ASKEP DEMAM TIFOID
2:04:00 PM
Add Comment
Asuhan keperawatan atau sering di singkat dengan sebutan Askep sudah merupakan makanan sehari-hari para perawat, sebagai acuan dan laporan tentang penerapan Praktik Keperawatan yang diberikan kepada pasien.
tidak terkecuali juga dengan penyakit endemik Demam Tifoid, dan Beikut ini merupakan salah satu contoh Asuhan keparawata pada pasien dengan Demam Tifoid. dan untuk contoh kasus nya akan share juga di sini di waktu yang akan datang.
A.
Konsep Dasar
1.
Pengertian
Demam
tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan salmonella enteric khususnya
turunannya yaitu salmonella thyphi, parathyphi A, parathyphi B, dan parathyphi
C pada saluran pencernaan terutama menyerang bagian saluran pencernaan
(Suratun, 2010).
Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam
yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
Dari kedua
pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa demam tifoid adalah
penyakit infeksi pada bagian sistem pencernaan terutama pada usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella thypi yang biasanya menimbulkan demam lebih
dari satu minggu.
2.
Etiologi
Menurut Rampengan (2007) Penyakit demam tifoid disebabkan oleh
infeksi kuman salmonella typhosa/Eberthella typhosa yang merupakan kuman gram
negatif, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali
pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rndah, serta mati pada
suhu 700C ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, dikethui bahwa
kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonela
typhosa mempunyai 3 macam antigen yaitu:
a.
Antigen O =Ohne Haunch= antigen somatik (tidak menyebar)
b.
Antigen H= Hauch (menyebar), terdapat pada flagela dan bersifat
termolabil.
c.
Antigen V1 =kapsul=merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan
menimbulkan pembentukan tiga mcam anti bodi yang lazim disebut aglutinin.
Salmonella typhosa juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan
resistensi terhdap multipel antibiotic.
Ada
tiga spesies utama yaitu :
a.
Salmonella typhosa (satu serotipe).
b.
Salmonella choleresius (satu serotipe).
c.
Salmonella entereditis (lebih dari 1500).
3.
Patofosiologi
Menurut Nursalam
(2005) mekanisme masuknya kuman diawali dengan infeksi yang terjadi pada
saluran pencernaa. basil diserap diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk
kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama hati dan limpa.
basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri diperabaan.
Kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteriemia) dan menyebar keseluruh
tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus; sehingga menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak nyeri. Tukak tersebut dapat
mengakibatkan perdarahan dan perferasi usus. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksit, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus.
4.
Manisfestasi
klinis
Inkubasi terjadi
selama 10 sampai 14 hari. Demam naik secara bertahap, nyeri kepala, malaise,
dan kadang kadang batuk. Gejala abdomen (nyeri, diare, atau konstipasi) jelas
terlihat pada minggu pertama. Sedangkan diare, hepatosplenomengali ringan, dan
roseola (rose spots) (60%) muncul pad minggu kedua. Syok, gangguan ginjal, dan
perubahan status mental, termasuk koma, muncul pada kasus-kasus berat (Davey,
P. 2005).
5.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut
Mansjoer (2000) pemeriksaan penunjang pada klien dengan demam tifoid pada
pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leucopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
Dari
pemeriksaan widal, titer antibody terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau
peningkatan
4
kali antara masa akut dan konvalesens mengarah kepada demam tifoid, meskipun
dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara
spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman S. typhii
pada biakan empedu yang diambil dari darah pasien.
6.
Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan pada
demam tifoid adalah sebagai berikut:
a. Tirah
baring total selama demam sampai dengan
2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri
dan berjalan.
b. Makanan
harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandug banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
c. Obat
terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis selama 10
hari. dosis maksimal kloramfenikol 2 g/hari.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit kurang dari
2000/ul. Bila pasien alergi dapat diberikan golongan penisilin atau
kotrimoksazol.
7.
Komplikasi
a.
Pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering
fatal.
1)
Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut dangan tanda tanda renjatan.
2)
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang idak disertai peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitupekak hati
menghilang dan terdapat udara dirongga hati dan diafragma pada foto rontgen
abdomenyang dibuat dalam keadaan tegak.
3)
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi
tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defence musculair)
b. Komplikasi
diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimenia),
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dan lain lain. Terjadi karena
infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia (Ngastiah, 2005).
B.
Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Demam Tifoid
Menurut Nursalam (2005) Adapun pengkajian,
diagnosa keperawatan dan perencanaan keperawatan pada anak dengan demam tifoid adalah
sebagai berikut :
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Sering ditemukan
pada anak berumur diatas satu tahun.
b.
Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama
selama masa inkubasi).
c.
Suhu tubuh
Pada
kasus yang khas, demam berlangsung selama
3 minggu, bersifat febris remiten dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari.dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu
ketiga, suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d.
Kesadaran
Umumnya
kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai
samnolen, jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya
berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan
pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
e.
Pemeriksaan fisik:
1) Mulut
terdapat napas yang berbau
tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup
selaput putih kotor (coated tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna
kemerahan, dan jarang disertai tremor.
2) Abdomen
dapat ditemukan keadan perut kembung (meteorismus). Bisa terjadi
konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
3) Hati dan
limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
f.
Gagal untuk tumbuh
deselarasi pola pertumbuhan yang ada atau secara konsisten berada dibawah
persentil ke 5 grafik pertumbuhan untuk tinggi dan berat badan, disertai
pelambatan perkembangan.
g.
Muntah atau regurgitasi
transfer fasif isi lambung kedalam esophagus atau mulut.
h.
Muntah
ejeksi kuat isi lambung; melibatkan proses kompleks dibawah kontrol system
saraf pusat yang menyebabkan salviasi, pucat, berkeringat, dan takikardia;
biasa nya disertai mual.
i.
Muntah projektil
muntah yang disertai gelombang peristaltik kuat secara khas
berhubungan dengan stenosis pilorik atau pilorospasme.
j.
Mual
rasa tidak enak yang secara samar-samar menyebar ketonggorokan atau
abdomen dengan kecendrungan untuk muntah.
k.
Hipoaktif, hiperaktif atau tidak adanya bising
usus
bukti masalah motalitas usus yang dapat disebabkan oleh inflamasi atau
obstruksi.
l.
Distensi abdomen
kontur menonjol dari abdomen yang mungkin disebabkan oleh pelambatan
pengosongan lambung, akumulasi gas atau feses, inflamasi, dan obstruksi.
m. Nyeri
abdomen
nyeri yang berhubungan dengan abdomen yang mungkin terlokalisasi tau
menyebar, akut atau kronis, sering disebabkan oleh inflamsi, obstruksi atau
hemoragi.
n.
Ikterik
warna kuning pada kulit dan sclera yang berhubungan dengan disfungsi
hati.
o.
Disfagia
kesulitan menelan yang disebabkan oleh abnormalitas fungsi
neuromuskuler faring atau atau sfingter esophagus atas atau oleh gangguan esophagus.
p.
Disfungsi menelan
gangguan menelan karena defek system saraf pusat atau defek
strukgtural rongga oral, faringatau esophagus.
2.
Diagnosa keperawatan
Menurut Nursalam (2005) diagnosa keperawatan
yang lazim didapatkan pada anak dengan demam tifoid adalah sebagai berikut:
a.
Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare
dan masukan yang tidak adekuat.
b.
Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
d.
Resiko
tinggi komplikasi dengan proses inflamasi pada usus.
e.
Kurangnya
pengetahuan orang tua tentang penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi.
3.
Perencanaan
Perencanaan pada klien anak dengan demam
tifoid Menurut Nursalam (2005) berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu :
a. Kebutuhan
nutrisi atau cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare dan masukan
yang tidak adekuat.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi
yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat,
Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi: Awasi pemasukan atau jumlah kalori. Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukan kalori dan kualitas konsumsi
makanan.
Intervensi: Berikan perawatan mulut sebelum makan. Rasional
:
Menghilangkan
rasa
tak enak dan
dapat
meningkatkan nafsu makan.
Intervensi: Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional
:
Makan sedikit tapi sering dapat menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukan dan
mengurangi rasa mual.
Intervensi: Kolaborasi dengan tim gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan klien.
Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian obat antiematik sesuai indikasi. Rasional : Diberikan ½
jam sebelum makan, dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi makanan.
b.
Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : suhu tubuh
normal/terkontrol.
Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam
batas normal, turgor kulit kembali membaik.
Intervensi: Pantau suhu klien (derajatnya), perhatikan
menggigil. Rasional : suhu 38-41oC
menunjukkan proses infeksius akut.
Intervensi: Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan
line tempat tidur sesuai indikasi. Rasional
: suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
Intervensi: Berikan kompres hangat dan hindari penggunaan
alkohol. Rasional : dapat membantu
mengurangi demam, penggunaan air es dan atau alkohol mungkin menyebabkan kedinginan,
selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
Intervensi: Pakaikan baju yang tipis dan menyerapkan
keringat. Rasional : akan
mempermudah terjadinya evaporasi akibat panas dalam tubuh.
Intervensi: Kolaborasi dalam pemberian anti piretik
contohnya paracetamol. Rasional
: digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipothalamus.
Intervensi: Kolaborasi pemberian selimut dingin. Rasional : digunakan untuk mengurangi
demam umumnya lebih besar dari 39,5oC-40oC pada waktu
terjadi kerusakan pada otak.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan proses infllamasi
pada usus.
Tujuan : mempertahankan kondisi pasien dalam keadan
amam dan nyaman
Kriteria hasil : pasien merasa aman dan nyaman
Intervensi: Lakukan perawatan mulut 2x1 hari. Rasional
:
Menghilangkan
rasa tak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.
Intervensi: Berikan minum dengan sering.
Rasional :
agar selaput lendir mulut dan
tenggorokan tidak kering.
Intervensi: Ajarkan anak dan keluarga untuk tentang proses
penyakit dan alasan untuk terapi. Rasional
: untuk
meningkatkan kepatuhan.
Intervensi: Atur posisi pasien senyaman mungkin
sesuai keinginan pasien. Rasional :
Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
d.
Resiko
tinggi komplikasi dengan proses inflamasi pada usus.
Tujuan : komplikasi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mempertahankan intake yang adekuat.
Intervensi: Pertahankan pencucian tangan yang benar. Rasional
: untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi.
Intervensi: Ajarkan
anak bila, bila mungkin, tindakan perlindungan seperti pencucian tangan setalah
mengunakan toilet. Rasional
: untuk
mencegah penyebaran infeksi dan mencegah komplikasi.
Intervensi: Pemberian terapi sesuai program dokter. Rasional
: mempertahan
kerja sama dengan team kesehatan lain untuk mencegah komplikasi.
Intervensi: Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri
tekan dan adanya bising usus. Rasional
: untuk
mengkaji adanya tidak nya peristaltic usus.
e.
Kurangnya
pengetahuan orang tua tentang penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : pengetahuan klien dan orang tua klien
bertambah dengan adanya informasi.
Kriteria hasil : keluarga akan menyatakan pemahaman proses
penyakit, pengobatan, mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk
menerimanya dan berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan
perubahan pola hidup tertentu.
Intervensi: Beri
penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya. Rasional :
Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya.
Intervensi: Jelaskan
tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan. Rasional : Mempermudah pelksanaan
intervensi.
Intervensi: Jelaskan
tindakan untuk mencegah komplikasi. Rasional : Mencegah
keparahan penyakit.
Intervensi: Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan
perasaannya. Rasional
: Mendengarkan keluhan
orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan sehingga beban yang
dirasakan berkurang.
Intervensi: Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan
terhadap anaknya. Rasional :
Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan.
4.
Implementasi
Menurut Carpenito (2009). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan
ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan.
Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan
pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status
masalah yang telah ada Memberi
pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru
tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat
keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat
rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau
menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang
tersedia.
5. Evaluasi
Menurut
Asmadi (2008) Evaluasi adalah tahap
akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil,
klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang
(reassessment). Secara umum, evaluasi
ditunjukkan untuk : Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan
apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika
tujuan asuhan keperawatab belum tercapai.
0 Response to "ASKEP DEMAM TIFOID"
Post a Comment