-->

ASKEP DBD LENGKAP

Pengantar Askep DBD

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan Tulisan Artikel Asuhan Keperawatan Dengan Demam Berdarah (DBD) ini, Tulisan artikel ini di susun berdasarkan kutipan dari para ahli dalam bukunya baik itu buku tentang Ilmu Penyakit dan lainnya.


Kami menyadari bahwa artikel ini belum maksimal dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharap masukan, kritikan dan saran para pembaca untuk kesempurnaan tulisan Askep dan Laporan Pendahuluan ini.


Akhirnya, semoga amal baik semua pihak diterima oleh Allah dan mendapatkan balasan darinya dengan pahala yang setimpal dan semoga artikel ini bermanfaat bagi kami dan juga bagi pembaca sekalian.Amin.

ASKEP DBD LENGKAP LAPORAN PENDAHULUAN DBD



A. Latar Belakang

Dengan yang disebarkan virus disebarkan oleh nyamuk Aedes (Stegomyia). Selama dua dekade terakhir, frekuensi kasus dan epidemi penyakit demam dengue (dengue fever, DF), demam berdarah (dengue hemorragic fever, DHF), dan sindrom syok dengue (dengue syok syndrom, DSS) menunjukkan peningkatan yang dramatis di seluruh dunia. The World Health Report 1996, menyatakan bahwa”kemunculan kembali penyakit infeksisus merupakan suatu peringatan bahwa kemajuan yang telah diraih sampai sejauh ini terhadap keamanan dunia dalam hal kesehatan dan kemakmuran sia-sia belaka”. Laporan tersebut lebih jauh menyebutkan bahwa” penyakit infeksius tersebut berkisar dari penyakit yang terjadi di daerah tropis (seperti malaria dan DHF yang sering terjadi di negara berkembang) hingga penyakit yang ditemukan di seluruh dunia (seperti hepatitis dan penyakit menular seksual [PMS], termasuk HIV/AIDS) dan penyakit yang disebarkan melalui makanan yang mempengaruhi sejumlah besar penduduk dunia baik di negara miskin maupun kaya.


Pada Mei 1993, pertemuan kesehatan dunia yang ke-46 mengajukan suatu resolusi tentang pengendalian dan pencegahan dengue yang menekankan bahwa pengokohan pencegahan dan pengendalian DF, DHF, DSS baik di tingkat lokal maupun nasional harus menjadi salah satu prioritas dari Negara Anggota WHO tempat endemiknya penyakit. Resolusi tersebut juga meminta: (1) strategi yang dikembangkan untuk mengatasi penyebaran dan peningkatan insiden dengue harus dapat dilakukan oleh negara terkait, (2) peningkatan penyuluhan kesehatan masyarakat, (3) mengencarkan promosi kesehatan, (4) memperkuat riset, (5) memperluas surveilens dengue, (6) pemberian panduadalam hal pengendalian vektor, dan (7) mobilisasi sumber daya eksternal untuk pencegahan penyakit harus menjadi prioritas.


Untuk menanggapi resolusi WHA dalam pencegahan dan pengendalian dengue, strategi global untuk operasionalitas kegiatan pengendalian vektor dikembangkan berdasarkan komponen utama seperti, tindakan pengendalian nyamuk yang selektif terpadu dengan partisipasi masyarakat dan kerja sama antarsektor, persiapan kedaruratan, dll. Salah satu penopang utama dalam strategi global adalah peningkatan surveilans yang aktif dan didasarkan pada pemeriksaaan laboratorium yang akurat terhadap DF/DHF dan vektornya. Agar berjalan lancar, setiap negara endemik harus memasukkan penyakit DHF menjadi salah satu jenis penyakit yang harus dilaporkan.


B.     Rumusan Masalah

1.      Apa  pengertian penyakit demam berdarah ?

2.      Bagaimana pencegahan penyakit demam berdarah ?

3.      Bagaimana perjalanan(pathway) penyakit demam bedarah ?

4.    Bagaimana penatalaksanaan penyakit demam berdarah ?


C.    Tujuan

1. Mengetahui pengertian penyakit demam berdarah

2. Mengetahi pencegahan terjadinya penyakit demam berdarah

3. Mengetahui perjalanan (pathway) penyakit demam berdarah

4. Mengetahui penatalaksaan penyakit demam berdarah

I. Konsep Dasar Teoritis Askep DBD

A. Pengertian Askep DBD

Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2005). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan. Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2006).


Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue, dan dengue shock sindrom (DDS) (Widoyono, 2008).


Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) kemudian menular melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) nyamuk aedes aegepty.

B. Klasifikasi Askep DBD

Menurut WHO Klasifiksi DBD terdiri dari :

1. Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (uji tourniquet positif) 

2. Derajat II

Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain. 

3. Derajat III

Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi) 

4. Derajat IV

Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur 

C. Etiologi Askep DBD

Virus dengue tergolong dalam family Flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1&2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia II, sedangkan dengue 3 & 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksilat, stabil pada suhu 700C (Djamin, 2013).


Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri (Djamin,2013):


1. Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap

2. Warnanya hitam dan belang-belang

3. Menggigit pada siang hari

4. Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap

5. Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia

6. Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.

7.  Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.

D. Manifestasi Klinis Askep DBD

Menurut Soegeng, (2006) Gejala klinis utama pada klien DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.

a.    Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari

b.    Manifestasi perdarahan: Uji tourniquet positif,  Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena.

c.    Hepatomegali

d.   Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah 

E. Patofisiologi Askep DBD

Adapun patofisiologi pada klien dengan DBD Adalah sebagai berikut :


Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani, 2011).


Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari (Soegijanto, 2006).


Menurut Ngastiyah (2005) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali).


Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).


Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Noersalam, 2005).


Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lam akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani, 2011).

F. Penatalaksanaan Askep DBD

Penatalaksanaan untuk klien Demam Berdarah Dengue adalah penanganan pada derajat I hingga derajat IV.   

1.        Derajat I dan II

1)   Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 75 ml/kg BB/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari 10kg atau bersama diberikan oralit, air buah atau susu secukupnya, atau pemberian cairan dalam waktu 24 jam antara lain sebagai berikut :

a.    100 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 kg

b.    75  ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30 kg

c.    60 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg

d.   50 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 kg


2)   Pemberian obat antibiotik apabila adanya infeksi sekunder

3)   Pemberian antipieritika untuk menurunkan panas.

4)   Apabila ada perdarahan hebat maka berikan darah 15 cc/kg BB/hari.


2.      Derajat III

1)   Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 20 ml/kg BB/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan peberian RL 10 m/kg BB/jam, jika nadi dan tensi tidak stabil lanjutkan jumlah cairan berdasarkan kebutuhan dalam waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk. 


2)   Pemberian plasma atau plasma ekspander (dekstran L ) sebanyak 10 ml/kg BB/jam dan dapat diulang maksimal 30 ml/ kg BB dalam 24 jam, apabila setelah 1 jam pemakaian RL 20 ml/kg BB/jam keadaan tekanan darah kurang dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan yang cukup berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kg BB/jam jika baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan selanjutnya.


3)   Apabila 1 jam pemberian 10 ml/kg BB/jam keadaan tensi masih menurun dan dibawah 80 mmHg maka penderita harus mendapatkan plasma ekspander sebanyak 10 ml/kgBB/jam diulang maksimal 30 mg /kg BB/24 jam bila baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas


3.    Derajat IV


1)   Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 30 ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah baik, lanjutkann RL sebanyak 10 ml/kgBB/jam.

2)   Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang. 2 saluran infuse dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgbb/1jam dan satunya pemberian palasma ekspander atau dextran L sebanyak 20 ml/kgBB/jam selam 1 jam, 

3)   Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma ekspander 20 ml/kgBB/jam,

4)   Apabila masih tetap memburuk maka berikan plasma ekspander 10 ml/kgBB/jam diulangi maksimun 30 ml/kgBB/24jam.

5)   Jika setelah 2 jam pemberian plasma dan RL tidak menunjukan perbaikan maka konsultasikan kebagian anastesi untuk perlu tidaknya dipasang central vaskuler pressure atau CVP. (Hidayat A Aziz Alimul, 2008).


G. Pencegahan Askep DBD

Ada 3 cara pemberantasan vector

1.    Fogging focus 

Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas maka kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan epidemologis butul-butul memenuhi kriteria


2.    Abatisasi

Dilaksanakan di desa/ kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat-tempat umum.


3.    Tanpa inteksida 

Membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan    cara 3M:

1)   Menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan abate/altosit ketempat penampungan air bersih.

2)   Menutupnya rapat-rapat tempat penampungan air.

3)   Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang bekas, lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi sarang nyamuk Aedes Aegypti.

H. Komplikasi DBD

a. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.


Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.


b. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.


c. Udema paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.


Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Dehidrasi, 2. Pendarahan, 3. Jumlah platelet yang rendah, 4. Hipotensi, 5. Bradikardi, 6. Kerusakan hati.


Pemeriksaan Klien diagnostik

Langkah - langkah   diagnosa   medik   pemeriksaan pada klien dengan DBD menurut Murwani, 2011 adalah sebagai berikut :

a.    Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-50%; wanita 35-47%.

b.    Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.

c.    Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai kertas saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk rumah sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai menunggu saat pengiriman.


d.   Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-jaringan untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk penderita yang meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Klien DBD

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpulan data.

Berdasarkan klasifikasi NANDA (Herdman, 2010), fokus pengkajian yang harus dikaji tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus:


a.    Aktivitas/ Istirahat

Gejala: keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.


b.    Sirkulasi

Tanda: peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.


c.    Eliminasi

Gejala: riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urin, rasa terbakar.


Tanda: oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.


d.   Pencernaan

Tanda: mual-mu


2. Diagnosa Keperawatan DBD

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien denga DBD menurut NANDA dalam (Herdman, 2010), yaitu :


a.    Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit (viremia).


b.    Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit


c.    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksi.


d.   Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.


e.    Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.


f.     Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.


g.    Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

3. Intervensi Keperawatan DBD

Intevensi keperawatan pada klien dengan DBD di rumuskan berdasarkan diagnosa keperawatan, yaitu sebagai berikut :


a.    Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.


Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal. 


Kriteria hasil: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.


1)   Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi dan pernapasan setiap 3 jam atau sering lagi. 

Rasional: Suhu 38,9-41,1oc menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.


2)   Berikan penjelasan mengenai penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.

Rasional: Untuk memberikan pengetahuan pemahaman tentang penyebab dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar.


3)   Berikan penjelasan kepada keluarga  tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam.

Rasional : Perubahan dapat lebih tampak oleh orang terdekat, meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak dengan pasien.


4)   Catatlah asupan dan keluaran cairan.

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan baik intake maupun output.


5)   Anjurkan anak  untuk banyak minum paling tidak ± 2,5 liter tiap 24 jam dan jelaskan manfaat bagi anak.

Rasional :Untuk mempercepat proses penguapan melalui urine dan keringat, selain itu dimaksudkan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.


6)   Berikan kompres dingin pada daerah axila dan lipatan paha.

Rasional : kompres air dingin dapat memberikan efek vasodilatasi pembululuh darah.


7)   Anjurkan agar anak tidak memakai selimut dari pakaian yang tebal.

Rasional : Untuk memudahkan dalam proses penguapan.


8)   Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai dengan program dokter.

Rasional :Pemberian terapi cairan intravena untuk mengganti cairan yang hilang dan obat-obatan sebagai preparat yang di formulasikan untuk penurunan panas.



b. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah perifer.

Tujuan : Nyeri berkurang atau terkontrol

Kriteria hasil : Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri


1)   Kaji tingkat nyeri yang dialami anak dengan menggunakan skala nyeri (0-10). Biarkan anak memutuskan tingkat nyeri yang dialami. Tipe nyeri yang dialami dan respons anak terhadap nyeri. 

Rasional :Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan resolusi komplikasi.

2)   Atur posisi yang nyaman dan usahakan situasi yang tenang. 

Rasional: Posisi yang nyaman dan situasi yang tenang dapat mengurangi rasa nyeri atau mengurangi stimulus nyeri.


3)   Ciptakan suasana yang gembira pada anak, alihkan perhatian anak dari rasa nyeri (libatkan keluarga) misalnya: membaca buku, mendengar musik, dan menonton TV.

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri pada anak.

4)   Berikan kesempatan pada anak untuk berkomunikasi dengan teman-temannya atau orang terdekat.

Rasional: Dapat menguragi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit.


5)   Berikan obat-obat analgetik (kolaborasi dengan dokter).

Rasional: Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman.




c.    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.

Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil: Anak mengkonsumsi jumlah makanan yang adekuat.

1)   Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh anak.

Rasional :Untuk memberikan  nutrisi yang optimal meskipun kehilangan napsu makan serta memotivasi anak agar mau makan.


2)   Berikan makanan yang mudah ditelan, seperti bubur dan tim, serta dihidangkan selagi masih hangat

Rasional` :Memudahkan proses menelan dan meringankan kerja lambung untuk mencerna makanan dan menghindari rasa mual.


3)   Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.

Rasional :karena porsi biasanya ditoleransi dengan lebih baik.


4)   Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama. 

Rasional :Untuk membantu status nutrisi.

 

5)   Mempertahankan kebersihan mulut pasien 

Rasional :Untuk merangsang napsu makan.


6)   Mempertahankan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.

Rasional:Untuk menghindari intoleransi makanan.


7)   Jelaskan pada keluarga manfaat makanan/ nutrisi bagi anak terutama saat sakit.

Rasional :Makanan merupakan penambahan tenaga bagi orang sakit.


8)   Catatlah jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.

Rasional :Untuk mengetahui jumlah intake makanan dan penentuan dalam pemberian diet dan selanjutnya. 



d.    Potensial terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

Tujuan : tidak terjadi perdarahan

Kriteria hasil : Jumlah trombosit dalam batas normal.

1)   Monitor penurunan trombosit yang di sertai dengan tanda klinis

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan penyakit apabila terjadi perdarahan bawah kulit.

2)   Monitor jumlah trombosit setiap hari

Rasional : Mengetahui nilai batas normal dan perkembangan penyakit.

3)   Berikan penjelasan mengenai pengaruh trombositopenia pada pada anak.

Rasional : Penjelasan yang akurat tentang trombositopenia merupakan faktor penyebab terjadinya syok apabila terjadi penurunan trombosit yang hebat.

4)   Anjurkan anak untuk banyak istirahat

Rasional : Memberikan relaksasi untuk anggota organ tubuh serta membantu dalam proses penyembuhan.



e.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan permeabilitas kapiler, muntah dan demam.

Tujuan : Anak menunjukkan terpenuhinya tanda-tanda kebutuhan cairan.

Kriteria hasil : Anak mendapatkan cairan yang cukup, Menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat yang dibutuhkan dengan tanda-tanda vital dan turgor kulit yang normal, membran mukosa lembab.


1)   Monitor keadaan umum pasien

Rasional :Untuk mengetahui perkembangan penyakit.


2)   Observasi tanda-tanda vital setiap 2-3  jam.

Rasional :Untuk meningkatkan hidrasi dan mencegah dehidrasi.


3)   Perhatikan keluhan pasien seperti mata kunang-kunang, pusing, lemah, ekstremitas dingin dan sesak napas.

Rasional:Untuk mengetahui perubahan yang terjadi bila adanya kekurangan cairan sehingga mendapatkan perawatan lebih baik.


4)   Mengobservasi dan mencatat intake dan output.

Rasional:Untuk menentukan status hidrasi


5)   Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Rasional: Menentukan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.


6)   Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, serum albumin.

Rasional  : Menentukan adanya ketidakseimbangannya cairan dan elektrolit.


7)   Mempertahankan intake dan output yang adekuat.

Rasional: Pemenuhan kebutuhan cairan menurunkan resiko dehidrasi.


8)   Monitor dan mencatat berat badan.

Rasional  : merupakan indikator cairan dan nutrisi.


9)   Pasang infus dan beri terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan (kolaborasi dengan dokter)

Rasional  :  Pemberian infus dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.


f.    Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan tubuh.

Tujuan : Anak mendapat istirahat yang adekuat

Kriteria hasil : Anak melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan, Kebutuhan istirahat anak terpenuhi.


1)   Bantulah anak untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari seperti: mandi, makan dan eliminasi, sesuai dengan tingkat keterbatasan anak.

Rasional: Melindungi anak dari cedera selama melakukan aktivitas dan memungkinkan penghematan energi atau kelemahan tubuh.


2)   Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak

Rasional :Bantuan keluarga membuat anak merasa aman secara moril dan fisik serta membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien.  


3)   Dekatkan dan siapkan alat-alat yang dibutuhkan di dekat anak

Rasional :Memudahkan pasien dapat mengambil keperluannya.


g.    Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.

Tujuan : Keluarga menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal koping yang adatif.

Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit dan terapinya, Keluarga menunjukkan perilaku koping positif terhadap anak. 


1)   Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stress. 

Rasional : Karena hal ini biasanya terjadi dalam proses penyesuaian dan untuk menguatkan pemahaman keluarga.


2)   Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar, dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga.

Rasional : Agar keluarga mendapat dukungan yang di butuhkan sehingga kemampuan mereka untuk mengatasi masalah dapat dimaksimalkan. 


3)   Identifikasi koping yang biasa digunakan dan seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan.

Rasional :Untuk memberikan dukungan dan ketenangan sesuai kebutuhan. 


4)   Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk membuat anak atau keluarga menjadi lebih baik atau dan jika memungkinkan memberikan apa yang diminta oleh kelurga.

Rasional: Untuk memberikan perawatan yang optimal terhadap intervensi lanjut.


5)   Memenuhi kebutuhan dasar anak; jika anak sangat tergantung dalam melakukan aktivitas sehari-hari, ijinkan hal ini terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian secara bertahap meningkatkan kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. 

Rasional: Untuk memberikan dukungan sehingga kemampuan  anak untuk melakukan koping dapat di maksimalkan serta menurunkan resiko cedera.  


---------------------------------------------------------------------------


Sekian informasi Askep dan LP DBD yang dapat kami sampaikan semoga menjadi berkah bagi kita semua, dan bila ada kritik dan saran tentang Askep tersebut bisa sobat lampirkan pada kolom komentar di bawah.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Response to "ASKEP DBD LENGKAP"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel