Askep Hernia
10:21:00 AM
Add Comment
Sebuah kesempatan yang
sangat berarti bagi saya seorang perawat karena sempat berbagi dengan kalian
sesama perawat di seluruh tanah air dan juga mahasiswa keperawatan yang sedang
mencari contoh askep hernia dengan legkap.
Oleh karena itu di sini
saya telah menulis Asuhan keperawatan Hernia dengan lengkap sebagai referensi materi untuk merawat pasien atau klien dengan diagnosa hernia, baik sebelum operasi atau di singkat dengan pre operasi dan post operasi hernia.
Ilustrasi penyakit Hernia |
Dalam artikel ini,
sudah saya tuliskan secara lengkap materi askep dan LP Hernia, dan Sebelum anda
membacanya hingga akhir artikel, berikut daftar isi artikel LP askep Hernia
yang sedang anda baca sekarang ini :
- Laporan Pendahuluan Hernia Dan Gambaran Umum Hernia
- Pengertian Hernia,
- Etiologi Hernia,
- Klasifikasi Hernia
- Patofisiologi Hernia
- Manifestasi Klinis Hernia
- Penatalaksanaan Hernia
- Komplikasi Hernia
- Pemeriksaan Penunjang Hernia
- Askep Kasus Pada Tn. U DenganHernia
- Daftar Pustaka Lp Askep Hernia
A---- Pendahuluan
# Latar Belakang
Hernia merupakan
penyakit yang sering ditemukan dimasyarakat. Penyakit ini ditandai dengan
adanya penonjolan isi perut melalui bagian dinding perut yang lemah, kelainan
ini terutama ditemukan di daerah lipat paha. Hernia bisa terjadi disemua umur,
juga banyak pada usia produkif, sehingga mempunyai dampak sosial ekonomi yang
cukup signifikan, oleh karena itu penanganan penyakit hernia yang efektif dan
efisien sangat diperlukan. Sebagian besar hernia timbul di regio inguinalis
dengan sekitar 50 persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25
persen sebagai herniainguinalis direk. Insiden hernia meningkat dengan
bertambahnya umur (Hariana, 2012).
Hernia inguinalis
merupakan hernia yang lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan.
Hal ini dikarenakan pada laki-laki dalam waktu perkembangan janin terjadi
penurunan testis dari rongga perut. Jika saluran testis tidak menutup dengan
sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis (Sukadiono, 2012).
Disebutkan bahwa 1 dari
544 orang yaitu sekitar 0,18% mengalami hernia inguinalis lateral. Meskipun
terbilang angka insiden ini rendah tetapi masalah ini bisa menjadi besar
dikarenakan hernia ini dapat menjadi kondisi kegawatan yang mengancam nyawa
apabila organ perut yang masuk ke kantong hernia tidak dapat kembali ke posisi
awal dan terjepit sehingga menimbulkan nyeri dan kerusakan organ tersebut
(Sukadiono, 2012).
Insiden hernia yang
terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 sekitar 700.000 operasi hernia yang
dilakukan tiap tahunnya. Indirek inguinalis hernia di sisi kanan, adalah tipe
hernia yang paling banyak dijumpai pria dan wanita, sekitar 25% pria dan 2%
wanita mengalami hernia inguinalis. Sedangkanhernia femoralis hanya dijumpai
pada 3% kasus (Hariana, 2012).
Hernia
banyak diderita oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah
khususnya pekerja
berat, kemudian pada orang yang rutin melakukan olahraga
beban, selain itu,
kebiasaan seseorang yang selalu mengejan saat buang air, bahkan
pada orang yang
mengalami batuk kronis, serta pada lanjut usia. Data dari negara-negara berkembang
terbatas maka prevalensi dan insiden yang tepat tidak diketahui. Jenis dan
distribusi anatomi Hernia diyakini mirip dengan negara-negara maju. Secara umum
sebagian besar hernia terjadi pada pangkal paha pada orang dewasa
(Pramudiarja, 2012).
Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan
terhadap prevalensi hernia inguinalis yang
timbul dalam sekitar 3% persen populasi penduduk, khususnya di Amerika Serikat,
dan 537.000 hernia inguinalis diperbaiki dengan pembedahan pada tahun 2000.
Sebagian besar hernia timbul dalam region inguinalis direk. Hernia insisional
merupakan sekitar 10 persen dari semua hernia, hernia femoralis sekitar 5
persen dan hernia umbilikalis 3 persen, hernia yang timbul jika pada masa lalu
kekambuhan pasca bedah merupakan masalah, sekarang hal ini sudah jarang
terjadi, dengan perkecualian hernia berulang hernia besar yang memerlukan
penggunaan materi prosthesis (Wisma,
Y. 2011).
Berdasarkan
survei Departemen Kesehatan RI (Depkes) tahun 2005, pasien hernia yang harus
menjalani pembedahan hernia inguinalis di Indonesia sebanyak 26,3%. Angka
tersebut menunjukkan prevalensi hernia di Indonesia cukup tinggi. (Wisma, Y. 2011).
Potensial komplikasi
yang dapat terjadi pada hernia yaitu terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus
yang masuk, cincin hernia semakin sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus (Hariana, 2012).
Berdasarkan
uraian diatas maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada klien dengan Hernia Inguinalis di ruang
perawatan Bedah Pria.
B---- Pembahasan Tinjauan Teoritis Hernia
#1.Pengertian
Menurut Tambayong
(2000. Hal 140) Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi
abdomen (seperti peritonium, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek
tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal.
Hernia inguinalis
adalah prolaps sebagian usus kedalam annulus inguinalis diatas kantong skrotum
yang disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup congenital (Cecily, 2009.
Hal 230). Dan Grace (2007. Hal 119) menyatakan bahwa hernia merupakan
penonjolan viskus atau sebagian dari viskus melalui celah yang abnormal pada
selubungnya.
Hernia adalah prostrusi
(tonjolan) abnormal suatu organ, atau bagian organ, melewati celah di strktur
sekitarnya – umumnya prostusi organ abdomen melalui di dinding abdomen
(Brooker, 2008. Hal. 187).
Menurut Grace (2007. Hal
119) menyatakan bahwa hernia merupakan penonjolan viskus atau sebagian dari
viskus melalui celah yang abnormal pada selubungnya.
#2 Etiologi
Terdapat 2 (dua)
penyebab terjadi nya hernia yaitu :
Defek dinding otot
abdomen: Hal ini dapat terjadi sejak lahir ( congenital ) atau didapat
seperti karena usia, keturunan, akibat dari pembedahan sebelumnya. Peningkatan
tekanan intraabdominal: Penyakit paru obtruksi menahun ( batuk kronik ),
obesitas, adanya Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ), sembelit, mengejan saat
defekasi dan berkemih, mengangkat beban terlalu berat dapat meningkatkan
tekanan intraabdominal (Suratun 2010 . hal 318).
#3. Klasifikasi
Menurut Suratun (2010.
Hal 316) klasifikasi pada penderita hernia dapat di bagi atas beberapa kategori
hernia yaitu :
a. Hernia Inguinal dibagi menjadi :
1>>
Hernia indirek atau lateral : hernia ini
terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis
inguinalis, dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Umumnya
terjadi pada pria,. Benjolan tersebut bisa mengecil, menghilang pada waktu
tidur dan bila menangis, mengejan, mengangkat benda berat atau berdiri dapat
tumbuh kembali.
2>>
Hernia diarek atau medialis : hernia ini
melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti
pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Lebih umum terjadi pada lansia.
Hernia ini di sebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna
sehinga meskipun arteri inguinalis internal ditekan bila klien berdiri ataupun
mengejan, tetap akan timbul bejolan,. Pada klien terlihat adanya massa bundar
pada arteri inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila klien tidur. Karena
besarnya defek pada dindung posterior maka hernia ini jarang menjadi
irreponible.
b. Hernia femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui
cincin femoral dan lebih umum pada wanita. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di
kanalis femoral yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan hamper
tidak dapat menghindari kandung kemih masuk kedalam kantong.
c. Hernia umbilical
Hernia umbilikal pada umumnya
terjadi pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal, biasanya pada klien
obesitas dan multipara.
d. Hernia insisional
Hernia insisional terjadi pada
insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat, gangguan penyembuhan
luka kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi
ekstrem atau obesitas. Usus atau organ lain menonjol.
#4. Patofisiologi
Menurut Pierce, (2007. Hal. 119)
Patofisiologi pada pasien dengan hernia adalah Defek pada dinding abdomen dapat
congenital misalnya hernia umbilikalis, kanalis femoralis) atau didapat
(misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum (kantung),
peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan
menyebabkan beberapa isi intraabdomen
misalnya; omentum, lengkung usus halus), keluar melalui celah tersebut.
Isi usus yang terjebak didalam kantung menyebabkan inkarserasi (ketidak mampuan
untuk mengurangi isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran darah
kedaerah yang mengalami inkarserasi).
#5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita hernia
yaitu; Rasa tidak enak yang ditimbulkan oleh hernia selalu menburuk di senja
hari dan menbaik pada malam hari, saat pasien berbaring bersandar dan hernia
berkurang. Nyeri lipat paha tanpa hernia yang dapat terlihat, biasanya tidak
mengindikasikan atau menunjukkan mula timbulnya hernia. Kebanyakan hernia
berkembang secara diam – diam, tetapi beberapa yang lain dicetuskan oleh
peristiwa muscular tunggal yang sepenuh tenaga. Secara khas, kantung hernia
dengan isinya menbesar dan mengirimkan impuls yang dapat teraba jika pasien
mengedan atau batuk. Biasanya pasien harus berdiri saat pemeriksaan, karena
tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang bereduksi pada saat pasien
berbaring. Hidrokel bertransiluminasi, tetapi hernia tidak, hernia yang tidak
dapat dideteksi oleh pemeriksaan fisik, dapat terlihat dengan ultrasonografi
komputer. Strangulasi menimbulkan nyeri hebat dalam hrnia yang diikuti dengan
cepat oleh nyeri tekan, obstruksi interna, dan tanda atau gejala sepsis.
Reduksi dari hernia strangulasi adalah kontraindikasi jika ada sepsis atau isi
dari sakus yang mengalami gangrenosa (Seymour, S, 2000. Hal. 509).
#6. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan pada penderita hernia
meliputi; Nilai hernia untuk : keparahan gejala, resiko komplikasi (
tipe,ukuran leher hernia ), kemudahan untuk perbaikan ( lokasi, ukuran ),
kemungkinan berhasil ( ukuran, banyakya isi perut kanan yang hilang). Nilai
pasien untuk : kelayakan operasi, pengaruh hernia terhadap gaya hidup (
pekerjaan dan hobi ). Perbaikan dengan bedah biasanya ditawarkan pada pasien –
pasien dengan: hernia dengan riseko komplikasi apapun gejalanya. hernia dengan
adanya gejala – gejala obstruksi sebelumnya. hernia dengan risiko komplikasi
yang rendah namun dengan gejala yang mengganggu gaya hidup dan sebagainya
(Pierce, 2007. Hal. 119).
#7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita hernia ialah: Hematoma ( luka atau pada skrotum ), Retensi urin akut.
Infeksi pada luka. Nyeri kronis. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan
atrofitestis. Rekurensi hernia (Pierce,2007. Hal. 119).
#8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita
hernia dapat dilakukan dengan cara berikut:
Pemeriksaan darah lengkap : menunjukkan peningkatan sel darah putih,
serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi ( peningkatan hematokkrit ),
dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah : mungkin
memanjang, mempengaruhi homeostatis intra operasi atau post oprasi. Pemeriksaan
urine; Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengindikasikan infeksi.
Elektro kardiografi (EKG) Penemuan akan sesuatu yang tidak normal menberikan
prioritas perhatian untuk menberikan anestesi. Sinar X abdomen menunjukkan
abnormal kadar gas dalam usus / obtruksi usus (Suratun,2010. Hal. 321).
C---- Teori Asuhan Keperawatan Pada Hernia
Menurut Doengoes, (2000. Hal 901),
pengkajian, diagnosa keperawatan dan perencanaan pada pasien dengan post operasi
hernia adalah sebagai berikut :
1.
Pengkajian
Sirkulasi:
Gejala : Riwayat masalah jantung,
GJK, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer, atau stasis vaskuler.
Integritas
Ego:
Gejala : perasaan cemas, takut,
marah, apati. Factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya
hidup. Tanda : tidak dapat beristirahat ketegangan/peka rangsang. Stimulasi
simpatis.
Makanan/Cairan:
Gejala : infusiensi pancreas/DM
(predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosi). Malnutrisi. Membrane mukosa yang
kering.
Pernapasan
:
Gejala : infeksi, kondisi yang
kronis/batuk, merokok.
Keamanan:
Gejala : alergi atau sensitive
terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. Defisiensi imun. Munculnya
kanker/terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignan/reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatic. Riwayat transfuis
darah/reaksi transfuse. Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan,
demam.
Penyuluhan/Pembelajaran:
Gejala : Penggunaan antikoagulasi,
steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia.
Bronkodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alcohol.
Pemeriksaan
Diagnostik:
Kebutuhan praoperasi general
mungkin meliputi : Urinalisis, JDL, PT, PTT, sinar x dada. Studi-studi lainnya
bergantung pada tipe prosedur operasi dan medikasi saat ini. Urinalisis :
Munculnya SDM atau bakteri yang mengindikasikan infeksi. Tes kehamilan : hasil
positif akan mempengaruhi waktu prosedur dan pilihan zat-zat farmakologis. JDL
: peningkatan JDL adalah indikasi dari proses inflamasi, penurunan JDL dapat
mengarah kepada proses-proses viral. Elektrolit : Ketidakseimbangan akan
mengganggu fungsi organ. GDA : Mengevaluasi status pernapasan terakhir.
Priorotas
Keperawatan:
Mengurangi ansietas dan trauma
emosianal, menyediakan keamanan fisik, mencegah komplikasi, meredakan rasa
sakit, memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan, menyediakan informasi
mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
Tujuan
Pemulangan:
Pasien menghadapi situasi ada
secara realities. Cedera dicegah. Komplikasi dicegah/diminimalkan. Rasa sakit
dihilangkan/dikontrol. Luka sembuh/fungsi organ berkembang ke arah normal.
Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapetik dipahami.
2.
Diagnosa keperawatan:
a.
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemajanan/mengingat, salah interpretasi informasi.
b.
Ketakutan/Anseitas
berhubungan dengan Krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan.
c.
Resiko
tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kondisi interaktif diantara individu
dan lingkungan.
d.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
e.
Resiko
tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan pemajanan lingkungan.
f.
Takefektif
pola nafas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru.
g.
Perubahan
persepsi berhubungan dengan stress fisiologis.
h.
Resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
i.
Nyeri
akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan itegritas otot,
musculoskeletal.
j.
Kerusakan
integritas jaringan kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada
kulit/jaringan.
3.
Intervensi
a. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemajanan/mengingat, salah interpretasi informasi. Tujuan : Mengutarakan pemahaman proses penyakit/proses praoperasi
dan harapan pasca operasi. Kriteri Hasil
: Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan.
1)
Kaji
tingkat pemahaman klien. Rasional :
berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pascaoperasi.
2)
Tinjau
ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan. Rasional : sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat
membuat pilihan terapi berdasarkan infomasi dan setuju untuk mengikuti
prosedur.
3)
Gunakan
sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan. Rasional : bahan yang dibuat secara
khusus akan dapat memenuhi kebutuhan untuk belajar.
4)
Melaksanakan
program pengajaran praoperasi individual. Rasional
: meningkatkan pemahaman/control pasien dan memungkinkan partisipasi dalam
perawatan pascaoperasi.
5)
Sediakan
kesempatan untuk melatih batuk, napas dalam, dan latihan otot. Rasional : meningkatkan pengajaran dan
aktivitas pascaoperasi.
b. Ketakutan/Anseitas berhubungan dengan
Krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan. Tujuan : Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat
dalam berhadapan dengan mereka. Kriteria
Hasil : tampil santai, dapat beristirahat/tidur cukup. Melaporkan penurunan
rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat dan cemas yang
berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
1)
Sediakan
waktu kunjungan oleh personel kamar operasi sebelum pembedahan jika
memungkinkan. Rasional : dapat
menjamin meredakan keresahan pasien, dan juga menyediakan informasi untuk
perawatan intraoperasi formulatif.
2)
Informasikan
pasien/orang terdekat tentang peran advokat perawat intraoperasi. Rasional : kembangkan rasa
percaya/hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan control pada lingkungan
yang asing.
3)
Identifikasi
tingkat rasa takut yang mengharuskan dilkukannya penundaan prosedur pembedahan.
Rasional : rasa takut yang belebihan
atau terus menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan.
4)
Validasi
sumber rasa takut. Rasional :
mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien untuk
menghadapinya secara realistis.
5)
Catat
ekspresi yang berbahaya/perasaan tidak tertolong, preokupasi dengan antisipasi
perubahan/kehilangan perasaan tercekik. Rasional
: pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang ditunjukan dengan antisipasi
prosedur pembedahan.
6)
Beritahu
pasien kemungkinan dilakukannya anestesi local atau spinal dimana rasa pusing
atau mengantuk mungkin saja terjadi. Rasional
: mengurangi ansietas/ rasa takut bahwa pasien mungkin melihat prosedur.
7)
Perkenalkan
staf pada waktu pergantian ke ruang operasi. Rasional : Menciptakan hubungan dan kenyaman psikologis.
8)
Kolaborasi Rujuk
pada perawatan oleh rohaniawan/spiritual, spesialis klinis perawat psikiatri. Rasional : Konseling professional
mungkin dibutuhkan pasien untuk mengatasi rasa takut.
c. Resiko tinggi terhadap cedera
berhubungan dengan kondisi interaktif diantara individu dan lingkungan. Tujuan : Mengidentifikasi factor-faktor
risiko individu. Kriteria Hasil :
Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan
menggunakan sumber-sumber secara tepat.
1)
Lepaskan
gigi palsu atau kawat gigi sesuai protocol praoperasi. Rasional : Benda asing dalam tubuh dapat teraspirasi selama
intubasi/ekstubasi selang endotrakea.
2)
Singkirkan
alat bantu pada praoperasi atau setelah induksi. Rasional : Lensa kontak dapat menyebabkan abrasi kornea pada waktu
pasien berada dalam anestesi.
3)
Lepaskan
perhiasan pada masa praoperasi. Rasional
: benda-benda yang terbuat dari logam akan berkonduksi dengan alat-alat
elektrik dan membahayakan tubuh terhadap pemakaian elektrokauter.
4)
Periksa
identitas pasien dan jadwalkan prosedur operasi dengan membandingkan grafik
pasien. Rasional : memastikan pasien
dan prosedur yang tepat.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan. Tujuan
: Mengidentifikasi factor-faktor risiko individual intervensi
untukmengurangi potensial infeksi. Kriteria
Hasil : Pertahankan lingkungan aseptic yang aman.
1)
Tetap
pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur/kebijakan aseptic. Rasional : Tetapkan mekanisme dirancang
untuk mencegah infeksi.
2)
Ulangi
studi laboratorium untuk kemungkinan infeksi sistemik. Rasional : Peningkatan SDP akan mengindikasikan infeksi dimana
prosedur operasi akan mengurangi.
3)
Uji
bahwa kulit praoerasi. Rasional :
pembersihan akan mengurangi jumlah bakteri pada kulit. Siapkan lokasi operasi.
4)
Minimalkan
jumlah bakteri pada lokasi operasi. Identifikasi gangguan pada tehnik aseptic
dan atasi dengan segera pada waktu terjadi. Rasional : kontaminasi dengan lingkungan/kontak personal akan
menyebabkan daerah yang sterilmenjadi tidak steril.
e. Resiko tinggi terhadap perubahan suhu
tubuh berhubungan dengan pemajanan lingkungan. Tujuan : Pertahankan suhu tubuh dalam jangkauan normal.
1)
Catat
suhu praoperasi. Rasional :
Digunakan sebagai dasar untuk memantau suhu intraoperasi.
2)
Kaji
suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan. Rasional : dapat membantu dalam mempertahankan/menstabilkan suhu
pasien.
3)
Sediakan
pengukuran pendingin pada pasien dengan elevasi suhu praoperasi. Rasional : irigasi pendingin dan
pemajanan permukaan kulit ke udara.
4)
Catat
elevasi suhu yang cepat. Rasional :
Hipertermia maligna harus dkenali dan diobati.
5)
Sediakan
selimut penghangat pada saat-saat darurat untuk anestesi. Rasional : Anestesi inhalasi akan menekan hipotalamus.
6)
Kolaborasi Pantau
suhu melalui fase intra operasi. Rasional : penghangatan pendinginan terus
menerus yang melembabkan inhalasi.
f. Takefektif pola nafas berhubungan dengan
peningkatan ekspansi paru. Tujuan :
Perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan, pengurangan kapasitas vital.
Kriteria Hasil : Menetapkan pola
napas yang normal/efektif dari bebas sianosis atau tanda-tanda hiposia lainnya.
1)
Pertahankan
jalan udara pasien. Rasional :
mencegah obstruksi jalan nafas.
2)
Auskultasi
suara pernapasan. Rasional :
kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mucus atau lidah.
3)
Observasi
frekuensi dan kedalaman pernapasan. Rasional
: dilakukan untuk memastikan efektifitas pernapasan.
4)
Letakkan
pasien pada posisi yang sesuai. Rasional
: elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi.
5)
Observasi
pengembalian fungsi otot. Rasional :
setelah pemberian obat-obat selama masa intraoperatif.
6)
Lakukan
latihan nafas gerak. Rasional :
ventilasi dalam aktif membuka alveolus.
7)
Kolaborasi Berikan
tambahan oksigen sesuai diperlukan. Rasional : Dilakukan untuk meningkatkan
atau memaksimalkan pengambilan oksigen.
g. Perubahan persepsi berhubungan dengan
stress fisiologis. Tujuan :
meningkatkan tingkat kesadaran. Kriteria
Hasil : Mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan sesuai
kebutuhan.
1)
Orientasi
kembali pasien secara terus menerus. Rasional
: karena pasien telah meningkat kesadarannya.
2)
Bicara
pada pasien dengan jelas. Rasional :
tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh.
3)
Evaluasi
sensasi. Rasional : pengenbalian
fungsi setelah dilakukan blok spinal.
4)
Gunakan
bantlan pada tepi tempat tidur. Rasional
: berikan keamanan pada pasien selama tahap darurat.
5)
Periksa
aliran infuse. Rasional : pada
pasien yang mengalami disorientasi, mungkin mencegah terjadinya cedera.
B----
PEMBAHASAN TINJAUAN KASUS PADA PASIEN
HERNIA
Dalam bab ini penulis
menyajikan proses keperawatan pada klien Tn. U dengan Post operasi hernia
inguinalis yang dirawat di Ruang Bedah Pria. Dalam tinjauan kasus ini, penulis
akan menguraikan tentang asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap klien Tn. U
dengan post operasi hernia selama tiga hari melalui pendekatan proses keperawatan.
A. Pengkajian
1. Identitas
Klien
Nama Tn. U, Tempat tinggal Ds Ujoeng
Reuba, umur 65 tahun, Suku Aceh, Pekerjaan Tani, Bahasa utama Aceh, sumber data
klien dan keluarga, jam pencatatan 13.00 Wib.
Keluarga yang bertanggung jawab : Tn Z,
hubungan dengan klien anak kandung, umur 22 tahun, jenis kelamin laki-laki, Pekerjaan
Wiraswasta.
2.
Data riwayat masuk
Klien masuk rumah sakit tanggal 06 Juli 2013 datang
dengan rujukan dari Puskesmas melalui IGD yang dibawa oleh keluarganya dengan
mobil ambulan dari Puskesmas Meurah Mulia dan indikasi dari petugas IGD untuk
di Opname di ruang Bedah Pria dan
kemudian menjalani tindakan operatif, Observasi pada saat tiba di IGD klien dengan
berat badan : 50 kg, tinggi badan 155 cm, tanda tanda vital: Tekanan darah : 120/80
mmHg, Polse : 82x/menit, Respirasi rate 26x/menit, Temperatur : 37,90C.
3.
Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka post
operasi, dengan skala nyeri 6 (nyeri sedang), wajah klien tampak meringis
menahan rasa nyeri.
4.
Alergi dan reaksi
Klien mengatakan tidak ada alergi dengan
makanan maupun obat-obatan yang pernah diminum atau dimakan.
5.
Obat/pengobatan
Sebelumnya klien sudah berobat di
puskesmas namun dokter menyarankan agar dioperasi, maka tanggal 06 Juli 2013 klien
masuk kerumah sakit umum daerah Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara dan tanggal 07
Juli dilakukan operasi.
6.
Riwayat penyakit
Klien mengatakan sebelumnya ia belum
pernah menderita penyakit yang serius, hanya saja mengalami demam biasa dengan
disertai pilek pada saat musim hujan dan sembuh setelah klien mengkonsumsi obat
yang dijual bebas, dan ini merupakan kali pertama klien harus di rawat di rumah
sakit dan klien mengatakan merasa kurang nyaman berada dirumah sakit, karena
sebelumnya ia belum pernah dirawat dirumah sakit.
Klien
mengatakan sebelumnya tidak pernah ada anggota keluarga yang menderita riwayat
penyakit hernia seperti klien.
7.
Alat perlengkapan/bantuan yang digunakan special
Klien tidak menggunakan alat bantu
seperti kursi roda, kaca mata, gigi palsu, lensa kontak, alat bantu dengar dan
lain-lain.
8.
Riwayat psikososial
Sehubungan dengan penyakitnya klien
mengatakan cemas dengan keadaannya dan bertanya apakah kondisi akan cepat
membaik setelah operasi, klien tampak gelisah dan sering menanyakan kapan klien
boleh pulang. Namun demikian klien menganggap ini sudah kehendak maha kuasa,
mekanisme koping klien dengan selalu berdoa agar cepat sembuh dan klien
memiliki support system dari keluarga terutama dari istri klien, mendukung dan
memberi motivasi pada klien agar cepat sembuh agar klien tidak merasa cemas,
klien tidak mengkonsumsi alkohol dan NAPZA, karena klien beragama islam dan itu
merupakan pantangan dari agama.
9.
Neurologis
Orientasi : Selama dirawat di rumah
sakit klien tampak bingung dan klien
tampak sering bertanya-tanya tentang riwayat penyakit pada perawat dan siswa,
walau demikian klien masih mampu mengenal orang-orang di sekeliling dan
keluarganya maupun perawat, beserta orang yang datang mengunjunginya dan klien
mengetahui dimana ia dirawat. Klien mengetahui Pergantian siang dan malam,
klien kelihatan sedikit tenang terhadap tindakan yang diberikan oleh perawat
dan dokter. Kesadaran : Compos mentis (sadar), pupil : isokor, ada reaksi
(simetris kiri dengan baik), kekuatan ekstremitas : sama 1. Bicara jelas (klien
bisa berkomunikasi dengan baik), sensori : klien mengatakan merasa kebas pada
luka tempat operasi dan tampak sering memegang pada daerah luka operasi, kesemutan,
persepsi : penglihatan jelas baik mata kiri maupun mata kanan, pendengaran
masih dapat mendengar dengan jelas baik telinga maupun telinga kanan.
10.
Respirasi
Pola nafas : nafas datar dan tetap,
dengan frekuensi pernafasan 26x/menit suara pernafasan bersih, taktil fremitus
normal, sekresi dan batuk tidak ada.
11.
Kardiovaskuler
Pols : Apical Rate 82x/menit, regular
(teratur) dengan nadi radial tangan kiri 84x/menit, pada palpasi didapatkan
tidak adanya oedema pada perifer (jari tangan) dan perfusi kulit tampak kering.
12.
Gastrointestinal
Mukosa mulut : kering, suara usus :
normal (5x/menit), kemampuan menelan baik (nomal) BAB satu kali sehari dengan
karakter lunak, BAB terakhir 1 Juli 2013 jam 08.00 Wib dan tidak ditemukan
adanya konstipasi.
13.
Genitourinarius
Klien mengatakan BAK biasanya 5-6 kali
sehari dengan warna kuning keruh dan selama dirawat di rumah sakit kebiasaan
BAK tidak berubah 5-6 kali sehari dengan warna kuning keruh dan berbau khas,
untuk BAK klien menggunakan pispot dengan dibantu oleh perawat.
14.
Self Care
Selama klien dirawat di rumah
sakit/selama sakit semua kebutuhan klien tidak semua kebutuhan dibantu, hanya
berjalan eliminasi dan mandi saja yang dibantu oleh keluarga dan perawat,
selebihnya klien dapat melakukan sendiri.
15.
Nutrisi
Penampilan secara umum klien sedang, tidak
terjadi penurunan dan pertambahan berat badan TB : 155 cm, BB : 50 kg, nafsu
makan selama sakit sedang, porsi yang disediakan hanya 1/2 bagian dihabiskan
sehingga dalam adapun diit yang diberikan selama klien dirawat dirumah sakit
yaitu diit MB dengan pola makan 3 kali perhari dan klien mampu makan sendiri.
16.
Pengkajian kulit
Tampilan secara umum warna kulit tampak
pucat, dengan kelembaban kering, perfusi hangat (37,90C) dan tekstur
kulit tampak kasar, kondisi kulit pada luka
post operasi berwarna kemerahan terutup rapi dengan kassa dan tidak ada
rembesan darah. Pengkajian bahaya tekanan resiko dekubitus Status mental :
sadar/siaga (1), Continence (BAB/miksi) kotrol sepenuhnya (1), Mobilitas :
sedikit terbatas (2), Activitas : dapat berjalan dengan bantuan orang lain (2),
Nutrisi : kurang (3), Total score : 9 (Sembilan), Penjelasan potensial tidak
akan mengalami dekubitus.
17.
Muskulo Skeletal
Keadaan umum klien lemah, ROM ekstremitas
tidak normal (kanan) karena terpasang
infus, tidak bengkak sendi dan skala kekuatan 5, klien mengatakan kebas dan
gatal pada daerah lipatan paha.
18.
Pendidikan/Rencana Pulang
Klien mengatakan ia sakit karena nyeri
dibagian skrotum dan harus menjalani tindakan operasi. Klien dan keluarga
mengatakan butuh informasi tentang pengobatan untuk kesembuhan dengan segera
dan cara perawatan saat dirumah. Anggota keluarga yang disukai klien untuk
merawatnya adalah istrinya. Klien berharap secepatnya sembuh dan bisa segera
pulang. Klien mengatakan sepertinya memerlukan bantuan setelah pulang kerumah
nantinya. Klien memiliki anggota keluarga yang cakap/mampu dan bersedia
membantu klien setelah pulang.
19.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum lemah,
Berat badan : 50 kg, Tinggi badan : 155 cm, tanda- tanda vital : Respirasi : 26
kali/menit, Polse : 82 kali/menit, Kepala
: simetris, kulit kepala bersih, rambut panjang dan warna hitam mengkilap,
keadaan rambut terawat dengan baik, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
serta wajah simetris, Mata simetris,
konjungtiva pucat, sclera ikterus, pupil isokor, fungsi penglihatan baik. Mulut mukosa mulut kering, lidah kotor
(keputih-putihan), Hidung simetris, sekret dan pendarahan tidak ada. Fungsi penciuman
baik tidak ada caries dentis. Telinga
simetris, sekret tidak ada, tidak ada pendarahan, tidak ada benjolan, fungsi
pendengaran baik. Dada paru-paru
simetris, respirasi : 26 kali /menit, taktil fremitus meningkat, jantung : bunyi jantung satu dan bunyi
jantung dua normal. Perut simetris,
bising usus 4-6 kali/menit, adanya luka
post operasi pada regio iliaka dextra (panjang
luka post operasi kurang lebih 3 cm), kondisi luka berwarna
kemerahan dan tertup kassa. Kulit turgor kulit baik, tidak ada
sianosis, warna kulit pucat, teraba hangat tidak eritema. Kuku simetris. Punggung simetris,
tidak ada fraktur, dan nyeri punggung. Ekstremitas atas bawah : bentuk
simetris, tidak ada edema, ekstremitas atas kanan ada terpasang IVFD RL 20
tetes/menit. Genetelia nyeri
dibagian skrotum. Anus normal. Sistem saraf 12 syraf cranial : I. Olfaktorius : pada
test penciuman bubuk kopi, klien mampu menetukan bau bubuk kopi yang di ciumkan
pada kedua lubang hidungnya. II. Optikus : penglihatan normal, penglihatan
lapang pandang penuh, reflek pupil pada cahaya baik. III. Oculomotorius :
reflek pergerakan bola mata baik, dapat bergerak kearah yang tepat dan reflak
terhadap sinar yang baik. IV. Troklearis : pergerakan bola mata keatas dan
kebawah normal. V. Trigeminus : klien dapat membuka mulut, menggigit dan
menguyah lemak. IV Abdusen : pergerakan bola bilateral baik, adanya kehidupan
bilateral. VII Vesibulokokhlearis : pada tes gesekan jari dan detak arloji,
klien mampu mendengar gesekan jari serta detak arloji pada jarak yang sama dari
setiap telinga dan tidak dilakukan tes rinner dan weber. IX Glosofaringeus :
reflek menelan klien baik. X : vagus : bicara pasien normal. XI Assesoris :
klien mampu memutar kepala dengan normal. XII Hipoglosus : mampu menjulurkan
lidah keluar, kesamping kiri dan kanan, tidak ada deviasai dan tekanan pada
pupil.
20. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 12 g%,
LED : >40 mm/jam, eritrosit : 1,6 x 103/mm3, leukosit
: 7,5 x 103/mm3, hematokrit : 13,0 %, MCV : 86 fl , MCH :
86 pg, MCHC : 31,1 g%, Trombosit : 322 x 103/mm3 , RDW :
15,4 %.
21. Penatalaksanaan/Terapi
Infus RL dengan
kecepatan 20 tetes/menit, Injeksi : Cefotaksim 1 gram/12 jam, keterolak 1
ampul/8 jam, kalnek 1 ampul/8 jam, ranitidin 1 ampul/8 jam.
22. Catatan Cerita
Subjektif : Klien menatakan nyeri pada daerah lipatan paha dan nyeri menjalar sampai
ke abdomen, Klien mengatakan
ketakutan setelah operasi, klien mengatakan cemas dengan keadaanya, Klien
mengatakan kebas dan gatal pada lipatan paha, klien mengatkan merasa kurang
nyaman berada dirumah sakit, karena sebelumnya tidak pernah dirawat dirumah
sakit. klien mengatakan tidak betah dirumah sakit.
Objektif : Keadaan
umum lemas, Vital Sign Temperatur :
37,90C, polse : 82x/menit, Respirasi
26x/menit, Tekanan darah : 130/80 mmHg. klien tampak
meringis karena nyeri skala 6 (nyeri
sedang), dan sering
memegang di tempat operasi, Klien tampak gelisah, cemas dan sering menanyakan kapan
klien akan boleh pulang, klien tampak sering bertanya-tanya pada perawat dan siswa
kapan klien boleh pulang, klien tampak memegang didaerah operasi, adanya luka
post operasi hernia inguinal pada abdomen bagian regio iliaka dextra, panjang
luka post operasi kurang lebih 3 cm,
kondisi luka berwarna kemerahan dan tertutup kasa, tidak ada rembesan darah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
a. Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah lipatan paha dan
menjalar perut bagian bawah. Data
Objektif : klien tampak meringis, dan sering memegang pada tempat post
operasi, skala nyeri 6 (nyeri sedang), Vital Sign; Tekanan darah
130/80 mmHg, temperatur 37,9oC, Respirasi rate 26x/menit, polses
82x/menit. Masalah : Nyeri akut. Penyebab
: adanya insisi bedah.
b. Data Subjektif : Klien mengatakan merasa takut setelah operasi. Data Objektif : Klien tampak gelisah
dan sering menanyakan kapan klien akan boleh pulang. Masalah : Ansietas. Penyebab
: Krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan.
c. Data Subjektif : Klien mengatakan kebas dan gatal ditempat operasi. Data Objektif : Klien tampak memegang didaerah
operasi, adanya luka post operasi hernia pada abdomen bagian regio iliaka
dextra, panjang luka post operasi kurang lebih 3 cm, kondisi luka berwarna
kemerahan dan tertutup kasa, tidak ada
rembesan darah. Masalah : Resiko
tinggi terhadap infeksi. Penyebab :
Trauma jaringan.
2. Diangosa keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah.
b.
Anseitas
berhubungan dengan Krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan.
c.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
C. Perencanaan
Keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah. Tujuan : Menyatakan nyeri hilang. Kriteria hasil : keluhan nyeri tidak
ada, ekspresi wajah tenang atau santai, dapat beristirahat tidur dengan tenang.
1.
Kaji tingkat nyeri, catat lokasi,
karakteristik, beratnya (skala 0-10) selidki dan laporkan perubahan nyeri
dengan cepat. Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan napas, kemajuan
penyembuhan.
2.
Pertahankan istirahat dengan posisi
semifowler. Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen
bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
3.
Dorong ambulasi dini. Rasional :
Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan
kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
4.
Jelaskan pada pasien penyebab timbulnya nyeri. Rasional :
Dengan menjelaskan penyebab timbulnya nyeri pasien mampu beradaptasi dengan hal
tersebut, karena itu merupakan hal yang wajar terjadi pada pasien setelah
operasi.
5.
Atur posisi yang nyaman bagi pasien. Rasional : dengan
mengatur posisi yang nyaman pasien dapat mengurangi rasa nyeri.
6.
Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler. Rasional
: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi tenang.
7.
Berikan aktivitas hiburan. Rasional : Fokus perhatian,
meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
8.
Kolaborasi Berikan analgesik sesuai indikasi. Rasional :
menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain.
Berikan kantong es pada abdomen. Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri
melalui penghilang rasa ujung saraf.
b. Ketakutan/Anseitas berhubungan dengan
Krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan. Tujuan : Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat
dalam berhadapan dengan mereka. Kriteria
Hasil : tampil santai, dapat beristirahat/tidur cukup. Melaporkan penurunan
rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat dan cemas yang
berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
1)
Sediakan
waktu kunjungan oleh personel kamar operasi sebelum pembedahan jika
memungkinkan. Rasional : dapat menjamin meredakan keresahan pasien, dan juga
menyediakan informasi untuk perawatan intraoperasi formulatif.
2)
Informasikan
pasien/orang terdekat tentang peran advokat perawat intraoperasi. Rasional :
kembangkan rasa percaya/hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan control
pada lingkungan yang asing.
3)
Identifikasi
tingkat rasa takut yang mengharuskan dilkukannya penundaan prosedur pembedahan.
Rasional : rasa takut yang belebihan atau terus menerus akan mengakibatkan
reaksi stress yang berlebihan.
4)
Validasi
sunber rasa takut. Rasional : mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan
membantu pasien untuk menghadapinya secara realistis.
5)
Catat
ekspresi yang berbahaya/perasaan tidak tertolong, preokupasi dengan antisipasi
perubahan/kehilangan perasaan tercekik. Rasional : pasien mungkin telah berduka
terhadap kehilangan yang ditunjukan dengan antisipasi prosedur pembedahan.
6)
Beritahu
pasien kemungkinan dilakukannya anestesi local atau spinal dimana rasa pusing
atau mengantuk mungkin saja terjadi. Rasional : mengurangi ansietas/ rasa takut
bahwa pasien mungkin melihat prosedur.
7)
Perkenalkan
staf pada waktu pergantian ke ruang operasi. Rasional : Menciptakan hubungan
dan kenyaman psikologis.
8)
Kolaborasi
Rujuk pada perawatan oleh rohaniawan/spiritual, spesialis klinis perawat
psikiatri. Rasional : Konseling professional mungkin dibutuhkan pasien untuk
mengatasi rasa takut.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan. Tujuan : Mengidentifikasi factor-faktor
risiko individual intervensi untukmengurangi potensial infeksi. Kriteria Hasil
: Pertahankan lingkungan aseptic yang aman.
1)
Tetap
pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur/kebijakan aseptic. Rasional
: Tetapkan mekanisme dirancang untuk mencegah infeksi.
2)
Ulangi
studi laboratorium untuk kemungkinan infeksi sistemik. Rasional : Peningkatan
SDP akan mengindikasikan infeksi dimana prosedur operasi akan mengurangi.
3)
Uji
bahwa kulit praoerasi. Rasional : pembersihan akan mengurangi jumlah bakteri
pada kulit.
4)
Minimalkan
jumlah bakteri pada lokasi operasi. Identifikasi gangguan pada tehnik aseptic
dan atasi dengan segera pada waktu terjadi. Rasional : kontaminasi dengan
lingkungan/kontak personal akan menyebabkan daerah yang sterilmenjadi tidak
steril.
//-----Daftar Pustaka Lp Askep Hernia -----//
Asmadi (2008), Konsep Dasar Keperawatan,
Jakarta : EGC
Carpenito,L.J.(2009) Diagnosis Keperawatan:
aplikasi pada praktik klinis. Edisi ke Sembilan. Jakarta :EGC
Cecily, B, (2009). Buku Saku Keperawatan Pediarik. Edisi ke lima.
Jakarta : EGC
Doengoes E. Marilyn. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi tiga. EGC. Jakarta.
Pierce, G, A. (2007) At a Glance Ilmu Bedah.
Edisi ke Tiga. Jakarta : Erlangga.
Seymour, S
(2000) Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah, edisi ke enam. Jakarta: EGC
Suratun (2010) Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : CV Trans Info Media
Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk
keperawatan. Editor : Monica easter. Jakarta : EGC
Untuk itu jangan lupa juga membaca : Askep Hernia Pada Anak Lengkap Anatomi Fisiologi Hernia dan Laporan Pendahuluan Pengkajian
0 Response to "Askep Hernia"
Post a Comment