LP ASKEP JIWA TENTANG HALUSINASI
4:41:00 AM
Add Comment
LP Halusinasi adalah lapaoran
pendahuluan yang harus dipersiapkan untuk merawat pasien gangguan jiwa
khususnya menderita gangguan khayalan, seperti halusinasi pendengaran,
penglihatan, perabaan. Dalam hal ini klien yang dirawat adalah yang menginap di
RSJ dengan sistem perawatan telah mengikat kontrak oleh keluarganya kepada
pihak RSJ dan perawat sebagai bagian dari pada sistem pelayanan di rumah sakit
tersebut harus melakukan pekerjaan yang di embatkan kepada kita sebagai seorang
perawat profesional dan tentu saja kita melakukan proses asuhan keperawatan
pada pasien yang di tunjukkan hingga mencapai keadaan klien kita khususnya
klien dengan masalah halusinasi yang mana hal itu dalam pembahasan kita pada
kesempatan ini. Selanjutnya sobat akan mengamati dengan cermat proses Askep di
bawah ini :
Jangan lupa baca juga LP Vertigo Terbaru
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena
terganggunya fungsi otak : kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi
emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan
jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Menurut data WHO pada tahun 2012 450 juta orang diseluruh dunia menderita
gangguan mental, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari
10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan.
Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan
mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu, sedangkan gangguan
fungsi emosi, motorik dan sosial akan mengakibatkan terganggunya kemampuan
berespon yakni perilaku non verbal ( Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku
verbal (penampilan hubungan sosial). Memperhatikan perilaku klien seperti ini
tentu akan menjadi suatu hal yang perlu direspon oleh perawat profesional,
paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang
pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( perilaku agresif / perilaku
kekerasan).
Menurut Dinas Kesehatan
Kota Jawa Tengah Tahun
2012, mengatakan angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah
berkisar antara 3.300 orang hingga 9.300 orang. Angka kejadian ini merupakan penderita yang sudah terdiagnosa. Dilihat
dari angka
kejadian diatas penyebab paling
sering timbulnya gangguan jiwa adalah masalah himpitan ekonomi, kemiskinan.
Ketidakmampuan dalam beradaptasi tersebut berdampak pada kebinggungan, kecemasan
dan frustasi pada sebagian masyarakat, konflik batin dan gangguan emosional menjadi
ladang subur bagi tumbuhnya penyakit mental. Factor psikososial merupakan factor
utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak,remaja, dan dewasa).
Oleh karena itu atas dasar latar belakang masalah
tersebut diatas maka penulis tertarik
dan ingin memberikan
asuhan keperawatan jiwa
khususnya pada pasien halusinasi dengan pelayanan kesehatan secara
holistic dan komunikasi terapiutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu penulis tertarik mengangkat
judul Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan
Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran, diharapkan akan mampu
mengidentifikasikan seluruh masalah yang terjadi sehubungan dengan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu mengkaji klien dengan masalah utama
halusinasi.
- Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan klien
dengan masalah utama halusinasi.
- Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan
klien dengan masalah utama halusinasi.
- Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
- Mahasiswa
mampu mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
BAB II
LAPORAN TEORI
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan
salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi
sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70%
diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan
gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar.
Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi
tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
Menurut
Varcarolis yang dikutip oleh Yosep (2010:217) halusinasi adalah terganggunya
persepsi sensori seseorang dimana tidak terdapat stimulus. Sementara Menurut
Keliat (2011:147) halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi
yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan/penghidungan tanpa stimulasi nyata. Halusinasi
adalah persepsi sensorik keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi
merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005). Dan Stuart (2007) juga
berpendapat Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah.
B. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi
dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi
pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara -
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi
penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang tercium bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi
peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi
pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan.
6. Halusinasi
sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
C. RENTANG
RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya
terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang
berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses
diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian
(attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di
luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu
manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen
fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku
individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima
oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis:
yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu,
individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu
(ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca
indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian
diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang:
yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau
biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang
berlaku.
10. Perilaku aneh atau tidak
biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya
tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
11. Menarik diri: yaitu percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain.
12. Isolasi sosial: menghindari
dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
D. JENIS
–JENIS HALUSINASI
JENIS HALUSINASI
|
KARAKTERISTIK
|
Pendengaran
70 %
|
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
|
Penglihatan 20%
|
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
|
Penghidu
|
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin,
dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
|
Pengecapan
|
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
|
Perabaan
|
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
|
Cenesthetic
|
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena
atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
|
Kinisthetic
|
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak.
|
E. Tahapan / Tingkatan Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001),
terdiri dari 4 fase :
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan
dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom
akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien
sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi
mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
F. Etiologi
Faktor
predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor
penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbikberhubungandenganperilakupsikotik.
Beberapa
zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah
– masalah pada system receptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
Pembesaran
ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
-Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan
klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
-Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya
mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor
presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan
putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress
yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon
individu dalam menanggapi stressor.
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien
dengan Halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Bicara
sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri
2. Menggerakkan bibir
tanpa suara
3. Pergerakan mata
yang cepat
4. Menarik diri dari
orang lain
5. Berusaha untuk
menghindari orang lain
6. Perilaku panik
7. Curiga dan
bermusuhan
8. Ekspresi muka
tegang
9. Tampak tremor dan berkeringat
10. Mudah tersinggung,
jengkel dan marah
11. Pehatian dengan
lingkungan yang kurang
12. Tidak dapat
membedakan realita dan tidak
13. Bertindak merusak
diri, lingkungan dan orang lain
14. Diam
15. Rentang
perhatianhanya beberapa detik atau menit
H. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A,
2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan
orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan
kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang
mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
h. Mata merah
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan
ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa
pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional.
Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien
di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan
sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi
masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif,
perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan
gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan
ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses
perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang
sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain
di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas
yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas
lain agar tidak membiarkan pasien sendirian.
J. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang
ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia.
Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data
yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang
terdapat juga pada schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada
munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a.
Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan
melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi
factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi
genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar
identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15%
mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka
peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks
limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga
pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak
seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan
kadar serotin.
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan
dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor
predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka
cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi
:
- Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
- Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (
mekanisme gateing abnormal)
- Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan,
sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini ;
Kesehatan
|
Nutrisi
Kurang
Kurang
tidur
Ketidak
siembangan irama sirkardian
Kelelahan
infeksi
Obat-obatan
system syaraf pusat
Kurangnya
latihan
Hambatan
unutk menjangkau pelayanan kesehatan
|
Lingkungan
|
Lingkungan
yang memusuhi, kritis
Masalah di
rumah tangga
Kehilangan
kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran
dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi
social
Kurangnya
dukungan social
Tekanan
kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya
alat transportasi
Ktidak
mamapuan mendapat pekerjaan
|
Sikap/Perilaku
|
Merasa
tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa
(tidak percaya diri )
Mersa
gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan
kendali diri (demoralisasi)
Merasa
punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa
malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak
tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rendahnya
kemampuan sosialisasi
Perilaku
agresif
Perilaku
kekerasan
Ketidak
adekuatan pengobatan
Ketidak
adekuatan penanganan gejala.
|
Sedangkan
Menurut Keliat, 2006:45 masalah keperawatan yang perlu dikaji yaitu :
1. Resiko Mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
DS:
Pasien mengungkapkan ingin bunuh diri
DO:
- Menggebrak meja atau tempat
tidur
- Menyalahkan obat atau zat
- Melakukan kekerasan fisik secara
aktual/potensial
2. Perubahan persepsi sensori
: halusinasi penglihatan
DS:
Pasien mengungkapkan melihat seseorang, atau benda tanpa stimulus yang nyata.
DO:
- Tersenyum, tertawa sendiri
- Mengerakkan bibir tanpa
suara
- Pergerakan mata yang cepat
- Respon verbal yang lambat
- Diam dan berkonsentrasi
3. Menarik diri
DS:
Pasien mengatakan tidak suka bergaul dan suka sendirian.
DO:
- Kontak mata kurang
- Pasien suka melamun,
berdiam diri, nada suara lemah, tampak lesu, kurang berbicara dan menyendiri
dalam ruangan.
4. Harga diri rendah
DS:
Pasien mengejek atau mengkritik dirinya sendiri, pasien merasa bersalah dan
menghukum dirinya sendiri.
DO:
- Pasien tampak sulit bergaul
- Pasien banyak menunduk dan
bicara lambat
- Pasien berpakaian tidak
rapi
# DIAGNOSA KEPERAWATAN
Core Problem :
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Diagnosa Penyerta : Resiko menciderai diri,
orang lain dan lingkungan
# RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa1
:Halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuankhusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
a.
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
2)
Perkenalkan
diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
7) Berikan
perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal
halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara
bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/
kedepan seolah-olah ada teman bicara
c.
Bantu klien mengenal halusinasinya
1)
Tanyakan
apakah ada suara yang didengar
2)
Apa
yang dikatakan halusinasinya
3)
Katakan
perawat percaya klien mendengar suara itu ,namun perawat sendiri tidak
mendengarnya.
4)
Katakanbahwa klien lain juga ada yang
seperti itu
5)
Katakan bahwa perawat akan membantu
klien
d.
Diskusikan dengan klien :
1)
Situasi yang menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi
2)
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
(pagi, siang, sore, malam)
e.
Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan
jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3.
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara
tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan
diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien,
jika bermanfaat ber pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol
timbulnya halusinasi:
1)
Katakan “ saya tidak mau dengar”
2)
Menemui
orang lain
3)
Membuatjadwaln
kegiatan sehari-hari
4)
Meminta keluarga/teman/perawat untuk
menyapa jika klien tampak bicara sendiri
d. Bantu
klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian
jikaberhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi,
realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Anjurkan
klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat
berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
1)
Gejala halusinasi yang dialami klien
2)
Cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutus halusinasi
3)
Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
4)
Beri informasi waktu follow up atau kenapa
perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri atau orang lain
5.
Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga
tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
b. Anjurkan
klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c. Anjurkan
klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang
dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat
tanpa konsultasi
e. Bantu
klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan kasus diatas, maka kami dapat mengambil
kesimpilan dan saran sebagai berikuti :
A. Kesimpulan
1. Halusinasi banyak terjadi pada klien schizofrenia
dengan masalah keperawatan harg diri rendah dan atau menarik diri.
2. Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori
terhadap rangsangan eksternal dan atau internal.
3. Perencanaan keperawatan dengan masalah utama
halusinasi berfokus pada intervensi :
-
Membina hubungan saling percaya
-
Orientasi alam realita
-
Tingkatkan aktifitas
4. Tidak semua gejala halusinasi yang terdapat dalam
teori di jumpai pada kasus di ruangan.
5. Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam
membantu klien mengatasi masalahnya baik selama dirumah sakit maupun berada
dirumah.
B. Saran
1.
Halusinasi merupakan perubahan
persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal sehingga
menimbulkan resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan, untuk itu perawat dan keluarga perlu mengenal tanda dan gejala
halusinasi dan membawa klien ke alam realita.
2.
Komunikasi terapeutik antara
perawat, klien dan keluarga harus dipertahanakan
3.
Oleh karena keluarga merupakan
faktor pendukung utama dalam perawatan klien maka keluarga perlu di motivasi
untuk terlibat secara aktif dalam perawatan klien halusinasi.
4.
Fiksasi bukan pilihan utama
pada klien halusinasi tapi perhatikan dan kenali respon klien yang
berhubungan dengan halusinasi dan gunakan komunikasi terapeutik bagi klien yang
tidak kooperatif.
5.
Perlunya meningkatkan kemampuan
komunikasi klien pada perawat dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,L.J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC,
Jakarta, 1995.
Keliata,B.A. dk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,
EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1999.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and Practice
of Psychiatric Nursing (5th ed) St louis :Mosby Year Book, 1995.
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and Practice
of Psychiatric Nursing (6th ed) St louis :Mosby Year Book, 1998.
Townsend, M.C., Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.
Kumpulan bahan kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak
diterbitkan.
Keliat,Budi Ana. 1999. Proses keperawatan kesehatan
Jiwa. Jakarta, EGC
Keliat,Budi Ana. 2006. Proses keperawatan kesehatan
Jiwa Komunitas. Jakarta, EGC
Keliat, Budi A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta:EGC
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strartegi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung:PT Refika
Aditama
0 Response to "LP ASKEP JIWA TENTANG HALUSINASI"
Post a Comment