-->

Askep Sepsis

Sepsis merupakan sebuah gejala yang diakibatkan oleh infeksi bakteri umum yang pada umumnya sering terjadi awal awal usia bayi seperti pada bulan pertama pasca kelahiran.

Dan pada kesempatan kali ini, saya selaku salah seorang peraway akan menulis tentang Asuhan Keperawatan yang harus di lakukan pada penderita sepsis atau pada bayi yang mengalami sepsis pada awal usia kehidupannya.

Contoh Askep yang saya susun di bawah ini, bertujuan untuk menerapkan Asuhan keperawatan sesuai dengan stantar proses keperawatan yang nantinya akan terdiri dari, pembahasan tinjauan teoritis dan proses keperawatan yang meliputi, Pengkajian Keperawatan pada pasien dengan Sepsis, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi serta Evaluasi yang telah dilakukan pada penderita sepsis.

Alangkah baiknya anda langsung menyimak Laporan Pendahuluan Askep Sepsis di Bawah ini.


A. Latar Belakang

Sepsis, atau kadang disebut keracunan darah, adalah respon mematikan dari sistem kekebalan tubuh manusia terhadap infeksi atau cedera. Sepsis dapat menyerang siapa saja, tapi lebih cenderung menyerang kelompok orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah, salah satunya anak kecil -terutama bayi prematur dan bayi baru lahir.

Sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada kasus kritis di berbagai penjuru dunia (Nasronudin, 2007).Tingginya kejadian dan problema infeksi yang biasanya dikaitkan dengan keadaan negara berkembang atau tempat dengan higienitas kurang, ternyata tidak seluruhnya benar. Data dari Center for Disease Control (CDC) menunjukkan bahwa insiden sepsis meningkat ±8,7% setiap tahun, dari 164.000 kasus (83 per 100.000 populasi) pada tahun 1979 menjadi 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 populasi) pada tahun 2000. Sepsis merupakan penyebab kematian nomor 11 dari seluruh penyebab kematian (Suharto, 2007). Di Amerika Serikat juga yang merupakan negara maju, kematian akibat sepsis setiap tahun mencapai 70.000 orang. Kira-kira 500.000 kasus baru mengalami sepsis dimana kematiannya mencapai 35% (Kuntaman, 2007). Angka kematian ini cenderung naik dan kini menempati urutan ke-10 penyebab kematian di Amerika Serikat.

Di Amerika Serikat ada lebih dari 42 ribu anak yang mengalami sepsis parah setiap tahun dan 4,400 dari mereka meninggal dunia karenanya. Angka ini tercatat melebihi angka kematian anak akibat kanker. Sepsis pada anak di negara berkembang seperti Indonesia bahkan jauh lebih serius, dan memakan lebih banyak korban jiwa. Sebagai perbandingan, angka kematian sepsis pada anak baru lahir di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu 12-50% dari total angka kematian bayi baru lahir.

1. Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud dengan sepsis neonatorum?
  2. Apa klasifikasi dari sepsis neonatorum?
  3. Apa penyebab terjadinya sepsis neonatorum?
  4. Bagaimana patofisiologi sepsis neonatorum?
  5. Apa manifestasi klinis dari sepsis neonatorum?
  6. Apa komplikasi pada sepsis neonatorum?
  7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum?
  8. Apa saja tindakan dan pencegahan yang harus dilakukan dari sepsis neonatorum?
  9. Apa prognosis dari sepsis neonatorum?
  10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum?

2. Tujuan Penulisan
Setelah mendapatkan bahan pembelajaraan asuhan keperawatan pada anak sepsis neonatorum, mahasiswa dapat :
  1. Mengetahui definisi sepsis neonatorum.
  2. Mengetahui klasifikasi dari sepsis neonatorum.
  3. Mengetahui etiologi sepsis neonatorum.
  4. Memahami patofisiologi sepsis neonatorum.
  5. Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis neonatorum.
  6. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien sepsis neonatorum.
  7. Memahami pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum.
  8. Mengetahui tata cara pelaksanaan dan pencegahan yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum.
  9. Mengetahui prognosis dari sepsis neonatorum.
  10. Memahami dan mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum.

B. Konsep Dasar Penyakit Sepsis

#1. Pengertian

Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau <36oC) ; takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan

alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ

Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ, hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap ≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg.

Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. Muscari, Mary E. 2005. hal 186). Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871). Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Surasmi, Asrining. 2003, hal 92). Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau toksinnya didalam darah. (Dorland, 1998 hal 979).

Dari definisi di atas Penulis menyimpulkan bahwa sepsis adalah infeksi bakteri generalisata dalam darah yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan dengan tanda dan gejala sistemik.

#2. Etiologi

a. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu menyebabkan sepsis.
b. Streptococcus grup B merupakan penyebab umum sepsis diikuti dengan Echerichia coli, malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
c. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan.
d. Perawatan antenatal yang tidak memadai.
e. Ibu menderita eklampsia, diabetes melitus.
f. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
g. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.
h. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasid pada neonatus.

#3. Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.

#4. Manifestasi Klinis

Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakteremia selanjutnya berkembang menjadi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir pada multiple organ dysfunction syndrome (MODS).

Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”, dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah jantung) atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin” dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien dengan manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini.

Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya kemungkinan adalah kurangnya beberapa gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin lebih sering ditemukan dengan manifestasi hipotermia dibandingkan dengan hipertermia, leukopenia dibandingkan leukositosis, dan pasien tidak dapat ditentukan skala takikardia yang dialaminya (seperti pada pasien tua yang mendapatkan beta blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini kemungkinan menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang lain (seperti pada bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang ekstrim, setiap keluhan sistemik yang non-spesifik dapat mengarahkan adanya sepsis, dan memberikan pertimbangan sekurang- kurangnya pemeriksaan skrining awal untuk infeksi, seperti foto toraks dan urinalisis.

Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama perjalanan tinggal di unit gawat darurat, dengan permulaan hanya ditemukan perubahan samar-samar pada pemeriksaan. Perubahan status mental seringkali merupakan tanda klinis pertama disfungsi organ, karena perubahan status mental dapat dinilai tanpa pemeriksaan laboratorium, tetapi mudah terlewatkan pada pasien tua, sangat muda, dan pasien dengan kemungkinan penyebab perubahan tingkat kesadaran, seperti intoksikasi. Penurunan produksi urine (≤0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat sebelum hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dan seharusnya digunakan sebagai tambahan pertimbangan klinis.

a. Tanda dan Gejala Umum
- Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
- Aktivitas lemah atau tidak ada
- Tampak sakit
- Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.

b. Sistem Pernafasan
- Dispenu
- Takipneu
- Apneu
- Tampak tarikan otot pernafasan
- Merintik
- Mengorok
- Pernapasan cuping hidung
- Sianosis

c. Sistem Kardiovaskuler
- Hipotensi
- Kulit lembab dan dingin
- Pucat
- Takikardi
- Bradikardi
- Edema
- Henti jantung

d. Sistem Pencernaan
- Distensi abdomen
- Anoreksia
- Muntah
- Diare
- Menyusu buruk
- Peningkatan residu lambung setelah menyusu
- Darah samar pada feces
- Hepatomegali

e. Sistem Saraf Pusat
- Refleks moro abnormal
- Intabilitas
- Kejang
- Hiporefleksi
- Fontanel anterior menonjol
- Tremor
- Koma
- Pernafasan tidak teratur
- High-pitched cry

f. Hematologi
- Ikterus
- Petekie
- Purpura
- Prdarahan
- Splenomegali
- Pucat
- Ekimosis

#5. Potensial Komplikasi

Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:

1) Cedera paru akut (acute lung injury) 
dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.

2) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.

3) Gagal jantung

Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.

4) Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama.

5) Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.

6) Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk mempertahankan homeostasis.
a)   Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat. 
b)   Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis.

6. Penatalaksanaan

a) Perawatan suportif

Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit (Datta, 2007) meliputi sebagai berikut:

1) Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.

2) Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.

3) Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan atau sianosis

4) Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai

5) Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan

6) Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.

7) Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan perawatan ahli
Terapi pengobatan

Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012)


b) Pencegahan


Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya kesakitan dan kematian (Surasmi, 2003)

Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :

a. Pada masa antenatal.

Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan.

Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkindilakukan ( bila benar-benar diperlukan ). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan.

Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip – prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas dikar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.

#7. Pencegahan dan Pengobatan

a. Pada masa antenatal. Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.

b. Pada saat persalinan perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik dalam arti persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan melakukan rujukkan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.

c. Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir mleiputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan perlatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aspetik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.

Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pembreian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, tidak toksis, dapat menembus sawar darah otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.

Dosis antibiotik untuk sepsus neonatorum.
- Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.
- Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
- Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian.
- Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
- Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Berikan lingkungan dengan temperatur netral.
- Pertahankan kepatenen jalan napas
- Observasi tanda-tanda syok septik
- Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia


#8. Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
b. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi organisme.
c. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
d. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya infalamasi.

Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)

Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)



C. Asuhan Keperawatan Pasien Anak dengan Penyakit Infeksius Sepsis

1. Pengkajian
a. Pengakjian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji adalah:
- Sosial ekonomi
- Riwayat perawatan antenatal
- Ada/tidaknya ketuban pecah dini
- Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
- Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
- Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll)
- Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis)

b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
- Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
- Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
- Regurgitasi
- Peka rangsang
- Pucat
- Hipotoni
- Hiporefleksi
- Gerakan putar mata
- BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
- Sianosis
- Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
- Hipotermi
- Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau
- Kulit lembab dan dingin
- Pucat
- Pengisian kembali kapiler lambar
- Hipotensi
- Dehidrasi
- Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.

c. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
- Bilirubin
- Kadar gular darah serum
- Protein aktif C
- Imunogloblin IgM
- Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feces dan urine.
- Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit.


2. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
c. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.
d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
e. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan-kecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.


3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1 :
Infeksi yang berhubungan dengan penu;aran ifneksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.

Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :
- Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
- Nilai apgar dibawah normal
- Bayi mengalami tindakan operasi
- Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli Streptokokus
- Bayi yang megalami prosedur invasif
- Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan infeksi yang diderita ibu.

b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipena, sianosis, syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah diare.
d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.

Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya intercensi keperawatan.
a. Berikan suhu lingkungan yang netral
b. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat badan, usia dan kondisi.
c. Pantau tanda vital secara berkelanjutan
d. Berikan antibiotik sesuai pesanan
e. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan
f. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas indikasi sepsis.

Diagnosa Keperawatan 2 : 
Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan kenaikan berat badan.
Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.

Intervensi keperawatan :
a. Kaji intoleran terhadap minuman
b. Hitung kebutuhan minum bayi
c. Ukur masukan dan keluaran
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat
f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
g. Ukur berat jenis urine
h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)


Diagnosa Keperawatan 3 : 
Gangguan pola pernafasan yang berhubungan dengan apnea.
Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.
Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.

Intervensi Keperawatan :
a. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
b. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.
c. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.
d. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik
e. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati
f. Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
g. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan 4 : 
Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
Tujuan : menceghah terjadinya infeksi nasokomial
Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.

Intervensi keperawatan :
a. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan keberhasilan kamar bayi.
b. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan negatif.
c. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya.
d. Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat merawat bayi tidak menderita demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya.
e. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan yang steril setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit.
f. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta peralatannya dengan larutan anti septik tiap minggu atau sesudah digunakan.
g. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan larutan antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan.
h. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan.
i. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan sesudah merawat atau memegang bayi.
j. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan banyak bahan lain yang terkontaminasi diruang perawatan.
k. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi bayi.

Diagnosa Keperawatan 5 : 
Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekwensi yang serius dari infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.

Intervensi keperawatan :
a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
d. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Askep Sepsis"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel