasi hematoma.
c. Mungkin diperlukan debridement melalui
pembedahan (pengeluaran benda asing dan sel yang mati), terutama pada cedera
kepala terbuka.
d. Dekompresi melalui pengeboran lubang
didalam otak, yang disebut burr hole, mungkin diperlukan.
e. Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanis.
f. Antibiotik diperlukan untuk cedera
kepala terbuka guna mencegah infeksi.
g. Metode untuk menurunkan tekanan
intracranial dapat mencakup pemberian diuretik dan obat anti-inflamasi.
8.
Komplikasi
Perdarah
didalam otak, yang disebut hematoma intraserebal, dapat menyertai cedera kepala
tertutup yang berat, atau lebih sering, cedera kepala terbuka. Pada perdarahan
diotak, tekanan intracranial meningkat, dan sel neuron dan vascular tertekan.
Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun
dengan segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan edema
interstisial memburuk. Perubahan prilaku yang tidak kentara dan defisit
kognitif dapat terjadi dan tetap ada
(Corwin 2009. Hal 246).
Jangan Lupa Baca Juga :
B.
Asuhan Keperawatan.
Asuhan
keperawatan pada klien dengan Cedera Kepala dilaksanakan melalui pendekatan
proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi (Doengoes, 2000. Hal 270-289).
1.
Pengkajian
a.
Aktifitas/Istirahat
Gejala
: merasa lemah, lelah dan kaku
Tanda
: Perubahan
kesadaran, letargi, hemiparese,
quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah dalam kesimbangan,
cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot palstik.
b.
Sirkulasi
Gejala
: perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia) yang diselingi dengan disritmia.
c.
Integritas
ego
Gejala
: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda
: cemas, mudah tersinggung dan depresi
d.
Eliminasi
Gejala
: inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
e.
Makanan
atau cairan
Gejala
: mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda
: muntah, gangguan menelan ( batuk, air liur kluar)
f.
Neurosensori
Gejala
: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian
Tanda
: perubahan kasadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
g.
Nyeri
atau kenyamanan
Gejala
: sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda
; wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
tidak bisa beristirahat, merintih
h.
Pernafasan
Tanda
; perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperpentilasi), ronki, mengi
positif (kemungkinan karena aspirasi)
i.
Keamanan
Gejala
: trauma baru atau trauma karena kecelakaan
Tanda
: fraktur/dislokasi, ganguan penglihatan
j.
Interaksi
social
Tanda
: afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
k.
Penyuluhan
dan pembelajaran
Gejala
: penggunaan alkohol/obat lain.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah, edema serebral
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologi, konflik psikologi.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan atau ketahanan.
f. Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan adanya jaringan
trauma.
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna ( tingkat kesadaran )
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan
kebutuhan pengobatan.
3.
Intervensi
a.
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah,edema
serebral
Tujuan : Mempertahankan
tingkat kesadaran/perbaikan kognitif dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan tanda vital stabil
dan tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Intervensi
: Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu atau yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Rasional : Menentukanpilihanintervensi.
Intervensi
: Pantau/catat status neurologist secara teratur (GCS). Rasional : Mengkaji adanya
kecenderungan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP dan menentukan
tingkat kesadaran.
Intervensi
: Pantau Tekanan Darah.
Rasional : Peningkatan tekanan darah sistematik yang diikuti oleh penurunan
tingkat kesadaran. Hipovolemia / Hipertensi, dapat juga mengakibat kan
kerusakana/ iskemia serebral.
Intervensi
: Pantau pernafasan meliputi pola dan
iramanya. Rasional : Nafas yang tidak teratur dapat
menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral/peningkatan TIK dan memerlukan
intervensi yang lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan napas buatan.
Intervensi
: Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran
ketajaman, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya. Rasional : Untuk menentukan apakah batang otak
masih baik.
Intervensi
: Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan
yang kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi. Rasional : Gangguan penglihatan yang dapat
diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otot, mempunyai konsekuensi
terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Intervensi
: Kaji letak/gerakan mata. Rasional : Posisi dan gerakan mata membantu menemukan lokasi area
otak yang terlibat. Tanda awal dari peningkatan TIK adalah kegagalan dalam
abduksi pada mata, mengindikasikan penekanan/trauma pada saraf Cranial V.
hilangnya doll’s eye mengindikasikan adanya penurunan pada fungsi batang otak
dan prognosisnya jelek.
Intervensi
: Catat ada/tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks
menelan, batuk dan babinski, dsb. Rasional
: Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah
atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Intervensi
: Pantau suhu tubuh. Berikan kompres
hangat saat demam timbul. Rasional : Demam dapat
mencerminkan kerusakan hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya
akan meningkatkan TIK.
Intervensi
: Pantau pemasukan dan pengeluaran. Rasional : Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh
yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
Intervensi
: Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi
netral, sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Rasional : Kepala miring pada salah
satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya
akan meningkatkan TIK.
Intervensi
: Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi. Rasional : Menurunkan hipoksemia.
Intervensi
: Berikan obat sesuai dengan indikasi diuretic, contohnya
manitol, Furosemid. Antikonvulsan, contohnya feniton. Rasional : Diuretik menurunkan edema otak dan TIK.
Antikonvulsan mencegah terjadinya aktivitas kejang.
Tujuan : Pasien akan mempertahankan pola pernafasan
normal/efektif
Kriteria Hasil : bebas sianosis.
Intervensi
: Kaji kecepatan, kedalaman frekwensi, irama bunyi nafas. Rasional : Perubahan yang
terjadi menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan luasnya bagian otak yang
terkena.
Intervensi
: Atur
posisi semi fowler. Rasional : Supaya
ekspansi paru tidak terganggu.
Intervensi
: Ajarkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar. Rasional : Untuk mencegah terjadinya
ateletasis.
Intervensi
: Lakukan penghisapan dengan lebih hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Intervensi
: Catat
karakter, warna dan kekeruhan sekret. Rasional
: Penghisapan untuk membersihkan jalan nafas. Penghisapan yang terlalu lama
menyebabkan/meningkatkan hipoksia.
c.
Perubahan
persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori,
transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ).
Tujuan : Mempertahankan
tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
Kriteria Hasil : mengakui perubahan dalam kemampuan dan
adanya keterlibatan residu.
Intervensi
: Pantau
secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/efektif
sensorik dan proses pikir. Rasional :
Menentukan pilihan intervensi
Intervensi
: Kaji
kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul
dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah
penglihatan atau sensasi yang lain. Rasional
: Informasi penting untuk keamanan pasien.
Intervensi
: Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan
sederhana pertahankan kontak mata. Rasional : Pasien mungkin
mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan
tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
Intervensi
: Berikan stimulus yang bermanfaat: verbal (berbincang-bincang dengan
pasien), penciuman (seperti pada kopi atau minyak tertentu), taktil (sentuhan,
memegang tangan pasien), dan pendengaran (dengan tape, radio, televisi). Rasional : Bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik
secara melatih kembalinya fungsi kognitif.
d.
Perubahan
proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi, konflik psikologi.
Tujuan
: Mempertahankan/melakukan kembali
orientasi mental dan realitas.
Kriteria
hasil : Mengenali
perubahan berpikir/perilaku.
Intervensi
: Kaji tentang perhatian, kebingungan dan catat tingkat ansietas pasien. Rasional : Rentang perhatian/kemampuan
untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan
merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses pikir
pasien.
Intervensi
: Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi dan
konfrontasi.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya respon
pertengkaran atau penolakan.
Intervensi
: Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien. Rasional : Perhatian dan dukungan yang
diberikan pada individu akan meningkatkan harga diri dan mendorong
kesinambungan usaha tersebut.
Intervensi
: Beritahu pasien/orang terdekat bahwa fungsi intelektual, tingkah laku dan
fungsi emosi akan meningkat secara perlahan namun beberapa pengaruhnya mungkin
tetap ada selama beberapa bulan atau bahkan bisa menetap/permanen. Rasional : kebanyakan pasien dengan
cedera kepala mengalami masalah dengan daya konsentrasi dan memorinya.
e.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau ketahanan.
Tujuan
: klien mmempertahankan posisi fungsi
optimal.
Kriteria
hasil : Mendemosntrasikan teknik/perilaku
yang memungkinkan dilakukannya kembali aktivitas
Intervensi
: Kaji
tingkat kemampuan mobilisasi. Rasional : Untuk menentukan
tingkat aktivitas dan bantuan yang diberikan.
Ubah posisi secara teratur. Rasional : Dapat meningkatkan sirkulasi pada bagian tubuh.
Intervensi
: Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak. Rasional : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
Intervensi
: Tingkat aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan. Rasional : Keterlibatan
pasien dalam perencanaan dan kegiatan sangat penting untuk meningkatkan
kerjasama pasien dari suatu program tersebut.
f.
Resiko
tinggi infeksi berhunbungan dengan jaringan trauma.
Tujuan
: klien Mempertahankan normotermia.
Kriteria
hasil : Bebas
tanda-tanda infeksi. Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya.
Intervensi
: Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan daerah yang terpasang alat
invasi (terpasang infus). Rasional : Deteksi dini
perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Intervensi
: Pantau
suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, mengigil, dia foresis dan
penurunan kesadaran. Rasional : Dapat
mengindentifikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi
atau tindakan dengan segera.
Intervensi
: Batasi
pengunjung. Rasional : Menurunkan
pemajanan terhadap pembawa kuman penyebab infeksi.
Intervensi
: Berikan
antibiotik sesuai indikasi. Rasional : Antibiotik
untuk membentuk/memberantas kuman penyebab infeksi.
g.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
mencerna ( tingkat kesadaran )
Tujuan
: Mendemonstrasikan
pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan
Kriteria
hasil : Tidak mengalami tanda-tanda
malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam rentang normal.
Intervensi
: Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
sekresi. Rasional : Menentukan
pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari
aspirasi.
Intervensi
: Timbang
berat badan sesuai indikasi. Rasional :
Mengevaluasi
keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
Intervensi
: Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti meninggikan kepala
tempat tidur selama pasien makan atau selama pemberian makanan lewat selang
NGT. Rasional : Menurunkan resiko regurgitasi dan
atau terjadinya aspirasi.
Intervensi
: Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional : Meningkatkan
proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan
dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
Intervensi
: Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien. Rasional : Meningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan.
Intervensi
: Berikan makan dengan cara yang sesuai seperti melalui selang NGT, melalui
oral dengan makanan lunak dan carian yang kental. Rasional : Pemilihan rute
pemberian tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien.
h.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan
: Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
aturan pengobatan.
Kriteria
hasil : Melakukan prosedur yang diperlukan
dengan benar.
Intervensi
: Kaji kemampuan dan kesiapan untuk belajar pasien dan keluarga. Rasional : Memungkinkan untuk menyampaikan
bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual.
Intervensi
: Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan
pengaruh sesudahnya. Rasional : Membantu
dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada
keadaan saat ini dan kebutuhannya.
Intervensi
: Diskusikan
rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. Rasional : Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang
didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual.
4.
Implementasi
Menurut Carpenito
(2009, hal 57) komponen
implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang
diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrampilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada: Melakukan
aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan
untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah
ada. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan
yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien
membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan
membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan
yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi,
atau menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya
sendiri. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali
pilihan yang tersedia.
5. Evaluasi
Menurut Asmadi (2008.
Hal: 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan
tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment).
Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :Melihat dan menilai kemampuan klien
dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau
belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatab belum tercapai.
Thanks Atas Info nya tentang Askep CKS mas
ReplyDelete