-->

Askep Hiperbilirubin pada Bayi



LP dan Askep Hiperbilirubin| menjadi suatu hal yang menarik untuk di telusuri, mengingat sungguh banyak kasus bayi dengan hiperbilirubin yang perawat temui di rumah sakit dan sudah menjadi kodratnya seorang perawat harus memberikan Asuhan Keperawatan kepada siapa saja yang memerlukan proses keperawatan selama pasien itu terdaftar di rumah sakit yang bersangkutan, hal ini tentu saja juga berlaku untuk kasus hiperbilirubin yang sering di alami oleh bayi. 

Askep Hiperbilirubin pada Bayi
Penyakit Hiperbilirubin



Karena itu pada kondisi sekarang dan seperti ini dengan banyak nya jumlah kasus hiperbilirubin yang terjadi, maka kami mencoba untuk memberikan setidaknya sedikit contoh laporan pendahuluan Askep pada Bayi dengan Hiperbilirubin, yang selanjutnya bisa juga anda modif sendiri nantinya setelah anda jadikan file .doc dengan menambah beberapa referensi terbaru jika di perlukan.

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ASKEP HIPERBILIRUBIN


A.    Latar Belakang Askep Hiperbillirubin

Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi (Guyton & Hall, 2006).

Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit.  Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan (Suriadi, 2001).

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.  Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya. (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011).

Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.  Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi, dilihat dari sisi penyebabnya kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Faktor yang dapat dikaitkan dengan kematian bayi endogen dan eksogen adalah kematian endogen atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan kematian eksogen atau kematian postnatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar akibat dari kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawat bayinya (Depkes, 2007).

Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di Negara tetangga tahun 2007 seperti singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 6,5% per 1.000 kelahiran hidup, Thailand 17% per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18% per 1.000 kelahiran hidup dan philipina 26% per 1.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 46,5% per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2011).

Ikterus merupakan salah satu fenomena yang sering ditemukan pada bayi baru lahir, kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 25-50% pada bayi cukup bulan 80% pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian bersifat patologis (hiperbilirubinemia) yang dapat menimbulkan dampak yang buruk (SDKI, 2011). Dampak buruk yang diderita bayi seperti : kulit berwarna kuning sampai jingga, klien tampak lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai berwarna coklat dan apabila penyakit ini tidak ditangani dengan segera maka akan menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau menghisap, letargi, gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi, 2006).

Peran perawat dalam keperawatan ini sebagai innovator, fasilitator dan pendidik dan sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada klien secara menyeluruh baik biologis, psikologis, social, budaya dan spiritual yang meliputi beberapa aspek antara lain aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dari aspek promotif adalah dimana perawat berperan sebagai promotor kesehatan yang perlu memberikan informasi ataupun pendidikan kesehatan tentang pentingnya hidup sehat dan melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin. Perawat sebagai aspek preventif adalah menganjurkan kepada ibu hamil untuk berhati-hati terhadap penggunaan obat-obatan dan pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Aspek kuratif perawat berkolaborasi dalam pemberian terapi (fototherapi,transfuse pengganti, infus albumin dan therapy obat). Peran perawat sebagai rehabilitatif adalah perawat mengembalikan kondisi klien setelah mengalami penurunan kadar bilirubin dan menginformasikan kepada ibu

Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk memberikan asuhan keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa hiperbilirubin. Pada kenyataannya kita lihat dilapangan banyak pasien hiperbilirubin yang pemberian asuhan keperawatan yang kurang maksimal, contohnya pada fototerapi, seharusnya mempunyai kontrol atau pengawasan, tetapi banyak perawat yang lalai dalam hal tersebut. Pada saat pengkajian ditemukan tiga dari sepuluh bayi yang di rawat inap perinatology dengan diagnosa ikterus neonatum, dimana ketiga bayi tersebut sedang di fototerapi.


BAB II

TINJAUAN ASKEP HIPERBILIRUBIN


A.. Konsep Dasar Askep


1.Pengertian
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all, 2000).

Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009). Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005).

2.Etiologi Hiperbilirubin
Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :
1.      Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2.      Gangguan konjugasi bilirubin.
3.      Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4.      Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5.      Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6.      Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7.      Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga icterus hemolitik.
8.      Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9.      Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau infeksi.
10.  Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma, shypilis.


3. Anatomi Fisiologi Hiperbilirubin
a. Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga perut dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan yang lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005).

Hati disuplai oleh  pembuluh darah, yaitu :
1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrient seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.

2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

b. Fungsi hati
1.      Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya.
2.      Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
3.      Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.
4.      Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo endulium dialirkan ke empedu
5.      Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dalam tubuh (seperti peptisida).
6.      Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
7.      Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
8.      Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.


4. Patofisologi Hiperbilirubin
Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar, gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan mengakibatkan peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan warna kuning pucat pada kulit (Haws Paulette S, 2007).
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus menerus melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut akan menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan adanya peningkatan bilirubin didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat mengakibatkan kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia Anderson, 2006).

5.Manifestasi klinis Hiperbilirubin
Manifestasi klinis yang lazim di temukan pada bayi dengan hiperbillirubin adalah sebagai berikut :
a. Kulit jaundice (kuning)
b.Sklera ikterik
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan 15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrom gangguan nafas
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
i. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya kejang
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
k.Terjadi pembesaran hati
l. Tidak mau minum ASI
m. Letargi


6.      Klasifikasi Hiperbilirubin
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
1. Ikterus fisiologi (direks)
a. Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
b.  kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl pada bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
d. Ikterus hilang 10-14 hari
e. Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis

2.      Ikterus patologis
a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
c.  Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10 mg/dl pada bayi kurang bulan
d. Ikterus menetap setelah 2 minggu
e. Mempunyai hubungan dengan hemolitik

7.      Penatalaksanaan Askep Hiberbilirubin
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :
1.      Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
a.       Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
b.      Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.

2.      Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
a.       Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8 selama 30 menit)
b.      Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok harinya.
c.       Berikan banyak minum
d.      Perhatikan  hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi dokter, bayi perlu terapi

3.      Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
a.       Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
b.      Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lngkungannya
c.       Mencegah terjadinya infeksi ( memperhatikan cara bekerja aseptik).


8.      Komplikasi
Menurut (Suriadi & Rita Yuliani, 2006) Komplikasi  yang terjadi pada bayi dengan hiperbilirubin jika tidak ditangani dengan benar adalah sebagai beriku :
a.Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b.Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
 
9.      Pemeriksaan Diagnostik Pada Bayi dengan Hiperbillirubine
Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2001 yaitu :
·      Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
·      Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
·      Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).
·      Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi paterm.
·      Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
·      Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.
·      Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
·      Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi sel darah merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
·      Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
·      Pemeriksaan  bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
·      Ultrasonografi,  digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstrahepatic.
·      Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar seperti diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis dan hepatoma.
·      Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia billiari.
·      Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN

A.    Pengkajian
a. Identitas pasien dan keluarga
b. Riwayat Keperawatan
1)Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.

2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia

3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.

4)Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )

5)Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua

6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.

Pengkajian Hiperbilirubin
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.

2. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.

3. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze).

4. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar.

5.Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).

6.Pernafasan
Riwayat asfiksia

7.Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.

8.Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.

9.Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik. Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase. Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis). Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.

B.     Diagnosa Keperawatan Hiperbilirubin

  1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
  2.  Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
  3.  Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
  4.  Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
  5.  Risiko terjadi gangguan  suhu tubuh akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
  6.  Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
 
 

C.    Rencana Keperawatan Hiperbilirubin


No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik/ normal dengan
kriteria hasil :
- Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )
-  Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
- Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama
Mandiri
a.   Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam
b.  Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi dengan dokter dan analis )
c.Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
d. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi


a. Warna kulit  kekuningan sampai jingga yang semakin pekat menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tinggi.
b. Kadar bilirubin indirek merupakan  indikator
berat ringan joundice yang diderita.





c.  Menghindari adanya penekanan pada kulit
yang terlalu lama sehingga mencegah terjadinya
dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.












d.  Kulit yang bersih dan lembab membantu
memberi rasa nyaman dan menghindari kulit bayi
meengelupas atau bersisik.
2
Kurang pengetahu-an keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubu-
ngan dengan kurangnya paparan informasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan kriteria hasil:
-Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia     
- Melatih orang tua bayi memandikan, merawat tali pusat dan pijat bayi .
Mandiri
a.  Berikan informasi tentang penyebab,penanganan dan implikasi masa datang dari hiperbilirubinemia. Tegaskan atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.



b.  Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin (mis, mengobservasi pemucatan kulit di atas tonjolan tulang atau perubahan perilaku ) khususnya bila bayi pulang dini.
c. Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologi ringan atau sedang, termasuk peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari dan program tindak lanjut tes serum.
d. Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI melalui penggunaan pompa payudara dan tentang kembali menyusui ASI bila ikterik memerlukan pemutusan menyusui.
e.   Kaji situasi keluarga dan system pendukung. berikan orangtua penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi di rumah, daftarkan teknik dan potensial masalah.
f.   Buat pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum pada fasilitas laboratorium.

a.Memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan
pemahaman,dan menurunkan rasa takut dan perasaan bersalah. Ikterik neonates mungkin fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan protocol perawatan tergantung pada penyebab dan
 factor pemberat.







b.   Memungkinkan orangtua mengenali tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin dan mencari evaluasi medis tepat waktu.













c.  Pemahaman orangtua membantu mengembangkan
kerja sama mereka bila bila bayi dipulangkan. Informasi membantu orangtua melaksanakan
 penatalaksanaan dengan aman dan dengan tepat serta
 mengenali pentingnya aspek program penatalaksanaan.


d.   Membantu ibu untuk mempertahankan pemahaman pentingnya terapi. Mempertahankan supaya orangtua tetap mendapatkan informasi tentang keadaan bayi.
Meningkatkan keputusan berdasarkan informasi.

e.    Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama kehidupan,
dimana kadar bilirubin serum antara 14 – 18 mg/dl
tanpa peningkatan konsentrasi bilirubin reaksi langsung.

f.    Tindakan dihentikan bila konsentrasi bilirubin serum turun
di bawah 14 mg/dl, tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam 12-24 jam untuk mendeteksi kemungkinan
hiperbilirubinemia berbalik.
3
Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kadar bilirubin menurun dengan kriteria hasil:
- Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
-  SSP berfungsi  dengan normal
Mandiri
a.Periksa resus darah ABO

















b. Tinjau catatan intrapartum terhadap factor resiko yg khusus, seperti berat badan lahir rendah (BBLR) atau IUGR, prematuritas, proses metabolic abnormal, cedera vaskuler, sirkulasi abnormal, sepsis, atau polisitemia
c. Perhatikan penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi terhadap adanya sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang berlebihan
d.  Tinjau ulang kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan terhadap resusitasi atau petunjuk adanya ekimosis atau petekie yang berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau asidosis
e. .Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu inti dengan sering
f. Mulai memberikan minum oral awal dengan 4 sampai 6 jam setelah kelahiran, khusus bila bayi diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda hipoglikemia. Dapatkan kadar Dextrostix, sesuai indikasi.
g.   Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan prenatal; perhatikan kemungkinan hipoproteinemia neonates, khususnya pada bayi praterm.

h.  Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, fisiologis, akibat ASI, atau patologis)






i.  Gunakan meter ikterik transkutaneus.


i. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda-tanda dan perubahan perilaku; tahap I meliputi neurodepresan (mis., letargi, hipotonia, atau penurunan/tidak adanya reflek). Tahap II meliputi neurohiperefleksia (mis,. Kedutan,kacau mental, opistotonus, atau demam). Tahap III ditandai dengan tidak adanya manifestasi klinis. Tahap IV meliputi gejala sisa seperti palsi serebra atau retardasi mental

Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi.
a.Bilirubin direk dan indirek.
b. Tes Coombs darah tali pusat direk/indirek
c.Kekuatan combinasi karbondioksida (CO2)
d. Jumlah retikulosit dan smear perifer.
e.   Hb/Ht
f. Protein serum total
g. Hitung kapasitas ikatan plasma bilirubin-albumin
h.   Hentikan menyusui ASI selama 24-48 jam, sesuai indikasi. Bantu ibu sesuai kebutuhan dengan pemompaan panyudara dan memulai lagi menyusui
i. Berikan agens indikasi enzim (fenobarbital, etanol) bila dibutuhkan.


a. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20%  dari semua
 kehamilan dan paling umum terjadi pada ibu dengan golongan
darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B melewati sirkulasi janin, menyebabkan aglutinasi dan hemolisis SDM.
Serupa dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu melewati  plasenta dan bergabung pada SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat atau segera
b.   Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah-otak, memungkinkan ikatan bilirubin terpisah pada tingkat membrane sel atau dalam sel itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap keterlibatan SSP












c.Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan kulit kepala janin dan hemolisis yang berlebihan dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan ikterik






d. Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas bilirubin terhadap albumin.













e. Stress dingin berpotensi melepaskan asam lemak.
Yang bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
 (tidak berikatan)
f.  Keberadaan flora usus yang sesuai untuk pengurangan bilirubin terhadap urobilinogen; turunkan sirkulasi enterohepatik bilirubin
Hipoglikemia memerlukan penggunaan simpanan lemak untuk asam lemak pelepas-energi, yang bersaing dengan bilirubin untuk bagian ikatan pada albumin.





g.   Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin membawa 16 mg bilirubin tidak
 terkonjugasi. Kekurangan albumin yang cukup meningkatkan
 jumlah sirkulasi bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat melewati barier darah otak.
h.   Ikterik fisiologis biasanya tampak antara hari pertama dan
kedua dari kehidupan
Ikterik karena ASI biasanya tampak antara hari keempat dan keenam kehidupan, mempengaruhi hanya 1%-2% bayi menyusui. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam pertama kehidupan dan
 lebih mungkin menimbulkan perkembangan
 kernikterus/ensefalopati bilirubin.
i. Memberikan skrining noninvasif terhadap ikterik,
menghitung warna kulit dalam hubungannya dengan bilirubin
 serum total.
j.  Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan (dihubungkan
 dengan ikterik patologis) mempunyai afinitas terhadap jaringan
ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal jaringan otak. Perubahan prilaku berhubungan dengan kernikterus biasanya terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan dan jarang terjadi sebelum 36 jam
 kehidupan.

4
Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
Setelah diberikan asuhan keperawatan  cairan tubuh neonatus adekuat dengan kriteria hasil:
- Tugor kulit baik
- Membran mukosa lembab
- Intake dan output cairan seimbang
- Nadi, respirasi dalam batas normal ( N: 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
suhu ( 36,5-37,5 C )
Mandiri
a. Pantau masukan dan haluan cairan; timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
b.  Perhatikan tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan haluaran urine, fontanel tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).
c. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine.






d. Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air diantara menyusui atau memberi susu botol.
e. Pantau turgor kulit



f.  Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi

a. Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat
 menyebabkan dehidrasi.



b.   Bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi, meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal pemberian makan yang sering tidak di pertahankan.)






c. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta urine kehijauan menandakan keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan
ekskresi bilirubin.Feces yang encer meningkatkatkan risiko kekurangan volume
 cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
d.   Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feces yang encer sehingga mengurangi risiko bayi kekurangan
cairan.

e.  Turgor kult yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya kekurangan volume cairan dalam tubuh bayi.
f.    Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.
5
Risiko terjadi gangguan  suhu tubuh akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan tidak terjadi gangguan suhu tubuh dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam rentang normal
(36,50C-370C )
- Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
- Membran mukosa lembab
Mandiri
a. Pantau kulit neonates dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai setabil( mis; suhu aksila). Atur suhu incubator dengan tepat
b.   Monitor  nadi, dan respirasi








c. Monitor intake dan output



d. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C jika demam lakukan kompres/ axilia
e.   Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan


f.  Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam.

a. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.







b.   Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena dehidrasi akibat paparan sinar dengan intensitas tinggi sehingga akan
mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga peningkatan nadi dan respirasi merupakan aspek penting yang harus di waspadai.
c.  Intake yang cukup dan output yang seimbang dengan intake cairan dapat membantu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
d.   Suhu dalam batas normal  mencegah terjadinya cold/ heat
stress



e.  Untuk mengetahui keadaan umum bayi sehingga
 memungkinkan pengambilan tindakan yang cepat ketika terjadi
 suatu keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
f. Antipiretik cepat membantu menurunkan demam bayi.
6
Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar dengan kriteria hasil :
-Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi
-      Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.
Mandiri
a. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfuse bila vena umbilical digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian salin selama 30-60 menit sebelum prosedur
b. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur atau aspirat isi lambung
c.    Jamin ketersediaan alat resusitatif.

d.   Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur. Tempatkan bayi di bawah penyebar hangat dengan servomekanisme. Hangatkan darah sebelum penginfusan dengan menempatkan di dalam incubator, hangatkan baskom berisi air ataau penghangat darah.
e.    Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan darah dan factor Rh darah untuk ditukar.
f.    Jamin kesegaran darah. Darah yang diberi heparin lebih disukai.




g.   Pantau  nadi, warna dan frekuensi pernapasan/kemudahan sebelum, selama dan setelah transfuse. Lakukan pengisapan jika diperlukan.
h.   Catat tanda-tanda atau kejadian selama transfuse, pencatatan jumlah darah yang diambil dan diinjeksikan.
i.     Pantau tanda-tanda keseimbangan elektrolit ( mis; gugup, aktivitas kejang, dan apnea; hiperefleksia,; bradikardia; atau diare )
j.     Kaji bayi terhadap perdarahan bedlebihan dari lokasi I V setelah transfuse.

Kolaborasi
a.  Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi :
-  Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah transfuse




-  Kadar bilirubin serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4 jam
-  Protein serum total


-  Kalsium dan kalium serum








- Glukosa






-  Kadar pH serum







b.  Berikan albumin sebelum transfuse bila diindikasikan




c.  Berikan obat-obatan sesuai indikasi :




-  Kalsium glukonat 5 %






- Natrium bikarbonat
- Protamin sulfat

a.  Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilicus sebelum transfuse untuk akses I. V dan
memudahkan pasase kateter umbilical.









b. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi dan aspirasi selama prosedur




c.    Untuk memberikan dukungan segera bila perlu



d.   Membantu mencegah hipotermia dan vasospasme,
menurunkan risiko fibrilasi ventrikel, dan menurunkan vikositas darah























e.    Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas Rh.







f.    Darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis,
karenanya meningkatkan kadar bilirubin. Darah yang diberikan
 heparin selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak digunakan
dalam 24 jam.
g.   Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi
 tidak stabil ( mis; apnea atau disritmia/henti jantung ) dan mempertahankan jalan napas.






h.   Membantu mencegah kesalahan dalam penggantian cairan. Jumlah darah ditukar kira-kira 170 ml/kg BB. Volume ganda
 tukar transfuse menjamin bahwa antara 75 % dan 90 % sirkulasi
SDM digantikan.

i.     Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan
 setelah transfuse tukar.







j.     Penginfusan darah yang diberi heparin mengubah koagulasi
selama 4-6 jam setelah transfuse tukar dan dapat mengakibatkan
perdarahan.







-       Bila Ht kurang dari 40 % sebelum transfuse, pertukaran sebagian SDM kemasan dapat mendahului pertukaran penuh.
 Penurunan kadar setelah transfusi menadakan kebutuhan terhadap transfuse kedua.
- Kadar bilirubin dapat menurun sampai setengah segera setelah prosedur, tetapi dapat meningkat dengan cepat setelahnya,
 memerlukan pengulangan transfuse.
- Mengalikan kadar dengan 3,7 menetukan derajat
 peningkatan bilirubin yang memerlukan transfuse tukar
- Darah mengandung sitrat sebagai anti koagulan yang
mengikat kalsium, sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
 Selain itu, bila darah lebih dari 2 hari, destruksi SDM melepaskan
 kalium, menciptakan risiko hiperkalemia dan henti jantung.
- Kadar glukosa rendah mungkin dihubungkan dengan glikolisis anaerobik kontinu dalam SDM donor. Tindakan segera
 perlu untuk mencegah efek buruk/kerusakan SSP.
-  pH serum dari darah donor secara khas 6,8 atau kurang.






Asidosis dapat tejadi jika darah segar tidak digunakan dan hepar bayi tidak dapat memetabolisme sitrat yang digunakan antikoagulan, atau bila darah donor melanjutkan glikolisis
 anaerobik dengan produksi asam metabolit.
-Meskipun masih kontroversial, pemberian albumin dapat
meningkatkan ketersediaan albumin untuk berikatan dengan bilirubin, karenanya menurunkan kadar bilirubin serum sikulasi yang bebas.
-  Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat dapat diberikan setelah setiap 100 ml penginfusan darah untuk memperbaiki hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan iritabilitas jantung.
- Memperbaiki asidosis

-  Mengimbangi efek-efek antikoagulan dari darah yang diberi heparin








D.    Evaluasi Askep Hiperbillirubin
Dx. 1 Integritas kulit kembali baik / normal,
·      Kadar bilirubin dalam batas normal
·      Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
·      Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama

Dx. 2 Pengetahuan keluarga bertambah,
·      Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
·      Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat

Dx. 3 Kadar bilirubin menurun,
·      Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari
·      Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
·      Bebas dari keterlibatan SSP

Dx. 4 Cairan tubuh neonatus adekuat,
·      Tugor kulit baik
·      Membran mukosa lembab
·      Intake dan output cairan seimbang
·      Nadi, rspirasi dalam batas normal.

Dx. 5 Tidak terjadi gangguan suhu tubuh,
·      Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C )
·      Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
·      Membran mukosa lembab

Dx. 6 Tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar,
·      Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi
·      Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.

 

BAB

PENUTUP LP ASKEP HIPERBILIRUBIN



A.    Kesimpulan
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).

 Hiperbilirubin pada anak dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI)dan menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.

B.     Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca agar dapat meningkatkan lagi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dibidang  mata kuliah keperawatan anak khususnya terkait asuhan keperawatan pada klien dengan hiperbilirubinemia.




DAFTAR PUSTAKA LP HIPERBILIRUBIN

  • Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.
  • Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
  • Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
  •  Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
  • Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
 -----------------------------------------------------------------------
Sekian dari kami tentang Lp dan Askep Hiperbilirubin yang dapat kami susun dengan rapi semoga menjadi manfaat bagi anda semua, bila ada yang kurang dan perlu di tambahkan silakan berikan komentar anda di kolom komentar di bawa, namun jangan lupa juga baca Askep DHF dan  Askep Asfiksia

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Askep Hiperbilirubin pada Bayi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel