Askep Hiperbilirubin pada Bayi
10:35:00 PM
Add Comment
LP dan Askep Hiperbilirubin| menjadi suatu hal yang menarik untuk di telusuri, mengingat sungguh banyak kasus bayi dengan hiperbilirubin yang perawat temui di rumah sakit dan sudah menjadi kodratnya seorang perawat harus memberikan Asuhan Keperawatan kepada siapa saja yang memerlukan proses keperawatan selama pasien itu terdaftar di rumah sakit yang bersangkutan, hal ini tentu saja juga berlaku untuk kasus hiperbilirubin yang sering di alami oleh bayi.
![]() |
Penyakit Hiperbilirubin |
Baca Juga
Karena itu pada kondisi sekarang dan seperti ini dengan banyak nya jumlah kasus hiperbilirubin yang terjadi, maka kami mencoba untuk memberikan setidaknya sedikit contoh laporan pendahuluan Askep pada Bayi dengan Hiperbilirubin, yang selanjutnya bisa juga anda modif sendiri nantinya setelah anda jadikan file .doc dengan menambah beberapa referensi terbaru jika di perlukan.
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ASKEP HIPERBILIRUBIN
A. Latar Belakang Askep Hiperbillirubin
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi
baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu
kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh
kembang bayi (Guyton & Hall, 2006).
Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada
80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul
akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit.
Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada
tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan (Suriadi, 2001).
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau
patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan
lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut
timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak
membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus
patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang
dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta
penyebabnya. (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011).
Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala
sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab
itu perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang
berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan
sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan
berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi, dilihat dari sisi
penyebabnya kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Faktor yang
dapat dikaitkan dengan kematian bayi endogen dan eksogen adalah kematian
endogen atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang
terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya pada
saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan kematian eksogen atau
kematian postnatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia 1 bulan
sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan faktor-faktor yang bertalian
dengan pengaruh lingkungan luar akibat dari kurangnya pengetahuan orang tua
dalam merawat bayinya (Depkes, 2007).
Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di Negara tetangga tahun 2007 seperti
singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 6,5% per 1.000 kelahiran
hidup, Thailand 17% per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18% per 1.000 kelahiran
hidup dan philipina 26% per 1.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi
di Indonesia cukup tinggi yakni 46,5% per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2011).
Ikterus merupakan salah satu fenomena yang sering ditemukan pada bayi baru
lahir, kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 25-50% pada bayi
cukup bulan 80% pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita
dapat bersifat fisiologis dan sebagian bersifat patologis (hiperbilirubinemia)
yang dapat menimbulkan dampak yang buruk (SDKI, 2011). Dampak buruk yang
diderita bayi seperti : kulit berwarna kuning sampai jingga, klien tampak
lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai berwarna coklat dan apabila penyakit
ini tidak ditangani dengan segera maka akan menimbulkan dampak yang lebih buruk
lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada otak) yang ditandai dengan bayi tidak
mau menghisap, letargi, gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot kaku, leher
kaku (Suriadi, 2006).
Peran perawat dalam keperawatan ini sebagai innovator, fasilitator dan
pendidik dan sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam
melakukan asuhan keperawatan kepada klien secara menyeluruh baik biologis,
psikologis, social, budaya dan spiritual yang meliputi beberapa aspek antara
lain aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dari aspek promotif
adalah dimana perawat berperan sebagai promotor kesehatan yang perlu memberikan
informasi ataupun pendidikan kesehatan tentang pentingnya hidup sehat dan
melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin. Perawat sebagai aspek preventif
adalah menganjurkan kepada ibu hamil untuk berhati-hati terhadap penggunaan
obat-obatan dan pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Aspek kuratif perawat
berkolaborasi dalam pemberian terapi (fototherapi,transfuse pengganti, infus
albumin dan therapy obat). Peran perawat sebagai rehabilitatif adalah perawat
mengembalikan kondisi klien setelah mengalami penurunan kadar bilirubin dan
menginformasikan kepada ibu
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat
berguna untuk memberikan asuhan keperawatan dan kode etik dalam menangani
pasien dengan diagnosa hiperbilirubin. Pada kenyataannya kita lihat dilapangan
banyak pasien hiperbilirubin yang pemberian asuhan keperawatan yang kurang
maksimal, contohnya pada fototerapi, seharusnya mempunyai kontrol atau pengawasan,
tetapi banyak perawat yang lalai dalam hal tersebut. Pada saat pengkajian
ditemukan tiga dari sepuluh bayi yang di rawat inap perinatology dengan
diagnosa ikterus neonatum, dimana ketiga bayi tersebut sedang di fototerapi.
BAB II
TINJAUAN ASKEP HIPERBILIRUBIN
A.. Konsep Dasar Askep
1.Pengertian
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang
ditandai pada kulit, mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah
jaundice atau ikterus (Bobak, 2004). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern icterus kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai
hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila
kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan (Harison, et all, 2000).
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk
icterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan
kadar serum bilirubin (Iyan, 2009). Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005).
2.Etiologi Hiperbilirubin
Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin
yaitu :
1.
Hemolysis pada inkompatibilitas yang
terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada golongan
rhesus dan ABO.
2.
Gangguan konjugasi bilirubin.
3.
Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi
hepar.
4.
Pembentukan bilirubin yang
berlebihan.
5.
Keracunan obat (hemolysis kimia :
salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6.
Bayi dari ibu diabetes, jaundice
ASI.
7.
Penyakit hemolitik yaitu
meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga icterus
hemolitik.
8.
Gangguan transportasi akibat
penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya hiperbilirubin atau karena pengaruh
obat-obatan.
9.
Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan
kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan
sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma, shypilis.
3. Anatomi Fisiologi Hiperbilirubin
a. Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak
disebelah kanan atas rongga perut dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau
2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah
tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan
lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan yang lebih
besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus kanan
atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005).
Hati disuplai oleh
pembuluh darah, yaitu :
1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus
yang kaya akan nutrient seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut
dalam air dan mineral.
2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya
akan oksigen.
b. Fungsi hati
1.
Mengubah zat makanan yang di
absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa dalam tubuh dikeluarkan
sesuai dengan pemakaiannya.
2.
Mengubah zat buangan dan bahan racun
untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
3.
Menghasilkan enzim glikolik glukosa
menjadi glukogen.
4.
Sekresi empedu, garam empedu dibuat
dihati dibentuk dalam retikulo endulium dialirkan ke empedu
5.
Untuk menyimpan berbagai zat seperti
mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen
dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dalam tubuh (seperti
peptisida).
6.
Untuk fagositosis mikroorganisme,
eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
7.
Untuk pembentukan ureum, hati
menerima asam amino di ubah menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal
dalam bentuk urine.
8.
Menyiapkan lemak untuk pemecahan
terakhir asam karbonat dan air.
4. Patofisologi Hiperbilirubin
Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu,
hemolysis, rusaknya sel-sel hepar, gangguan konjugasi bilirubin. Setelah
pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi akan mengalami gangguan dalam
hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan mengakibatkan peningkatan bilirubin
yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan warna kuning pucat pada kulit
(Haws Paulette S, 2007).
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu
diubah oleh enzim glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin
tak terkonjugasi menjadi bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat
diubah akan larut dalam lemak dan mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin
yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini tidak bisa diekskresikan dalam
urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan
pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati dan
peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan
peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price,
Sylvia Anderson, 2006).
Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang
larut dalam lemak akan memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna
secara terus menerus melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui
eliminasi, dan jika berlanjut akan menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan
terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan adanya peningkatan bilirubin didalam
darah maka akan menyebabkan terjadinya hiperbilirubin. apabila bilirubin tak
terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut
kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat mengakibatkan kejang ,
tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia Anderson,
2006).
5.Manifestasi
klinis Hiperbilirubin
Manifestasi klinis yang lazim
di temukan pada bayi dengan hiperbillirubin adalah sebagai berikut :
a. Kulit jaundice (kuning)
b.Sklera ikterik
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10
mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan 15 mg% pada neonatus yang kurang
bulan.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam
yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrom gangguan nafas
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang
membuncit
i. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan
neurologis dapat ditemukan adanya kejang
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
k.Terjadi pembesaran hati
l. Tidak mau minum ASI
m. Letargi
6.
Klasifikasi Hiperbilirubin
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi,
2010) yaitu :
1. Ikterus fisiologi (direks)
a. Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
b. kadar bilirubin serum pada bayi cukup
bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl pada bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak
melebihi 5 mg/dl per hari
d. Ikterus hilang 10-14 hari
e. Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis
2. Ikterus patologis
a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih
dalam 24 jam
c. Apabila kadar bilirubin serum pada bayi
cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10 mg/dl pada bayi kurang bulan
d. Ikterus menetap setelah 2 minggu
e. Mempunyai hubungan dengan hemolitik
7.
Penatalaksanaan Askep
Hiberbilirubin
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut
Varney (2007), antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
a.
Beri minum sesuai kebutuhan, karena
bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan
pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
b.
Perhatikan frekuensi buang air
besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.
2. Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
a.
Jika bayi terlihat mulai kuning,
jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8 selama 30 menit)
b.
Periksa darah untuk bilirubin, jika
hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok harinya.
c.
Berikan banyak minum
d.
Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg%
lebih segara hubungi dokter, bayi perlu terapi
3.
Gangguan rasa aman dan nyaman akibat
pengobatan
a.
Mengusahakan agar bayi tidak
kepanasan atau kedinginan
b.
Memelihara kebersihan tempat tidur
bayi dan lngkungannya
c.
Mencegah terjadinya infeksi (
memperhatikan cara bekerja aseptik).
8.
Komplikasi
Menurut (Suriadi & Rita Yuliani, 2006) Komplikasi
yang terjadi pada bayi dengan hiperbilirubin jika tidak ditangani dengan
benar adalah sebagai beriku :
a.Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b.Kernikterus, kerusakan
neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan
melengking.
9.
Pemeriksaan Diagnostik Pada Bayi
dengan Hiperbillirubine
Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn
E. Dongoes, 2001 yaitu :
·
Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek
menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari tes comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif,
anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
·
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
·
Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5
mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi)
tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih
dari 20 mg/dl pada bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm
(tergantung BB bayi).
·
Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi paterm.
·
Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena
hemolisis. Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan
(< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
·
Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.
·
Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan
bilirubin serum.
·
Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi sel darah merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan
penyakit Rh.
·
Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau
imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas
ABO.
·
Pemeriksaan bilirubin serum
merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk
menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
·
Ultrasonografi, digunakan untuk
membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstrahepatic.
·
Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang
sukar seperti diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis dan
hepatoma.
·
Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia
billiari.
·
Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
A. Pengkajian
a. Identitas
pasien dan keluarga
b. Riwayat
Keperawatan
1)Riwayat
Kehamilan
Kurangnya
antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus ex:
salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi
sebelum ibu partus.
2) Riwayat
Persalinan
Persalinan
dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir prematur/kurang
bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
3) Riwayat
Post natal
Adanya
kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4)Riwayat
Kesehatan Keluarga
Seperti
ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan hati
( hepatitis )
5)Riwayat
Pikososial
Kurangnya
kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan
Keluarga
Penyebab
perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
Pengkajian Hiperbilirubin
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.Urin gelap
pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze).
4. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih
disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi
abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar.
5.Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau
kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi
vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat Opistotonus
dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas
kejang (tahap krisis).
6.Pernafasan
Riwayat asfiksia
7.Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus. Dapat
mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak
ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh;
kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8.Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA),
bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria
dibandingkan perempuan.
9.Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia
bilier, fibrosis kistik. Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia
pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan
metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis,
defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase. Faktor ibu, seperti diabetes;
mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir
atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi
(misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis). Faktor penunjang
intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan ekstrasi vakum,
induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
B. Diagnosa Keperawatan Hiperbilirubin
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
- Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
- Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
- Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
- Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
- Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
C. Rencana Keperawatan Hiperbilirubin
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera
leher dan badan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik/ normal
dengan
kriteria hasil :
- Kadar bilirubin dalam batas normal (
0,2 – 1,0 mg/dl )
-
Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
- Tidak timbul lecet akibat penekanan
kulit yang terlalu lama
|
Mandiri
a.
Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam
b. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi
dengan dokter dan analis )
c.Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam
berbarengan dengan perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
d. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi
|
a. Warna kulit kekuningan sampai
jingga yang semakin pekat menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
tinggi.
b. Kadar bilirubin
indirek merupakan indikator
berat ringan
joundice yang diderita.
c. Menghindari adanya penekanan pada kulit
yang terlalu lama
sehingga mencegah terjadinya
dekubitus atau
irtasi pada kuit bayi.
d. Kulit yang bersih dan lembab membantu
memberi rasa nyaman dan menghindari kulit bayi
meengelupas atau
bersisik.
|
2
|
Kurang pengetahu-an keluarga mengenai
kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubu-
ngan dengan kurangnya paparan informasi
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan kriteria hasil:
-Mengungkapkan pemahaman tentang
penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
- Melatih orang tua
bayi memandikan, merawat tali pusat dan pijat bayi .
|
Mandiri
a. Berikan informasi tentang
penyebab,penanganan dan implikasi masa datang dari hiperbilirubinemia.
Tegaskan atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.
b. Tinjau ulang maksud dari
mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin (mis, mengobservasi
pemucatan kulit di atas tonjolan tulang atau perubahan perilaku ) khususnya
bila bayi pulang dini.
c. Diskusikan penatalaksanaan di
rumah dari ikterik fisiologi ringan atau sedang, termasuk peningkatan
pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari dan program tindak
lanjut tes serum.
d. Berikan informasi tentang
mempertahankan suplai ASI melalui penggunaan pompa payudara dan tentang
kembali menyusui ASI bila ikterik memerlukan pemutusan menyusui.
e.
Kaji situasi keluarga dan system pendukung. berikan orangtua
penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi di rumah, daftarkan teknik
dan potensial masalah.
f. Buat
pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum pada
fasilitas laboratorium.
|
a.Memperbaiki
kesalahan konsep, meningkatkan
pemahaman,dan
menurunkan rasa takut dan perasaan bersalah. Ikterik neonates mungkin fisiologis, akibat ASI,
atau patologis dan protocol perawatan tergantung pada penyebab dan
factor pemberat.
b. Memungkinkan orangtua
mengenali tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin dan mencari evaluasi medis
tepat waktu.
c.
Pemahaman orangtua membantu mengembangkan
kerja sama mereka bila bila bayi
dipulangkan. Informasi membantu orangtua melaksanakan
penatalaksanaan dengan aman dan dengan tepat
serta
mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
d. Membantu ibu untuk
mempertahankan pemahaman pentingnya terapi. Mempertahankan supaya orangtua
tetap mendapatkan informasi tentang keadaan bayi.
Meningkatkan keputusan berdasarkan
informasi.
e. Fototerapi di rumah
dianjurkan hanya untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama kehidupan,
dimana kadar bilirubin serum antara 14 –
18 mg/dl
tanpa peningkatan konsentrasi bilirubin
reaksi langsung.
f. Tindakan dihentikan
bila konsentrasi bilirubin serum turun
di bawah 14 mg/dl, tetapi kadar serum
harus diperiksa ulang
dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan
hiperbilirubinemia berbalik.
|
3
|
Risiko tinggi cedera terhadap
keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah
yang bersifat toksik tehhadap otak.
|
Setelah diberikan
asuhan keperawatan diharapkan kadar bilirubin menurun dengan kriteria hasil:
- Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada
bayi cukup bulan pada usia 3 hari
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama
kehidupan
- SSP berfungsi dengan normal
|
Mandiri
a.Periksa resus
darah ABO
b. Tinjau catatan
intrapartum terhadap factor resiko yg khusus, seperti berat badan lahir
rendah (BBLR) atau IUGR, prematuritas, proses metabolic abnormal, cedera
vaskuler, sirkulasi abnormal, sepsis, atau polisitemia
c. Perhatikan penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi
terhadap adanya sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang berlebihan
d. Tinjau ulang kondisi bayi pada kelahiran,
perhatikan kebutuhan terhadap resusitasi atau petunjuk adanya ekimosis atau
petekie yang berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau asidosis
e. .Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu inti
dengan sering
f. Mulai memberikan minum oral awal dengan 4 sampai 6 jam setelah kelahiran,
khusus bila bayi diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda hipoglikemia.
Dapatkan kadar Dextrostix, sesuai indikasi.
g.
Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan prenatal; perhatikan kemungkinan
hipoproteinemia neonates, khususnya pada bayi praterm.
h. Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik
(mis, fisiologis, akibat ASI, atau patologis)
i. Gunakan
meter ikterik transkutaneus.
i. Kaji bayi
terhadap kemajuan tanda-tanda dan perubahan perilaku; tahap I meliputi
neurodepresan (mis., letargi, hipotonia, atau penurunan/tidak adanya reflek).
Tahap II meliputi neurohiperefleksia (mis,. Kedutan,kacau mental,
opistotonus, atau demam). Tahap III ditandai dengan tidak adanya manifestasi
klinis. Tahap IV meliputi gejala sisa seperti palsi serebra atau retardasi
mental
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi.
a.Bilirubin direk
dan indirek.
b. Tes Coombs darah
tali pusat direk/indirek
c.Kekuatan
combinasi karbondioksida (CO2)
d. Jumlah
retikulosit dan smear perifer.
e.
Hb/Ht
f. Protein serum
total
g. Hitung kapasitas ikatan plasma bilirubin-albumin
h. Hentikan menyusui ASI selama 24-48 jam, sesuai indikasi.
Bantu ibu sesuai kebutuhan dengan pemompaan panyudara dan memulai lagi
menyusui
i. Berikan agens indikasi enzim (fenobarbital, etanol) bila dibutuhkan.
|
a. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20%
dari semua
kehamilan dan paling umum terjadi
pada ibu dengan golongan
darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B melewati sirkulasi janin,
menyebabkan aglutinasi dan hemolisis SDM.
Serupa dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu melewati plasenta dan bergabung pada SDM janin,
menyebabkan hemolisis lambat atau segera
b. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan
barier darah-otak, memungkinkan ikatan bilirubin terpisah pada tingkat
membrane sel atau dalam sel itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap
keterlibatan SSP
c.Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan kulit kepala janin dan
hemolisis yang berlebihan dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dilepaskan
dan menyebabkan ikterik
d. Asfiksia
dan siadosis menurunkan afinitas bilirubin terhadap albumin.
e. Stress dingin
berpotensi melepaskan asam lemak.
Yang bersaing pada
sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang
bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
f. Keberadaan
flora usus yang sesuai untuk pengurangan bilirubin terhadap urobilinogen;
turunkan sirkulasi enterohepatik bilirubin
Hipoglikemia
memerlukan penggunaan simpanan lemak untuk asam lemak pelepas-energi, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian ikatan pada albumin.
g.
Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram
albumin membawa 16 mg bilirubin tidak
terkonjugasi. Kekurangan albumin yang cukup
meningkatkan
jumlah sirkulasi bilirubin tidak terikat (indirek),
yang dapat melewati barier darah otak.
h.
Ikterik fisiologis biasanya tampak antara hari pertama dan
kedua dari
kehidupan
Ikterik karena ASI
biasanya tampak antara hari keempat dan keenam kehidupan, mempengaruhi hanya
1%-2% bayi menyusui. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam pertama
kehidupan dan
lebih mungkin menimbulkan
perkembangan
kernikterus/ensefalopati
bilirubin.
i. Memberikan skrining noninvasif terhadap ikterik,
menghitung warna kulit dalam hubungannya dengan bilirubin
serum total.
j. Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan (dihubungkan
dengan ikterik patologis)
mempunyai afinitas terhadap jaringan
ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal jaringan otak. Perubahan prilaku
berhubungan dengan kernikterus biasanya terjadi antara hari ke-3 dan ke-10
kehidupan dan jarang terjadi sebelum 36 jam
kehidupan.
|
4
|
Risiko tinggi kekurangan volume cairan
akibat efek samping fototerapi
berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan cairan tubuh neonatus
adekuat dengan kriteria hasil:
- Tugor kulit
baik
- Membran
mukosa lembab
- Intake dan
output cairan seimbang
- Nadi,
respirasi dalam batas normal ( N: 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
suhu ( 36,5-37,5 C ) |
Mandiri
a. Pantau masukan
dan haluan cairan; timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
b. Perhatikan
tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan haluaran urine, fontanel tertekan,
kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).
c. Perhatikan
warna dan frekuensi defekasi dan urine.
d. Tingkatkan masukan
cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air diantara menyusui atau memberi susu botol.
e. Pantau turgor kulit
f. Berikan
cairan per parenteral sesuai indikasi
|
a. Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat
menyebabkan dehidrasi.
b. Bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan
fototerapi, meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal pemberian makan yang
sering tidak di pertahankan.)
c. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta urine kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan
ekskresi bilirubin.Feces yang encer meningkatkatkan risiko kekurangan
volume
cairan akibat pengeluaran cairan
berlebih.
d. Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran
feces yang encer sehingga mengurangi risiko bayi kekurangan
cairan.
e. Turgor kult yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya
kekurangan volume cairan dalam tubuh bayi.
f. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah
dehidrasi berat.
|
5
|
Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan efek
mekanisme regulasi tubuh.
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan tidak terjadi gangguan suhu tubuh dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam rentang normal
(36,50C-370C )
- Nadi dan
respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
- Membran mukosa lembab
|
Mandiri
a. Pantau kulit neonates dan suhu inti
setiap 2 jam atau lebih sering sampai setabil( mis; suhu aksila). Atur suhu incubator
dengan tepat
b. Monitor nadi, dan respirasi
c. Monitor intake dan output
d. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C
jika demam lakukan kompres/ axilia
e. Cek tanda-tanda vital
setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan
f. Kolaborasi pemberian
antipiretik jika demam.
|
a. Fluktuasi pada
suhu tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan
konveksi.
b.
Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena dehidrasi akibat paparan sinar
dengan intensitas tinggi sehingga akan
mempengaruhi nadi
dan respirasi, sehingga peningkatan nadi dan respirasi merupakan aspek
penting yang harus di waspadai.
c. Intake
yang cukup dan output yang seimbang dengan intake cairan dapat membantu
mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
d. Suhu dalam batas normal mencegah
terjadinya cold/ heat
stress
e. Untuk mengetahui keadaan umum bayi sehingga
memungkinkan pengambilan tindakan
yang cepat ketika terjadi
suatu keabnormalan dalam
tanda-tanda vital.
f. Antipiretik cepat membantu menurunkan demam bayi.
|
6
|
Risiko tinggi cedera akibat komplikasi
tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah
abnormal.
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan,
diharapkan tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar dengan kriteria
hasil :
-Menyelesaikan transfusi tukar tanpa
komplikasi
-
Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.
|
Mandiri
a. Perhatikan kondisi
tali pusat bayi sebelum transfuse bila vena umbilical digunakan. Bila tali pusat
kering, berikan pencucian salin selama 30-60 menit sebelum prosedur
b. Pertahankan
puasa selama 4 jam sebelum prosedur atau aspirat isi lambung
c. Jamin ketersediaan
alat resusitatif.
d. Pertahankan suhu tubuh
sebelum, selama dan setelah prosedur. Tempatkan bayi di bawah penyebar hangat
dengan servomekanisme. Hangatkan darah sebelum penginfusan dengan menempatkan
di dalam incubator, hangatkan baskom berisi air ataau penghangat darah.
e.
Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan
darah dan factor Rh darah untuk ditukar.
f.
Jamin kesegaran darah. Darah yang diberi heparin lebih disukai.
g. Pantau nadi, warna dan frekuensi
pernapasan/kemudahan sebelum, selama dan setelah transfuse. Lakukan pengisapan jika diperlukan.
h. Catat tanda-tanda atau
kejadian selama transfuse, pencatatan jumlah darah yang diambil dan
diinjeksikan.
i. Pantau
tanda-tanda keseimbangan elektrolit ( mis; gugup, aktivitas kejang, dan
apnea; hiperefleksia,; bradikardia; atau diare )
j.
Kaji bayi terhadap perdarahan
bedlebihan dari lokasi I V setelah transfuse.
Kolaborasi
a. Pantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi :
- Kadar
Hb/Ht sebelum dan setelah transfuse
- Kadar
bilirubin serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4 jam
- Protein serum total
- Kalsium dan kalium serum
- Glukosa
- Kadar pH serum
b. Berikan
albumin sebelum transfuse bila diindikasikan
c. Berikan
obat-obatan sesuai indikasi :
- Kalsium glukonat 5 %
- Natrium bikarbonat
- Protamin sulfat
|
a. Pencucian mungkin perlu untuk
melunakkan tali pusat dan vena umbilicus sebelum transfuse untuk akses I. V
dan
memudahkan pasase kateter umbilical.
b. Menurunkan
risiko kemungkinan regurgitasi dan aspirasi selama prosedur
c.
Untuk memberikan dukungan segera bila perlu
d.
Membantu mencegah hipotermia dan vasospasme,
menurunkan risiko
fibrilasi ventrikel, dan menurunkan vikositas darah
e.
Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas Rh.
f.
Darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis,
karenanya
meningkatkan kadar bilirubin. Darah yang diberikan
heparin selalu baru, tetapi harus dibuang
bila tidak digunakan
dalam 24 jam.
g.
Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi
tidak stabil ( mis; apnea atau
disritmia/henti jantung ) dan mempertahankan jalan napas.
h. Membantu mencegah
kesalahan dalam penggantian cairan. Jumlah darah ditukar kira-kira 170 ml/kg
BB. Volume ganda
tukar transfuse menjamin bahwa antara 75 %
dan 90 % sirkulasi
SDM digantikan.
i. Hipokalsemia
dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan
setelah transfuse tukar.
j. Penginfusan
darah yang diberi heparin mengubah koagulasi
selama 4-6 jam setelah transfuse tukar
dan dapat mengakibatkan
perdarahan.
-
Bila Ht kurang dari 40 % sebelum transfuse, pertukaran sebagian SDM kemasan
dapat mendahului pertukaran penuh.
Penurunan kadar setelah transfusi menadakan
kebutuhan terhadap transfuse kedua.
- Kadar bilirubin dapat menurun
sampai setengah segera setelah prosedur, tetapi dapat meningkat dengan cepat
setelahnya,
memerlukan pengulangan transfuse.
- Mengalikan kadar dengan 3,7
menetukan derajat
peningkatan bilirubin yang memerlukan
transfuse tukar
- Darah mengandung sitrat sebagai
anti koagulan yang
mengikat kalsium, sehingga menurunkan
kadar kalsium serum.
Selain
itu, bila darah lebih dari 2 hari, destruksi SDM melepaskan
kalium, menciptakan risiko hiperkalemia dan
henti jantung.
- Kadar glukosa rendah mungkin
dihubungkan dengan glikolisis anaerobik kontinu dalam SDM donor. Tindakan
segera
perlu untuk mencegah efek buruk/kerusakan
SSP.
- pH serum dari darah donor secara
khas 6,8 atau kurang.
Asidosis dapat tejadi jika darah segar
tidak digunakan dan hepar bayi tidak dapat memetabolisme sitrat yang
digunakan antikoagulan, atau bila darah donor melanjutkan glikolisis
anaerobik dengan produksi asam metabolit.
-Meskipun masih kontroversial, pemberian
albumin dapat
meningkatkan ketersediaan albumin untuk
berikatan dengan bilirubin, karenanya menurunkan kadar bilirubin serum
sikulasi yang bebas.
- Dari 2 sampai 4 ml kalsium
glukonat dapat diberikan setelah setiap 100 ml penginfusan darah untuk
memperbaiki hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan iritabilitas jantung.
- Memperbaiki asidosis
- Mengimbangi
efek-efek antikoagulan dari darah yang diberi heparin
|
D. Evaluasi Askep Hiperbillirubin
Dx. 1 Integritas kulit kembali baik
/ normal,
·
Kadar bilirubin dalam batas normal
· Kulit tidak berwarna kuning/ warna
kuning mulai berkurang
· Tidak timbul lecet akibat penekanan
kulit yang terlalu lama
Dx. 2 Pengetahuan keluarga
bertambah,
·
Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil
hiperbilirubinemia
·
Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat
Dx. 3 Kadar bilirubin menurun,
·
Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3
hari
· Resolusi ikterik pada akhir minggu
pertama kehidupan
·
Bebas dari keterlibatan SSP
Dx. 4 Cairan tubuh neonatus adekuat,
·
Tugor kulit baik
· Membran mukosa lembab
· Intake dan output cairan seimbang
· Nadi, rspirasi dalam batas normal.
Dx. 5 Tidak terjadi gangguan suhu tubuh,
·
Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C )
· Nadi dan respirasi dalam batas normal
( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
·
Membran mukosa lembab
Dx. 6
Tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar,
·
Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi
·
Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.
BAB
PENUTUP LP ASKEP HIPERBILIRUBIN
A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi
baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin pada anak dapat dicegah dengan
pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian
ASI)dan menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
B. Saran
Kami selaku penulis berharap kepada
pembaca agar dapat meningkatkan lagi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki dibidang mata kuliah keperawatan anak khususnya terkait asuhan
keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA LP HIPERBILIRUBIN
- Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.
- Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
- Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
- Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
- Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
-----------------------------------------------------------------------
Sekian dari kami tentang Lp dan Askep Hiperbilirubin yang dapat kami susun dengan rapi semoga menjadi manfaat bagi anda semua, bila ada yang kurang dan perlu di tambahkan silakan berikan komentar anda di kolom komentar di bawa, namun jangan lupa juga baca Askep DHF dan Askep Asfiksia
0 Response to "Askep Hiperbilirubin pada Bayi"
Post a Comment