Askep Diabates Mellitus
1:08:00 PM
Add Comment
Asuhan Keperawatan Askep Diabetes Mellitus dapat di kategorikan dalam Keperawatan Medikal Bedah.
Dibawah ini merupakan salah satu dari sekian banyak teori-teori yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus. Askep yang saya share di sini terdiri dari Tinjauan Teori Diabetes Mellitus yang membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, penatalaksanaan, dan lainnya.
Kemudian di ikuti dengan Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.
Sementara untuk Contoh Kasus Asuhan Langsung Pada Pasien Diabetes Mellitus akan saya sheer pada pertemuan selanjutnya..
Menurut Brunner (2001) penyebab diabebetes mellitus
berdasarkan tipenya ialah sebagai
berikut:
Dibawah ini merupakan salah satu dari sekian banyak teori-teori yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus. Askep yang saya share di sini terdiri dari Tinjauan Teori Diabetes Mellitus yang membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, penatalaksanaan, dan lainnya.
Kemudian di ikuti dengan Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.
Sementara untuk Contoh Kasus Asuhan Langsung Pada Pasien Diabetes Mellitus akan saya sheer pada pertemuan selanjutnya..
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGA DIABETES MELLITUS
A. Konsep dasar
1.
pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Brunner, 2001). Sedangkan menurut Nettina, (2001) diabetes mellitus
adalah gangguan metabolik yang dikarakteristikkan oleh hiperglikemia, dan
diakibatkan dari kerusakan produksi insulin, sekresi, atau penggunaan. Insulin
adalah hormone yang disekresi dari sel beta dari pulau langerhans pada
pangkreas. Hormon ini adalah kunci dalam metabolisme seluler dan juga pada
metabolism protein dan lemak. Defisiensi atau resistensi insulin absolute atau
relatif menyebabkan beberapa bentuk diabetes.
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia
kronik di sertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh
darah, disertai lesi membran basalis dalam pemeriksaan dengan microskop
electron (Mansjoer, 2001).
2.
Tipe
Diabetes Mellitus
a.
Insulin
Dependent Diabetes Melitus (IDD)
Sel-el beta dari pankreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan
insulin untuk mengontrol kadar gula darah, awitan mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
b.
Non
Insulin Dependent Diabetes Millitus (NIDDM)
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan
sensivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga; jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemia
(suntikan insulin dibutuhkan jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia), terjadi paling sering pada usia diatas 30 tahun dan obesitas
(Baughman. 2000)
3.
Etiologi
Menurut Brunner (2001) penyebab diabebetes mellitus
berdasarkan tipenya ialah sebagai
berikut:
a.
Diabetes tipe I: pada
diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin kareana
sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses auto imun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping
itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan). Adapun Faktor-Faktornya sebagai berikut :
1)
Faktor genetik
Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
2)
Faktor-faktor imunologi
Adanya respons
otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3)
Faktor lingkungan
Virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang
tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor
resiko : Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th),
Obesitas, Riwayat keluarga, Kelompok etnik.
4.
Manifestasi
klinis
Diagnosis Diabetes Mellitus awalnya ditandai
dengan adanya gejala khas berupa polifagia, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
dan impotensi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (Mansjoer A, 2001).
5.
Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001)
patofisiologi diabetes tipe 1 dan tipe II ialah sebagai berikut :
a. Diabetes tipe I, pada diabetes tipe I terdapat ketidak
mampuan untuk menghasilkan insulin kareana sel-sel beta pancreas telah
dihancurkan oleh proses auto imun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya, glukosa tersebut muncul
dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam
urine, ekskresi ioni akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadan dimana dinamakan diiresis osmotic. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan , pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
b. Diabetes tipe
II, pada diabetes tipe II terdapat dua maslah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor. Terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan,
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
diabetes tipe II namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi bahan keton yang menyertai. Karena itu
ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II, meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainya
yang dinamakan syndrome hiperglikemikhoperosmoler non ketotik (HHNK)
6.
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan perlu dilakukan pada kelompok
dengan resiko tinggi untuk DM yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),
obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan
berat badan lahir bayi > 4.000gr riwayat DM pada kehamilan, dan
dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa
darah sewaktu kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standard. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil
pemeriksaan penyaringan negative, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap
tahun. Bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyring
dapat setiap tiga tahun ( Mansjoer A, 2001).
Kadar glukosa darah sewaktu : Plasma vena <110 (bukan DM), 110-199 (belum
pasti DM), >200 (DM). Darah Kapiler >90 (bukan DM), 90-99 (belum pasti
DM), >200 (DM). Kadar glukosa darah puasa : Plasma Vena <110 (bukan DM),
110-125 (belum pasti DM), >126 (DM). Darah kapiler <90 (bukan DM), 90-109
(belum pasti DM), >110 (DM) (Mansjoer A, 2001)
7.
Komplikasi
a.
Akut
1)
Koma hipoglikemia
2)
Ketoasidosis
3)
Koma hiperosmolar nonketotik
b.
Kronik
1)
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar; pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2)
Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil; retinopati,
nefropati diabetic.
3)
Neuropati diabetic.
4)
Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi
saluran kemih (Mansjoer, A 2001).
8.
Penatalaksanaan
Menurut Brunner,( 2002) Tujuan utama
terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.
Diet
2.
Latihan
3.
Pemantauan
4.
Terapi (jika diperlukan)
5.
Pendidikan.
B. Asuhan
Keperawatan
Menurut Doengoes (2000) adapun pengkajian,
diagnosa keperawatan dan perencanaan pada klien dengan diabetes militus adalah
adalah sebagai berikut :
1. pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
: Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
b.
Sirkulasi
: Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c.
Integritas
Ego : Stress, ansietas
d.
Eliminasi
: Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
e.
Makanan
/ Cairan : Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
f.
Alergi
obat : Kelurga klien mengatakan tidak mempunyai riwat alergi makanan atau
obat-obatan.
g.
Neurosensori
: Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
h.
Nyeri /
Kenyamanan : Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
i.
Pernapasan
: Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangu adanya infeksi / tidak),
frekuensi pernapasan
j.
Keamanan
: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
k.
Penyuluhan/pembelajaran
: Faktor resiko keluarga; DM penyakit jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diueretik (tiazd); dilantin dan
fenobarbital.
l.
Riwayat
psikososial : Klien takut penyakitnya tidak sembuh, cemas dengan penyakit yang
diderita. Klien berharap semoga cepat sembuh dan dpata berkumpul kembali dengan
anggota keluarganya, klien merasa tidak nyaman dengan suasana dirumah sakit.
m. Pemeriksaan diagnostic : Glukosa darah :
meningkat 200-100mg/dL, aseton plasma (keton) : positif secara mencolok, asam
lemak bebas : kadar lipid dan kolestrol meningkat, osmolalitas serum :
meningkat, elektrolit : natrium, kalium, fosfor. Haemogloin glikosilat kadarnya
meningkat 2-4 kali lipat normal. Gas darah arteri : iasanya menunjukkan PH
rendah dan peurunan pada HCO3, trombosit darah : Ht meningkat,
ureum/kreatini : meningkat, amylase darah: mungkin meningkat. Insulin darah :
mungkin menurun bahkan sampai tidak ada pada DM tipe I atau normal sampai
tinggi pada DM tipe II. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas
hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
Urine : gula dan aseton positif, kaltur dan sensivitas : kemungkinan adanya
infeksi pada saluran kemih.
2. Diagnosa
Menurut Doengoes, (2000) Diagnosa keperawatan
yang lazim muncul pasien dengan diabetes militus adalah sebagai berikut:
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia),
kehilangan gastric, berlebihan; diare, muntah, masukan dibatasi; mual, kacau
mental
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin
(penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan
peningkatan metabolisme proten/lemak, penurunan masukan oral; anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesdaran. Status hipermetabolisme:
pelepasan hormone stress, proses infeksius.
c.
Resiko
tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernapasan yang
ada sebelumnya, atau ISK.
d.
Resiko
tinggi perubahan perceptual-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen; ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit
e.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi metabolic.
f.
Ketidakberdayaan
berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati.
g.
Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan
kurang pemanjangan / mengingat, kesalahan interprestasi informasi.
3. Intervensi
Menrut
Doengoes, (2000) rencana asuhan
keperawatan pada pasien dengan diabetes militus adalah:
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan dieresis osmotic (dari hiperglikemia),
kehilangan gastric, berlebihan; diare, muntah, masukan dibatasi; mual, kacau
mental
Tujuan :
kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria
hasil : Pasien
menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
1)
Dapatkan riwayat pasien/orang tedekat sehubungan dengan
lamanyaintensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urin yang sangat
berlebihan. Rasional : membantu
dalam memperkirakan kekurangan volume cairan.
2)
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya perubahan TD. Rasional : hipovalemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi
3)
Pantau suhu tubuh, warna kulit dan kelembaban nya. Rasional : meskipun demam menggigil dan
diaphoresis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi.
4)
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa. Rasional : merupakan indicator
dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
5)
Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin. Rasional : memberikan perkiraan
kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
6)
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit, 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung. Rasional : mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
7)
Catat hal-hal seperti mual,
muntah dan distensi lambung. Rasional : kekurangan
cairan dan elektrolitmengubah mobilitas lambung, yang seringkali akan
menimbulkan muntah.
8)
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi
tidak teratur. Rasional : pemberian
cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan kelebihan
beban cairan dan GJK.
9)
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa
dextrose. Rasional : tipe dan jumlah
dari cairan tergantung dari derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara
individual.
10)
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K). Rasional : mengkaji ting hidrasi,
peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel,
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin
(penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan
peningkatan metabolisme proten/lemak, penurunan masukan oral; anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesdaran. Status hipermetabolisme:
pelepasan hormone stress, proses infeksius.
Tujuan :
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria
hasil : mencerna jumlah kalori/nutrient dengan cepat,
menunjukkan tingkat energy biasa.
1)
Timbang
berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. Rasional : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2)
Tentukan
program diet dan dan pola makanan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
telah dihabiskan pasien. Rasional : mengidentifikasi
kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapetik.
3)
Auskultasi
bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan
yang belum sempat dicerna, pertahan kan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. Rasional : hiperglikemia dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan fungsi lambung.
4)
Berikan
makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan
segera. Rasional : pemberian makanan
melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastroentestinal baik.
5)
Libatkan
keluarga klien pada perencanaan makan ini sesuai dengan indikasi. Rasional :meningkatkan rasa
keterlibatannya.
6)
Observasi
tanda-tanda hipoglikeumia. Rasional : karena
metabolisme karbohidrat mulai terjadi gula darah akan berkurang, dan sementara
tetap diberikan insulin.
7)
Kolaborasi
: Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stck. Rasional : analisa ditempat tidur
terhadap guka darah lebih akurat.
8)
Pantau
pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3. Rasional : gula darah akan menurun
perlahan dengan pergantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
9)
Berikan
pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV. Rasional : insulin regular memiliki awitan cepat.
10)
Berikan
laruta glukosa misalnya dektrosa dan setenngah salin normal. Rasional : larutan glukosa ditambahkan
setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl
11)
Lakukan
kolaborasi dengan ahli diit. Rasional : sangat
bermanfaat dalam penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
12)
Berikan
diit kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein dan 20% lemak. Rasional : komplek karbohidrat seperti jagung, wartel, brokoli,
buncis, gandum dll.
13)
Berikan
obat metaklopramid. Rasional : dapat
bermanfaat dalam mengatasi gejala yang berhubungan dengan neuropati.
c.
Resiko
tinggi tehadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernapasan yang
ada sebelumnya, atau ISK.
Tujuan : infeksi
tidak terjadi
Kriteria
hasil :mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko infeksi.
1)
Observasi
tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada
luka, sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut. Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya
dicetuskan keadaan ketoasidosis
2)
Tingkatkan
upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan klien. Rasional : mencegah
upaya timbulnya infeksi silang.
3)
Pertahankan
teknik aseptic pada prosedur invansiv. Rasional : kadar glukosa yang tinggi
dalam darah akan menjadi media terbaik dalam pertumbuhan kuman.
4)
Pasang
kateter/lakukan perawtan perineal dengan baik. Ajarkan pasien wanita utuk
membersih kan daerah perinealnya dari depan kearah belakang setelah eliminasi. Rasional : mengurangi resiko
terjadinya infeksi saluran kemih.
5)
Berikan
perawatan kulit dengan teratur. Rasional
: sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
6)
Lakukan
perubahan posisi dan anjurkan klien untuk batuk efektif/napas dalam jika pasien
sadar dan kooperatif. Rasional : membantu
dalam menventilasikan semua daerah paru.
7)
Beri tisu
dan tempat sputum yang mudah dijangkau klien. Rasional : mengurangi penyebab infeksi.
8)
Bantu
pasien untuk melakukan hygiene oral.
Rasional : menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi.
d.
Resiko
tinggi Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen;
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit
Tujuan :
mencegah tejadinya kerusakan sensori
Kriteria
hasil : mempertahan kan tingkat mental biasa,
mengendali, mengompensasi adanya kerusakan sensori.
1)
Pantau
tanda-tanda vital dan status mental klien.
Rasional : sebagai dasr untuk membandingkan temuan abnormal.
2)
Panggil
pasien dengan nama pasien, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya ,
missal tempat, orang, dan waktu.
Rasional : menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak
dengan realitas.
3)
Jadawalkan
intervensi keperawatan agar tidak mengganggu istirahat klien. Rasional : meningkatkan tidur,
menurunkan rasa letih.
4)
Pelihara
aktivitas rutin klien seekosistem mungkin.
Rasional : membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas.
5)
Lindungi
klien dari cedera (gunakan pengikat) ketika kesadaran klien terganggu. Rasional ; pasien mengalami
disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cedera.
6)
Bantu
klien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan keamanan pasien.
7)
Kolaborasi
; berikan pengobata sesuai dengan obat yang ditentukan untuk mengatasi
DKAsesuai indikasi. Rasional : gangguan
dalam proses piki/potensial terhadap aktivitas kejang.
8)
Pantau
nilai laboratorium. Rasional : ketidak
seimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental.
9)
Bantu
dengan memblok saraf setempat, mempertahankan unit TENS. Rasional : dapat memeberikan rasa nyaman yang berhubungan dengan
neuropati.
e.
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi metabolic.
Tujuan :
memperbaiki metabolisme abnormal
Kriteria
hasil : mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan energi untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
1)
Diskusikan
dengan pasien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal perncanaan dengan klien
identifikasi aktifitas yang menimbulkan kelelahan. Rasional : pendidikan dapat menimbulkan motivasi klien.
2)
Berikan
aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup tanpa diganggu. Rasional : mencegah kelelahan yang
berlebihan
3)
Pantau
nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum dan sesudah aktivitas. Rasional : mengindikasikan tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi.
4)
Diskusikan
cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya. Rasional : pasien akan dapat melakukan
lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energy pada setiap
kegiatan.
5)
Tingkatkan
partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang
dapat ditoleransi. Rasional ; meningkatkan
kepercayaan diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
klien.
f.
Ketidak
berdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang.
Tujuan :
mengidentifikasi/membantu penanganan terhadap penyebab yang mendasari.
Kriteria
hasil: mengidentifikasi cara-cara sehat untuk
menghadapi perasaan.
1)
Anjurkan
klien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dirumah
sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. Rasional
: mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2)
Akui
normalitas dan perasaan. Rasional :
pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien untuk memecahkan masalah.
3)
Kaji
bagaimana klien telah menangani
masalahnya dimasa lalu, identifikasi lotus control. Rasional : pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan
kebutuhan terhadap tujuan penanganan.
4)
Berikan
kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara
mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap pasien. Rasional : meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan
keluarga untuk mencegah masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit
pada pasien tersebut.
g.
Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang mengingat, kesalahan interprestasi informasi , tidak mengenal
sumber informasi.
Tujuan : pasien
dan keluarga mendapatkan informasi yang akurat mengenai maslah kesehatan yang
dialami oleh klien
Kriteria
hasil : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
1)
Ciptakan
lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada
untuk pasien. Rasional : menanggapi
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2)
Pilih
bagian strategi belajar, seperti teknik demontrasi yang memerlukan ketrampilan
dan biarkan pasien mendemontrasikan ulang. Rasional
: penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi peningkatan
penerapan pada individu yang belajar.
3)
Diskusikan
tentang rencana diet. Rasional : kesadaran
tantang pentingnya control diet akan membantu klien dalam merencanakan
makan/mentaati program.
4)
Tinjau
ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosisi insulin
yang diterapkan bila disesuaikan dengan pasien atau keluarga. Rasional : pemahaman tentang semua
aspek yang digunakan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
4. Implementasi
Menurut Carpenito, (2009). komponen implementasi dalam proses keperawatan
mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan
intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
implementasi biasanya berfokus pada
a)
Melakukan
aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b)
Melakukan
pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status
masalah yang telah ada
c)
Member
pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru
tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d)
Membantu
klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri.
e)
Berkonsultasi
dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan
yang tepat.
f)
Memberi
tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan
masalah kesehatan.
g)
Membantu
klien melakukan aktivitasnya sendiri
h)
Membantu
klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang
tersedia.
5.
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil
(Hidayat, A, 2009).
0 Response to "Askep Diabates Mellitus"
Post a Comment