ASKEP FRAKTUR
11:12:00 AM
Add Comment
A.
Konsep dasar
1.
Pengertian
Menurut
Corwin (2009. Hal 335) fraktur tulang adalah patah tulang. Istilah yang
digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain Fraktur
komplet; fraktur yang mengenai tulang secara keseluruhan, Fraktur inkomplet; fraktur
yang mengenai tulang secara parsial, Fraktur simple (tertutup); fraktur yang tidak
menyebabkan robeknya kulit, Fraktur compound (terbuka); fraktur yang
menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur
femur dapat terjadi pada beberapa tempat bila bagian kaput, kolum, atau
trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga dapat
terjadi pada batang femur dan di daerah lutut (Smeltzer, S.C. 2001. Hal 2376).
2.
Etiologi
Penyebab
fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan
dewasa muda. Jatuh dan cedera olah raga adalah penyebab umum fraktur traumatic.
Pada anak, penganiayaan harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi fraktur,
terutama apabila terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau apabila riwayat
fraktur saat ini tidak meyakinkan.
Beberapa
fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang
lemah. Hal ini disebut fraktur patologis, fraktur patologis sering terjadi pada
lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang
mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.
Fraktur
stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut fraktur
keletihan (fatingue fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat
tingkat latihan atlet, atau permulaan aktifitas fisik yang baru. Karena
kekuatan otot meningkat lebih cepat dari pada kekuatan tulang, individu dapat
merasa mampu melakukan aktivitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang
mungkin tidak mampu menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stres paling sering
terjadi pada individu yang melakukan olah raga daya tahan seperti pelari jarak
jauh. Faktor stres dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai respons
terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang
mengalami fraktur stress harus didorong untuk mengikuti diet-sehat tulang dan
diskrining untuk mengetahui adanya penurunan densitas tulang (Corwin, E.J.
2008. Hal 336)
3.
Patofisiologi
Meurut Betz (2009. Hal 177) patofisiologi pada fraktur ialah ada beberapa
macam fraktur yang dapat digolongkan bedasarkan sistem klasifikasi
Slter-Harris. Jenis fraktur yang paling sering terjadi pada anak kurang dari 3
tahun adalah fraktur greenstick. Pada fraktur ini terdapat retakan tidak
lengkap pada korteks tulang yang terjadi karena tulangnya lebih lunak dan lebih
lentur dari tulang anak yang lebih tua. Fraktur lain (dengan lokasi terkait)
adalah fraktur epifisi atas dan supra kondilar, fraktur humerus kondilar
lateral, fraktur epikondilar medial (humerus); fraktur leher radial dan fisis
proksimal radial, fraktur nursemaid’s elbow; fraktur pada batang radius dan
ulna (lengan bawah); dan fraktur pada batang femurdan tibia (ekstremitas
bawah).
4.
Manifestasi klinis
Menurut
Corwin (2009. Hal 337) gambaran klinis pada fraktur ialah sebagai
berikut
a. Nyeri biasanya menyertai patah tulang
traumatic dan cedera jaringan lunak. Spasme otot dapat terjadi setelah patah
tulang dan menimbulkan nyeri. Pada fraktur stres, nyeri bisanya menyertai
aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak
disertai nyeri.
b. Posisi tulang atau ektremitas yang tidak
alami mungkin tampak jelas.
c. Pembengkakan disekitar tempat fraktur
akan menyertai proses inflamasi
d. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat
terjadi, yang menandakan kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus
utuh dan sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi disebelah distal
dapat menandakan syndrome kompartemen walaupun adanya denyut nadi tidak
menyingkirkan gangguan ini.
e. Krepitus (suara gemertak) dapat
terdengar saat tulang digerakkan karena ujung ujung patahan tulang bergeser
satu sama lain.
5.
Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009. Hal 339 ) penatalaksanaan pada
klien dengan fraktur ialah fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan
pembentukan hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan. Penyampungan kembali
tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal
dan rentang gerak, sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi
bedah (reduksi tertutup), apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi
terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan, traksi
dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi penyembuhan.
Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang bisanya dilakukan
dengan penggunaan gips atau pengguanaan bidai.
6.
Komplikasi
Menurut Corwin (2009. Hal 338) Komplikasi yang dapat
terjadi pada fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Non-union, delayed union, atau mal-union
tulang dapat terjadi, yeng menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.
b. Sindrom kompartemen dapat terjadi
ditandai oleh keruskan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan
oleh pembengkakan dan odema didaerah fraktur dengan pembengkakan interstisial
yang intens, tekananan pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat
menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut. Bisanya timbul
nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapa menggerakkan jari tangan dan jari
kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki
retriksi volume yang ketat.
c. Embolus lemak dapat timbul setelah patah
tulang, terutama tulang panjang, embolus lemak dapat terjadi akibat pajanan
sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang
menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak
yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru dan
dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.
B.
Asuhan Keperawatan
Menurut
Doengoes, E.M (2000. Hal 761) asuhan
keperawatan pada klien fraktur yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan dan rencana intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan ialah:
Dasar data
pengkajian
1.
Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda :
keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan,
nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda :
hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah) takikardia (hipovolemia). Penurunan/tidak ada nadi
pada bagian distal yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat bagian yang
terkena. Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada posis cedera
c. Neurosensori
Gejala : hilang
gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis). Tanda : devormitas
local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderik) spasme
otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi (mngkin berhubungan dengan
nyeri/ansetas atau trauma lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri
berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf, spasme atau kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda : laserasi
kulit, avulasi jaringa, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan local (dapat
meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
f. Penyuluhan
Gejala :
lingkungan cedera.
Pertimbangan :
DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7,8 hari, panggul/pelvis 6,7 hari.
Rencana
pemulangan : anya 4 hari bila memrlukan perawatan dirumah sakit. Memerlukan
bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri dan tugas
pemeliharaan/perawatan rumah.
g. Prioritas keperawatan
1) Mencegah cedera tulang atau usia lanjut
2) Menghilangkan nyeri
3) Mencegah komplikasi
4) Memberikan informasi tentang
kondisi/prognosis dan kebutuhan pengobatan
h. Tujuan pemulangan
1) Fraktur stabil
2) Nyeri terkontrol
3) Komplikasi dicegah/minimal
4) Kondisi, prognosis, dan program terapi
dipahami
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap trauma
berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme
otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
c. Resiko tinggi terhadap disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran
gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan rangka neuromuskuler
f. Aktual/Resiko tinggi terhadap kerusakan
integrasi kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
g. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, trauma jaringan
kerusakan kulit.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis, pengobatan berhubungan dengan salah iterpretasi informasi/tidak
mengenal sumber informasi
3.
Perencanaan
a. Resiko tinggi terhadap trauma
berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
Tujuan
: trauma tidak terjadi. Criteria Hasil : mempertahankan
stabilitas dan posisi fraktur. Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkat
stabilitas pada sisi fraktur. Menunjukkan pembentukan kalus atau mulai
penyatuan dengan tepat.
Intevensi/Rasional
Pertahankan
tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi, berikan sokongan sendi diatas dan
dibawah fraktur bila bergerak atau membali. Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan
posisi/penyembuhan. Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien
pada tempat tidur ortopedik. Rasional :
tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah,
mematah kan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan pebarikan fraksi.
Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada
bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter, papan
kaki. Rasional : mencegah gerakan
yang tidak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat dari bantal juga dapat
mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering. Tugaskan petugas yang cukup
untuk membalik pasien, hindari menggunakan papan abduksi untuk membalik pasien
dengan gips spika. Rasional : gips
sanggul atau tubuh atau multiple dapat membuat berat atau tidak prkatis secara
ekstrem, kegagalan untuk menyokong ekstremitas yang digips, dapat menyebabkan
gips patah. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema. Rasional : pembebat kuaktasi mungkin
dugunakan untuk memberikan imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan
berlebihan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme
otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak.
Tujuan
: menyatakan nyeri hilang. Criteria hasil : keluhan nyeri tidak
ada. Ekspresi wajah tenang atau santai. Dapat beristirahat dengan tenang.
Intevensi/Rasional
Pertahankan
imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat straksi. Rasional : menghilangkan nyeri dan
mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera. Tnggikan dan
dukung ekstrenitas yang terkena. Rasional
: meningkatkan aliran vena balik, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
Evaluasi nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakterisitik, termasuk
intensitas (skala 0-10). Rasional :
mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi, tingkat ansietas dapat
mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri. Laukan kompres dingin/es 24-28 jam
pertama dan sesuai dengan keperluan. Rasional
: menurunkan edema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri. Berikan
obat sesuai indikasi. Rasional :
diberikan untuk menurunkan nyeri dan/spasme otot. Berikan atau awasi analgesic
yang dikontrol pasien bila indikasi. Rasional
: pemberian rutin ADP mempertahankan kadar analgesic darah adekuat,
mencegah fruktuasi dalam penghilangan nyeri sehubungan dengan tegangan
otot/spasme.
c. Resiko tinggi terhadap disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah.
Tujuan
: mempertahankan perfusi jaringan. Criteria hasil : terabanya nadi, kulit
hagat atau kering, sensasi normal, tanda-tanda vital stabil, haluaran urin
adekuat untuk situasi individu.
Intervensi/Rasional
Lepaskan
perhiasan dari ekstremitas yang sakit. Rasional
: dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema. Evaluasi adanya kualitas
nadi periverdistal terhadap cedera melalui palpasi/dopler, bandungkan dengan
ekstremitas yang sakit. Rasional :
penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya
evaluasi medic segera. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal
pada fraktur. Rasional : kembalinya
warna harus cepat (3-5 detk). Lakukan pengkajian neuro muskuler, erhatikan
perubahan fungsi motor/sensori. Rasional
: gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran terjadi bila
sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf pusat. Tese sensasi saraf perifer
dengan kemampuan untuk dorsopleksi ibu jari bila diindikasikan. Rasional : panjang dan posisi saraf
verinea menunjukkan resiko cedera pada straktur kaki. Kaji keseluruhan panjang
ekstremitas yang cedera dan bandingkan dengan yang tak cedera. Rasional : peningkatan lingkar
ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan. Awasi tanda vital. Rasional : ketidak adekuatan volume
sirkulasi akan mempengaruhi system perfusi jaringan. Dorong klien untuk latihan
rutin jari-jari sendi distal cedera ambulasi segera mungkin. Rasional : meningkatkan sirkulasi dan
menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran
gas berhubungan dengan perubahan aliran darah atau emboli lemak
Tujuan
: mempertahankan fungsi pernafasan
adekuat. Criteria hasil : tak adanya
disnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normsl.
Intervensi/Rasional
Awasi frekuensi
pernafasan dan upayanya. Rasional :
takipnea, dispnea, dan perubahan dalam mental dan tandadini insufisiensi
pernafasan dan mungkin hanya indicator terjadinya emboli paru ada rahap awal.
Auskultasi bunyi nafas perhatkan ketidaksamaan. Rasional : perubahan dala/adanya bunyi adventisius menunjukkan
terjadinya komplikasi pernafasan. Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut,
khususnya beberapa hari pertama. Rasional
: ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat hubungan dengan
fraktus. Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Rasional : meningkatkan ventilasi alveolar
dan perfusi. Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, tetargie, stupor. Rasional : gangguan gas atau adanya
emboli paru dapat menyebabkan penyimpanan pada tingkat kesadaran pasien.
Inspeksi kulit untuk petekie diatas garis putting, pada aksila, meluas ke
abdomen. Rasional : ini adalah
karakteristik paling nyata dari tanda emboli lemak, yang menampak dalam 2-3
hari setelah cedera.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan
: mempertahankan mobilitas pada tingkat
yang paling tinggi. Criteria hasil :
dapat mempertahankan posisi fungsional. Dapat meningkatkan kekuatan fungsi yang
sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.
Intervensi/Rasional
Kaji derajat
imobilitas yang dhasilkan oleh cedera atau pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap imobilisasi. Rasional :
pasien mungkindibatasi pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan.
Instruksikan pasien untuk membantu dalam rentang gerak pasie/aktif pada
ekstremitas yang sakit. Rasional :
meningkatkan aliran darah keotot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot.
Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan tronkater. Rasional : berguna dalam mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic bila mungkin,
bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah. Rasional : menurunkan resiko kontraktur
fleksi panggul. Indtruksikan atau dorong menggunakan trapeze dan paska posisi
untuk fraktur tungkai bawah. Rasional :
memudahkan gerakan selama hygiene/perawatan kulit.
f. Aktual/Resiko tinggi terhadap kerusakan
integrasi kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
Criteria
hasil : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Menunjukkan prilaku intervensi.
Intervensi/rasional
Observasi untuk
potensial area yag tertekan khusunya pada akhir dan bawah bebatan. Rasional : tekanan dapat menyebabkan
ulserasi. Kaji kulit untuk luka terbuka. Rasional
: memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin
disebabkan oleh alat dan pemasangan gips. Masase kulit dan penonjolan tulang. Rasional : menurunkan tekanan pada area
yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit. Ubah posisi dengan sering mungkin.
Rasional : mengurangi tekanan
konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit. Kaji
posisi cincin bebat pada alat traksi. Rasional
: posisi yang tak tepat dapat menyebabkan cedera kulit atau kerusakan
jaringan. Balik pasien dengan sering untuk melibatkan sisi yang tak sakit dan
posisi tengkurap dengan kaki pasien di atas kasur. Rasional : meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi gips.
Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan diatas tonjolan tulang. Rasional : meminimalkan tekana area
ini.
g. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, trauma jaringan
kerusakan kulit. Tujuan : infeksi
tidak terjadi. Criteria hasil :
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan
demam.
Intervensi/Rasional
Inspeksi kulit
untuk adanya iritasi atau robekan kontivitas. Rasional : pen/kawat tidak harus dimasukan melalui kulit
terinspeksi, kemerahan atau abrasi. Kaji sisi pen/kuli perhatiakan keluhan
peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase/bau tak
enak. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protocol dan latihan mencuci
tangan. Rasional : dapat mencegah
kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. Instruksikan pasien untuk tidak
menyebutkan sisi inservi. Rasional :
meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi. Tutupi pada ahkir gips peritoneal
dengan plastk. Rasional : yang lemabab, padat meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Observasi untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan. Rasional : tanda kepekatan infeksi gas
gangrene.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis, pengobatan berhubungan dengan salah iterpretasi informasi/tidak
mengenal sumber informasi
Tujuan
: menyatakan pemahaman tentang kondisi,
prognosis dan pengobata. Criteria hasil
: melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alas an
tindakan.
Intervensi/Rasional
Kaji ulang
patologi, prognosis dan harapan yang akan dating. Rasional : memberikan dasar pengetahun dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi . beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai
instruksi dengan trapis fisik bila dihabsikan. Rasional : banyak fraktur memerlukan gips, bebat, penhepit selama
proses penyembuhan. Anjurkan penggunaan back pack. Rasional : memberikan tempat untuk membawa artikel tertentu dan
memberikan tangan bebas untuk memanipulasi kruk. Buat daftar aktivtas dimana
pasien dapat melakukan secara mandiri dan yang memerlukan bantuan. Rasional : penyusunan aktivitas sekitar
kebutuhan dan yang memerlukan bantuan. Identifikasi tersedianya sumber
pelayanan di masyarakat. Rasional :
mencegah kekauan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot. Diskusikan pentingnya
perjanjian evaluasi klinis. Rasional :
penyembuhan fratur memrlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap. Kaji ulang
perawatan pen/luka yang tepat. Rasional
: menurunkan resiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut
menjadi osteomielitis.
4.
Implementasi
Menurut Carpenito, (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan
ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan.
Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada
a.
Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b.
Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah
baru atau memantau status masalah yang telah ada
c.
Member pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan
pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d.
Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya
sendiri .
e.
Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya
untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
f.
Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi,
atau menyelesaikan masalah kesehatan.
g.
Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
h.
Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali
pilihan yang tersedia.
5.
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari
proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria
hasil (Hidayat, A, 2008. hal; 124).
0 Response to "ASKEP FRAKTUR"
Post a Comment